Di Indonesia, peluang ini makin besar dengan penghapusan ambang batas pencalonan. Figur-figur non-mainstream punya kesempatan nyata untuk maju, terutama jika mereka mampu memanfaatkan media sosial dan memahami keresahan rakyat. Tetapi, jika tidak dikelola dengan baik, ini bisa berubah menjadi panggung kekacauan politik.
Bayangkan Pilpres 2029, ketika semua partai diwajibkan mencalonkan pasangan, mungkin akan muncul nama-nama yang bukan karena kualitas, tetapi semata karena mereka memenuhi syarat administratif dan elektabilitas yang dilambungkan. Ini seperti pesta dengan undangan terbuka tanpa pemeriksaan daftar tamu.
Namun, apakah ini buruk? Tidak selalu. Dalam kondisi optimal, ini bisa membuka peluang bagi tokoh-tokoh baru yang selama ini terpinggirkan oleh oligarki politik. Mereka dapat menciptakan momentum Black Swan jika mampu memanfaatkan situasi dengan sempurna. Tapi dalam kondisi buruk, ini bisa berubah menjadi sirkus politik yang merusak kepercayaan rakyat pada sistem.
Keputusan MK ini seperti dua sisi mata uang: peluang besar bagi demokrasi atau risiko besar menuju absurditas politik. Yang pasti, Pemilu 2029 akan menjadi babak baru dalam sejarah politik Indonesia, sebuah eksperimen yang bisa menjadi inspirasi atau lelucon internasional.
Seperti kata Dahlan Iskan, “makes everybody can fly to the moon.” Biarkan setiap orang terbang ke bulan. Tapi pertanyaannya, apakah mereka tahu cara kembali ke bumi?Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 6/1/2025