Denny JA Semakin Berkibar di Tengah Kritikan

Foto Rizal Tanjung
×

Denny JA Semakin Berkibar di Tengah Kritikan

Bagikan opini

Tradisi sastra Indonesia menjunjung tinggi kejujuran dalam berkarya dan kebebasan kritik. Ketika strategi promosi dianggap terlalu dominan, muncul kekhawatiran bahwa nilai estetis sastra tereduksi menjadi sekadar fenomena komersial.

Karya sastra yang besar sering kali lahir dari keberanian berbicara tentang isu-isu tabu atau kontroversial. Penulis seperti Victor Hugo, James Baldwin, atau Pramoedya Ananta Toer pernah mengangkat tema ketidakadilan dan diskriminasi dalam karya mereka.

Dalam hal ini, Denny JA sah-sah saja menulis puisi esai dengan tema-tema seperti diskriminasi, LGBT, atau kemiskinan. Sastra memang berfungsi sebagai cermin realitas sosial. Namun, kritik tajam yang diterimanya lebih menyasar pada strategi promosi dan metode kampanye yang dinilai tidak selaras dengan tradisi sastra Indonesia.

Kritik dari para sastrawan terhadap puisi esai tidak lepas dari tradisi dialog dan diskusi intelektual yang sehat. Sebagaimana kebebasan Denny JA untuk berkarya, para kritikus juga memiliki hak untuk mempertanyakan metode dan substansi karyanya.

Pada akhirnya, yang menentukan keberlanjutan suatu karya adalah sejarah sastra itu sendiri. Jika puisi esai memiliki kedalaman artistik, daya tahan, dan relevansi lintas zaman, maka karya Denny JA mungkin akan dikenang. Namun, jika karyanya hanya dikenal karena kontroversi dan promosi, ia bisa saja berakhir sebagai fenomena sesaat dalam sejarah sastra Indonesia.

Padang, 17 Desember 2024

Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru