Distribusi LPG 3kg Mengkonfirmasi Pernyataan Mantan Menko LBP

Foto Defiyan Cori
×

Distribusi LPG 3kg Mengkonfirmasi Pernyataan Mantan Menko LBP

Bagikan opini
Ilustrasi Distribusi LPG 3kg Mengkonfirmasi Pernyataan Mantan Menko LBP

BUMN Pertamina dalam hal ini anak usahanya PT. Pertamina Patra Niaga (PPN/sub holding C&T) tidak boleh bersikap cengeng dan kekanak-kanakan atas penjualan elpiji bersubsidi 3kg oleh pengecer. Dengan berbagai perangkat teknologi digitalisasi yang telah dijalankan, maka tidak selayaknya selalu bergantung kepada kebijakan Pemerintah. Dalam menyelesaikan kasus pengecer hubungannya dengan agen dan sub pangkalan, maka PPN lebih memiliki kewenangan menindak penyimpangan penjualan elpiji 3kg yang menurut ketentuan peraturan dan per-Undang-Undangan (UU) tidak dibenarkan. Artinya, kreatifitas dan inovasi manajerial dewan direksi dalam melakukan aksi korporasi lebih membuktikkan bahwa mereka adalah kelompok profesional. Bukan terus merengek meminta perlindungan atau payung hukum kepada Pemerintah.

Posisi profesionalisme sebagai perusahaan migas terbesar yang monopolistik konstitusional di Indonesia seolah tidak punya akal dalam menyelesaikan pola distribusi elpiji 3kg dan BBM bersubsidi. Bahkan, PT. Pertamina juga kerap kali menyabet penghargaan Fortune 500 seolah tidak berbekas dalam kinerja nyata bagi kepentingan publik. Dengan data dan jaringan kantor wilayah (regional) dari Sabang sampai Merauke, tidak mungkin Pertamina tidak memiliki data yang lengkap terkait agen dan pangkalan yang membuat antrian elpiji 3kg pada Hari Senin 3 Februari 2025 setelah adanya larangan penjualan eceran. Artinya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak diberikan umpan balik (feedback) atas resiko kebijakan yang akan diambilnya dari dewan direksi Pertamina.

Kasus antrian elpiji 3kg ini seolah mengkonfirmasi pernyataan mantan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut PT Pertamina (Persero) sebagai sumber kekacauan paling banyak di negeri ini. Atas dasar itulah, dulu Presiden Joko Widodo menunjuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menjadi Komisaris Utama di perusahaan minyak dan gas (migas) negara tersebut. Dengan alasan ketegasan pribadi Ahok, maka dianggap cukup pas untuk membenahi semua kekacauan yang disinyalir oleh Menko Marinves LBP kala itu. Tapi, faktanya kinerja Pertamina sama saja dan kekacauan itu tetap saja tidak berakhir sampai akhirnya muncul lagi kasus distribusi elpiji 3kg bersubsidi yang hampir menggoyahkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Oleh karena itulah, Presiden Prabowo Subianto harus mengevaluasi secara menyeluruh situasi dan keadaan BUMN Pertamina ini. Jangan sampai super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang baru saja dibentuk melalui revisi UU No. 19 tahun 2003 menjadi sumber kekacauan baru di masa depan. Setidaknya, evaluasi atas buruknya publikasi dan komunikasi personalia yang bertanggungjawab atas sosialisasi kebijakan pembatasan konsumsi elpiji 3kg ditingkat pengecer oleh KESDM adalah keharusan. Sebab, akhirnya pemerintahlah cq. Kementerian ESDM yang menjadi sumber kekesalan publik, yang seharusnya bisa diselesaikan oleh jajaran BUMN Pertamina. (*)

forum pemred
Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru