Peran Penting Pendidikan Etika dan Karakter Menuju Indonesia Emas 2045

Foto Oleh: ABDUL AZIZ
×

Peran Penting Pendidikan Etika dan Karakter Menuju Indonesia Emas 2045

Bagikan opini
Ilustrasi Peran Penting Pendidikan Etika dan Karakter Menuju Indonesia Emas 2045

Etika Manusia dan Dampaknya pada Paraktek Bisnis

Fakta empiris menunjukkan bahwa dinamika ekonomi kapitalis telah memperlebar kesenjangan antara perusahaan besar dan pelaku bisnis kecil. Perusahaan multinasional—atau dalam istilah populer, oligarki—memiliki keunggulan besar dalam hal sumber daya dan pengaruh, memungkinkan mereka mendominasi pasar dan memperburuk ketimpangan ekonomi. Dalam kondisi ini, muncul dilema etis terkait distribusi kekayaan dan keadilan ekonomi.

Dalam konteks perilaku konsumen, kajian ini mengeksplorasi bagaimana konsumen Indonesia memandang etika dalam proses pembelian. Kesadaran terhadap produk yang diproduksi secara berkelanjutan, perilaku belanja yang etis (ethical purchasing), serta respons terhadap praktik bisnis yang dianggap melanggar norma sosial atau nilai agama menjadi aspek yang semakin relevan. Namun, yang menarik adalah minimnya publikasi ilmiah yang membahas fenomena seperti moral double standard, konsumerisme, dan hedonisme, padahal isu-isu ini sangat penting dalam memahami dinamika perilaku konsumen modern.

Salah satu pendekatan yang sering dikaji dalam pendidikan etika adalah model dari dunia Barat. Model ini dianggap lebih aplikatif karena menekankan pengembangan pemikiran kritis, penerapan nilai-nilai universal dalam kehidupan sehari-hari, serta dialog moral yang melibatkan perspektif beragam. Namun, muncul pertanyaan: Apakah pendekatan ala Barat ini dapat menjadi solusi bagi tantangan etika di Indonesia, yang masih banyak dipengaruhi oleh pragmatisme serta lemahnya internalisasi nilai moral?

Krisis etika dan dilema moral di Indonesia semakin kompleks dan memprihatinkan. Hampir di setiap sektor, kita menemukan berbagai persoalan yang berakar pada degradasi nilai. Seharusnya, pendidikan berperan sebagai benteng moral, mencetak individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga beradab, bermoral, dan mampu menjadi teladan bagi masyarakat.

Dalam mencari solusi, banyak pihak melihat pendidikan Barat sebagai model yang perlu diadopsi. Harus diakui, strategi pendidikan Barat memiliki keunggulan dalam membangun kemampuan berpikir kritis, kemandirian, dan pengambilan keputusan yang matang. Namun, ada perbedaan mendasar antara nilai-nilai Barat dan Timur. Budaya Barat yang berorientasi pada individualisme, kompetisi, dan rasionalitas sering kali berbenturan dengan budaya Timur yang mengedepankan kolektivisme, keteladanan, dan spiritualitas.

Perbedaan ini bukanlah hambatan, melainkan peluang untuk merancang sistem pendidikan yang mengintegrasikan keunggulan keduanya. Strategi pendidikan Barat yang menekankan berpikir kritis, inovatif, dan eksploratif dapat diselaraskan dengan nilai-nilai Timur yang berbasis adab, kebijaksanaan, dan spiritualitas. Pendidikan adalah kunci utama dalam membangun peradaban yang bermartabat. Sejarah mencatat bahwa Islam pernah menjadi pilar peradaban dunia selama lebih dari tujuh abad sebelum akhirnya digantikan oleh dominasi Barat. Namun, sejarah peradaban bersifat siklis—dan kini kita memasuki fase ketiga dalam siklus tersebut.

Pertanyaannya, apakah Islam, dengan akar nilai-nilai universalnya, dapat kembali memimpin peradaban dunia? Indonesia memiliki potensi besar untuk mewujudkan hal ini. Dengan menggabungkan nilai-nilai lokal, ajaran Islam, dan strategi pendidikan modern, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya kompeten, tetapi juga beradab. Generasi yang mampu menghadapi tantangan global tanpa kehilangan identitas moral dan spiritual.

Menuju Indonesia Emas 2045 yang Beretika dan Berkarakter

Krisis etika di tengah masyarakat yang tengah bermimpi menuju Indonesia Emas 2045 kini menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Baik di ranah intelektual maupun di tengah masyarakat umum, diskusi tentang degradasi moral ini menggema di media sosial, koran, majalah, kafe, kampus, bahkan di angkringan. Fenomena ini mencerminkan kegelisahan kolektif terhadap semakin menipisnya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bagikan

Opini lainnya
forum pemred
Terkini
pekanbaru