Plastik Berbandul Batu dan Kearifan Lokal
Di rumah, plastik kami belah menjadi lebih lebar. Lalu dicuci bersih dan dikeringkan. Kemudian diberi batu seukuran kelereng atau lebih di empat sisinya dengan ikatan memakai karet gelang. Ini dimaksudkan agar saat dipakai menutup tenong, plastik tak tertiup angin. Gorengan jadi aman dari debu atau kotoran lainnya yang bertebaran saat penjual gorengan berkeliling. Plastik dibuka saat ada pembeli saja. Mungkin, "tradisi" ini dalam pandangan saya hanya ada di Ranah Minang atau Sumatra Barat. Boleh jadi di daerah lain, tak ada pedagang goreng keliling yang menutup dagangannya dengan plastik semacam itu. Waktu ke Jakarta, saat saya masih SMK, saya sempat kagum dengan penjual gorengan yang memikul dagangan dengan membawa tempat memasaknya sekaligus. Satu sisi untuk tempat memasak, sisi lainnya digunakan untuk menaruh dagangannya, tanpa penutup. Mungkin, karena terkadang, dia baru menggoreng tatkala ada pembeli memanggil dagangannya. Tentu tak perlu diberi penutup untuk.gorengan yang baru matang dan langsung dibawa pembeli. Saya tak tahu di tempat lain bagaimana pula kearifan lokalnya. Jadi hemat saya, jangan berlebihan pula menanggapi pernyataan Bapak Kapolda. Lain lubuk, lain ikannya, tentu lain pula budayanya.
Opini lainnya
Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si
Srikandi Politik dalam Pilkada 2024: Perspektif Komunikasi Politik dan Persepsi Publik
Srikandi Politik dalam Pilkada 2024: Perspektif Komunikasi Politik dan Persepsi Publik
Sastri Bakry
Menemukan Manusia yang Punya Hati Nurani
Menemukan Manusia yang Punya Hati Nurani
eriandi
Darurat Kekerasan Seksual
Darurat Kekerasan Seksual
eriandi
Penertiban PKL
Penertiban PKL
M. Fajar Rillah Vesky
Diaspora Minang di Golkar Institute
Diaspora Minang di Golkar Institute