Memang perlu dicari Kepala Dinas yang berlaku sebagai Gubernur untuk kebudayaan.
Mental baja, mandiri bertindak, siap berdialektika, terbuka dikritisi dan mau belajar, berinovasi, beradaptasi, memfasilitasi dan mengapresiasi karya kebudayaan untuk membantu gubernur pertama. Dan yang paling penting tidak merasa jabatan itu adalah genggamannya. Jika seseorang merasa jabatannya itu adalah segala- galanya, yang digunakan untuk kekuasaan bukan menggunakan kewenangannya sesuai tupoksinya, alamat akan hancur sistem pemerintah yang sudah dibangun dengan bagus.
Saya merenung dan menunggu gubernur utama yang baru memilih gubernur kebudayaan yang akan membantu tugasnya yang banyak sekali. Jangan hanya asyik dengan formalitas saja, rapi administrasi ( SPJ) tapi lemah dari segi esensi yang bermutu. Insya Allah akan dibantu DKSB. Itupun jika memilih orang yang tepat untuk mengurus seniman.
Saya ingin mengutip syair penari yang juga sastrawan Andra, -yang kadang sering berlawanan dengan saya-, karena kata-katanya yang tajam dan membunuh tapi yang merasa terbunuh adalah yang tak punya senjata untuk menangkisnya. Ini syair yang saya ulang-ulang baca membuat saya merinding.
".. . .. . .. . .
Paham kah para tuan dan bangsawan,menhir tak lagi sebatas nisan,
menjadi andesit batunya para konglomerat,
yang bersembunyi dalam liang-liang empat ribu sebelum masehi!!!
Meninggalkan Maek, dengan tatapan usang, melihat tuan dan bangsawan meludahkan sirih ke langit, membuat wajah menjadi merah seperti sangkala dipinggir surya!"