Namun, ironinya, sistem pajak justru sering menjadi alat bagi para pengusaha besar untuk mengakali kewajiban mereka, "mendidik" mereka bersikap curang dan bohong. Dengan memperbesar biaya operasional secara manipulatif, laba kena pajak mereka menyusut, dan setoran ke negara pun minim. Sistem perpajakan seperti ini bukan hanya tidak adil, tetapi juga tidak efisien serta tidak mendidik.
Dalam pandangan Ibnu Khaldun, sistem ekonomi yang ideal adalah yang mendukung kesejahteraan rakyat sekaligus memastikan keberlanjutan negara. Indonesia perlu kembali ke prinsip ini. Alih-alih mengandalkan pajak yang cenderung eksploitatif, negara sebaiknya memperkuat sistem berbasis bagi hasil _(musyarakah)_ terutama dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pajak boleh tetap ada, tetapi sebagai instrumen pendukung, bukan fondasi utama. Dengan begitu, Indonesia bisa menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, persis seperti yang diajarkan Ibnu Khaldun lebih dari 600 tahun lalu. Sebab, seperti kata beliau, “Negara yang adil akan terus hidup, meski tidak beragama. Tapi negara yang zalim akan runtuh, meski mengaku agamis.”
Cak AT Ahmadie Thaha_Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 19/12/2024_