Banyaknya emas di Sumatera Barat memang tidak diragukan lagi. Sejak waktu yang lama, daerah ini terkenal sebagai daerah emas. Dari data tradisi lisan diketahui adanya kepercayaan penduduk Sumatera Barat, bahkan kepercasyaan setiap nigari di daerah ini, yang mengatakan adanya ‘ameh sagadang kudo’ (emas sebeasar kuda) di dalam tanah, di gundukan bakit, atau di batu yang ada di nagari tersebut.
Banyaknya emas Sumatera Barat juga bisa dilihat dari sajian beberapa penulis yang menyebut bahwa Ophir, yang terdapat di daerah ini, sebagai tempat Nabi Sulaiman mengambil emas untuk ‘temple of Solomon’. Albuquerque menyebut bahwa segera setelah dia menaklukan Malaka (1511) datang tiga perahu besar dari Minangkabau yang sarat dengan muatan emas. Pada awal abad 16, Pires menyebut dua atau tiga kapal Gujarat datang setiap tahun ke Tiku dan Pariaman serta kembali dengan banyak emas. Bukti empiris mengenai banyaknya cadangan emas Sumatera Barat terlihat dari eksploitasi yang dilakukan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda di Salido, Supayang, Abei, Muara Labuh, Silungkang, Palangki, Mangani, Tanah Datar (Lembah dan perbukitan Batang Selo serta perbukitan Batang Sinamar dan Sumpur), dan di banyak daerah lainnya.
Diperkirakan, berton-ton emas Sumatera Barat telah dibawa VOC dan pemerintah/ pengusaha Belanda dari Minangkabau.
Penambangan emas tempo doeloe itu juga sarat dengan penderitaan. Banyak budak, bahkan dari Afrika (Madagaskar) yang dipaksa bekerja, banyak penambang tempatan yang juga bekerja setengah paksa. Bahkan ada penangkapan-penangkapan terhadap penghulu dan warga kampung yang dituduh menghalangi usaha penambangan. Tentu saja ada banyak kematian di tambang-tambang tersebut.
Di samping kematian atau petaka yang disebabkan oleh hal-hal yang masuk akal, menarik juga melihat bagaimana masyarakat setempat memandang kematian atau musibah yang dialami para penambang?
Menurut tradisi orang Minangkabau, penduduk utama Sumatera Barat, memandang emas (dan juga besi) sebagai unsur alam yang memiliki kesaktian (Toorn). Unsur-unsur ini dipercayai memiliki ‘induak”, kalau emas memiliki ‘induak ameh’. “Induak ameh’ ini menjaga emas yang ada di dalam bumi. ‘Induak ameh’ ini, dipercayai berbentuk kuda dan bisa terbang karena bersayap. Karena itu menurut kepercayaan masyarakat di sejumlah daerah yang kaya emas, bahwa dahulu, pada waktu malam hari sering terlihat cahaya terang keemasan yang tiba-tiba saja keluar dari perut bumi atau bukit dan terbang ke angkasa.
‘Induak ameh’ meninggalkan juga wakil-wakilnya, atau roh-roh di dalam tanah, di tempat emas berada. ‘Induak ameh’ atau roh-roh ini bisa didekati oleh para penambang dengan hati-hati, dan mereka berkomunikasi melalui sejumlah mantera atau jampi. Toorn dan Couperus mengatakan dengan jampi-jampi itu mereka bisa menemukan tanda-tanda kerahasiaan atau lokasi emas, Karena telah ditunjukkan oleh ‘induak ameh’ atau roh-roh penjaga emas.Untuk bisa ‘bersahabat’ dan berkomunikasi dengan ‘induak ameh’ atau roh-roh penjaga emas, para penambang, lebih tepatnya pawang atau ‘tuo penambang’, mesti menyediakan atau memenuhi beberapa persyaratan. Biasanya berupa berbagai jenis makanan atau buah-buahan (sesajen), yang hampir selalu diikuti oleh ‘korban darah’. Biasanya dengan penyembelihan ayam. Darah dipersembahkan untuk ‘induak ameh’ atau roh.
Para penambang mempercayai bila telah ‘didarahi’ usaha mereka akan berhasil. Sebaliknya, bila tidak ‘didarahi’, atau ‘lupa mendarahi’ musibah akan menimpa. Bahkan mereka juga mempercayai, bila ‘korban darah’ telah diberikan, ‘induak ameh’ dan roh akan melindungi mereka dari gangguan makhluk-makhluk atau roh-roh lain.
Keberadaan ‘induak ameh’ dan roh-roh penjaga emas walaupun terkesan irasional, namun dewasa ini masih ada sejumlah penambang yang meyakininya, walaupun banyak juga yang tidak mempercayainya.
Bagi yang tidak mempercayai muncul sebuah tafsiran, bahwa ‘induak ameh’ dan roh-roh penjaga emas itu dewasa ini telah bereinkarnasi bentuk ‘oknum’. Bisa saja mereka berbentuk ‘oknum’ kepala nagari, ‘oknum’ keluarga kerajaan, ‘oknum’ ASN dan ‘oknum’ aparat, bahkan juga oknum “Urang Bagak’ di daerah tambang.