Diaspora Minang di Golkar Institute

Foto M. Fajar Rillah Vesky
×

Diaspora Minang di Golkar Institute

Bagikan opini
Ilustrasi Diaspora Minang di Golkar Institute

Sedangkan dari profesional, pemateri YPL-16 adalah Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Gizi Nasional Profesor Dadan Hindayana. Kemudian, mantan Menkeu/Menteri PPN Bappenas Prof Bambang Brodjonegoro, mantan Ketua KPK Chandra Hamzah, dan Ketua KASN Profesor Agus Pramusinto.

Selain itu, juga ikut sebagai pemateri, spesialis kebijakan publik Mulya Amri, Ph.d, pakar komunikasi Dr Gun Gun Widianto, pakar geopolitik Yandri Kurniawan, Ph.d, Tim Ahli 08 % Fakhrul Fulvian, pegiat lingkungan Gita Syahrani, serta para praktisi komunikasi politik. Seperti, Iwan Setiawan dan Ipang Wahid, pencipta simbol "Gemoy" dalam Pilpres lalu.

Dari deretan pemateri YPL-16 Golkar Institute, terdapat empat diaspora Minang atau perantau Minang. Dua diantaranya, lahir dan besar di luar Sumatera Barat. Mereka tak hanya kaya ilmu pengetahuan. Tapi rendah hati, berintegritas baik, dan tak suka menonjolkan diri.

Keempat diaspora Minang itu adalah mantan Ketua KPK Chandra Hamzah yang ayah-ibunya asli berasal dari Payakumbuh. Kemudian, Fakhrul Fulvian asal Kabupaten Agam yang merupakan Tim Ahli 08 Persen. Tim bentukan Prabowo-Gibran ini bertugas mengurus percepatan visi "Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045".

Selanjutnya, ada pula Yandri Kurniawan, Ph.d, pria Minang campuran Pariaman-Bukitttinggi, yang ahli geostrategis dan pakar hubungan internasional. Terakhir, ada Mulya Amri, Ph.D, diaspor berdarah Silungkang, Sawahlunto. Alumnus Unersitas Nasional Singapura dan Universitas California Los Angeles ini adalah spesialis kebijakan publik dan perencanaan pembangunan perkotaan.

Tentu saja, keempat nama ini hanyalah sedikit dari begitu banyak diaspora Minang berkiprah di tanah air dan pentas dunia. Saya membayangkan, suatu saat nanti, diaspora Minang ini, termasuk mereka yang masih hidup dan kiprahnya tertuang dalam buku "Enskilopedia Tokoh 1.001 Orang Minang" karya Hasil Chaniago dkk, dapat dipertemukan dalam sebuah forum akademik.

Pertemuan para diaspora Minang dalam suatu forum akademik, bisa saja diprakarsai Pemprov Sumbar, Pemkab-Pemko di Sumbar, atau stakholders lain. Tujuannya, bukan untuk memberhalakan kejayaaan masa silam. Seperti _satire_ yang ditulis budayawan Damhuri Muhammad dalam cerpennya berjudul "Adab Meratap Bagi Yang Kalah".

Sebaliknya, pertemuan para diaspora Minang dalam sebuah forum akademik atau forum kebudayaan, bisa menjadi semacam wadah mengumpulkan gagasan dan spirit untuk kemajuan Sumatera Barat. Walau forum serupa, barangkali sudah pernah digelar dalam bentuk Kongres Kebudayaan Minangkabau 2022 atau Seminar Kebudayaan Minangkabau 1970 di Batusangkar, tapi tak ada salahnya diulang kembali.

Bukankah ada adagium Minang yang mengatakan: _pasa jalan dek batampuah, lanca kaji dek baulang? Tak ada salahnya, mengulang kembali pelaksanaan forum kebudayaan atau forum akademik di Sumatera Barat, melibatkan peran serta diaspora Minang di berbagai penjuru dunia. Apalagi, saat ini sedang berlangsung transisi pemerintahan di Indonesia.

Tentu banyak tantangan dan peluang untuk Sumatera Barat dalam menyongsong visi "Indonesia Emas 2045". Para diaspora Minang, perlu diajak pulang memberi masukan yang betul-betul realistis dan dapat dieksekusi pemda bersama masyarakat. Karena setinggi-tinggi terbangnya bangau, tentu surutnya ke kubangan juga. (***)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini