Grant (1991), menambahkan bahwa strategi berbasis aset juga mencakup kemampuan perusahaan untuk mengintegrasikan sumber daya menjadi kapabilitas yang unggul. Grant menekankan bahwa keunggulan kompetitif tidak hanya terletak pada sumber daya yang dimiliki, tetapi juga pada kemampuan untuk menggunakannya secara efisien.
Jay Barney (1991) sebagai pelopor dalam Resource-Based View dan mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan yang langka, berharga, tidak dapat ditiru, dan tidak dapat digantikan akan memberikan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Aset yang memenuhi kriteria ini memungkinkan perusahaan menciptakan nilai yang lebih tinggi daripada pesaingnya.
Menurut teori Barney, strategi bisnis McDonald’s yang menggabungkan kepemilikan properti dan waralaba cepat saji menjadi sumber daya valuable (meningkatkan keuntungan melalui pendapatan dari properti), rare (tidak semua jaringan cepat saji memiliki aset real estate sebagai bagian inti bisnis), inimitable (aset propertinya sulit ditiru oleh pesaing dalam skala global), dan non-substitutable (tak tergantikan dengan model bisnis yang hanya mengandalkan makanan). Dengan mengembangkan properti sebagai aset kunci, McDonald’s mempertahankan daya saing sekaligus memperkuat keberlanjutan bisnisnya.
Teori ini menyoroti bagaimana McDonald’s tidak hanya berkompetisi dalam industri makanan cepat saji, tetapi juga dalam sektor properti, di mana aset-asetnya menjadi elemen penting dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang bertahan lama. Strategi ini membuat McDonald’s tidak hanya bergantung pada fluktuasi penjualan makanan, tetapi juga mendapatkan sumber pendapatan yang stabil dan menguntungkan dari bisnis propertinya.
Sebenarnya, model bisnis ini telah menjadi salah satu rahasia di balik kesuksesan finansial McDonald’s. Pendapatan dari properti dan penyewaan sering kali lebih stabil dan menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan dengan keuntungan langsung dari penjualan makanan. Model bisnis yang berfokus pada sektor properti ini tidak hanya membantu McDonald’s mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia, tetapi juga memberikan mereka keunggulan kompetitif yang kuat dan berkelanjutan di industri makanan cepat saji.
Strategi Pengembangan Bisnis McDonald
Pada tahun 1940, Richard dan Maurice McDonald membuka restoran yang fokus pada menu sederhana dan layanan cepat. Mereka menciptakan sistem “Speedee Service System,” yang memungkinkan persiapan makanan cepat saji dengan efisiensi tinggi, fokus pada burger, kentang goreng, dan minuman.Kemudian tahun 1954, Ray Kroc, seorang penjual mesin milkshake, tertarik dengan restoran McDonald’s setelah mengetahui bahwa mereka memesan delapan mesin milkshake sekaligus. Kroc melihat potensi untuk memperluas restoran McDonald’s dengan sistem yang sudah mereka kembangkan. Kroc meyakinkan McDonald bersaudara untuk memberinya hak membuka franchise restoran McDonald’s secara nasional.
Selain mengembangkan sistem waralaba, Kroc menerapkan model bisnis berbasis properti dengan mendirikan Franchise Realty Corporation. Perusahaan ini membeli tanah yang kemudian disewakan kepada franchisee, memberikan McDonald’s pendapatan tambahan yang stabil. Model bisnis ini kemudian menjadi inti kesuksesan McDonald’s hingga saat ini. Pada tahun 1961, Kroc membeli hak kepemilikan penuh McDonald’s dari McDonald bersaudara seharga $2,7 juta. Ray Kroc adalah sosok di balik pengembangan McDonald’s menjadi jaringan restoran cepat saji global yang mendunia. Melalui strategi waralaba dan manajemen properti, Kroc berhasil menciptakan model bisnis yang sangat sukses dan inovatif yang menginspirasi banyak ilmuan dan konsultan bisnis.
Kontribusi Utama Peter Drucker dalam Manajemen McDonald