Tidak hanya menyajikan berita breaking, freemium, atau berbayar, mereka juga menambahkan fitur eksplainer dan jurnalisme konstruktif. Semua ini dirancang untuk mengajak pembaca berpikir lebih jernih di tengah tsunami informasi.
Langkah ini tentu bukan tanpa risiko. Mengandalkan pembiayaan dari pembaca (bukan iklan yang makin intrusif) adalah taruhan besar di tengah dominasi budaya gratisan di internet. Namun, bukankah inovasi sering kali lahir dari keberanian mengambil risiko? Dan Tempo pasti bisa.
Kalau dunia butuh jurnalisme yang lebih baik, kenapa tidak mulai dari Tempo? Dengan peluncuran single brand-nya, Tempo seolah berkata, "Kami tidak hanya di sini untuk melaporkan dunia yang kacau, tetapi juga untuk membantu memperbaikinya."
Sebuah perubahan yang pantas dirayakan, tentu saja, dengan tetap mengingatkan mereka: jangan lupa, berita konstruktif juga perlu tetap menarik dan enak dibaca. Sebab, kalau pembaca bosan, semua filosofi tinggi itu hanya akan tenggelam di antara notifikasi media sosial dan meme viral tentang kucing.
Sebuah langkah baru untuk Tempo, tempat saya pernah berkiprah di dalamnya. Sebuah harapan baru untuk jurnalisme Indonesia. Karena dunia ini sudah cukup kacau tanpa berita yang memperkeruh suasana.Cak AT - Ahmadie Thaha
Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 21/11/2024