Budaya Arab dan Ajaran Islam: Dua Hal yang Berbeda

Foto Oleh: Dirwan Ahmad Darwis
×

Budaya Arab dan Ajaran Islam: Dua Hal yang Berbeda

Bagikan opini

Perlu ditegaskan, bahwa budaya Arab dan ajaran Islam itu adalah dua hal yang berbeda. Di Minangkabau ini sering saya mendengar, ketika bicara budaya, orang-orang selalu mengkaitkan dengan kesenian tradisi, petatah petitih alue pasambahan, dan lain-lainnya. Memang benar, itu adalah bahagian dari kegiatan budaya, tapi makna budaya itu sendiri adalah cara atau kebiasaan hidup. Setiap orang atau sekumpulan orang mempunyai cara hidup atau budaya masing-masing. Jika dikaitkan dengan Islam dan Arab, jelas budaya Arab lebih dulu hadir sebelum Islam.

Contoh budaya Arab pra-Islam, misalnya: orang Arab suka mabuk dengan minuman khamar (sejenis anggur yang diperah), membunuh bayi perempuan atau memperjual-belikan perempuan, berjudi, budaya nomaden (hidup berpindah-pindah), berkelahi antar kabilah, menyembah berhala dan lain-lain. Kemudian Islam datang memperbaiki dan melarang semua kebiasaan tersebut (al-Imran:103).

Lalu apa saja budaya Arab di tanah Arab yang kini masih ada karena tidak bertentangan dengan Islam? Salah satu contohnya adalah pakaian jubah dan sorban. Ini menjadi ciri khas “jati diri” budaya Arab, itu bukan budaya Islam. Lalu dalam hal berpakaian, ajaran Islam adalah menutup aurat. Cara menutup aurat di Arab adalah dengan jubah dan sorban. Di Minangkabau aurat ditutup misalnya dengan sarawa jawa, baju taluak balango/guntiang cino dan deta di kepala. Itulah wujud jati diri budaya orang Minangkabau dalam hal berpakaian. Jika masih juga dikatakan jubah itu pakaian Islam, itu salah, kalau tak percaya pergilah ke Arab. Di sana orang Kristen atau non-muslim juga pakai jubah, dan tidak semua orang Arab itu beragama Islam.

Kalau sekarang ada kecendrungan pesantren di Minangkabau membudayakan pakian berjubah, artinya orang Minangkabau sedang di-Arab-kan, sudah pasti pengelolanya tidak paham sosio budaya. Itu tidak ada bedanya dengan mem-Barat-kan orang Minangkabau dalam konteks berbeda, tapi isunya masih dalam konteks jati diri budaya (cultural identity). Kalau kecendrungan meng-Arab-kan orang Minangkabau ini masih berlanjut, bagaimanakah nanti nasib pakaian-pakaian tradisi Minangkabau? Prilaku seperti inilah yang membuat kita senantiasa menjadi etnik atau suku kaum yang kalah dalam perang budaya, yang tidak banyak diketahui ini.

Beda Budaya Komunikasi Arab dan Minangkabau.

Merujuk kepada berbagai literatur, ditemukan bahwa dalam hal berkomunikasi, orang Arab cenderung lebih berterus terang dengan suara lantang kerana budaya mereka mengutamakan kejelasan dan keberanian dalam menyatakan pendapat. Bagi mereka itu adalah hal biasa, karena itu lah budayanya, tapi bagi budaya lain mungkin terdengar kasar.

Sebaliknya, orang Minangkabau memiliki dasar budayanya yaitu filosofi Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adaik Mamakai (ABS-SBK-SMAM), yakni ajaran adat yang selaras dan tidak bertentangan dengan Islam. Dalam aspek komunikasi, terkait dengan kesantunan berbahasa, dalam adat Minangkabau ada Langgam Kato Nan Ampek (kato mandaki, manurun, mandata dan malereang). Rumus kesantunan ini berdampak kepada pola komunikasi Minangkabau yang menekankan sopan santun, diplomasi, dan kebijaksanaan dalam berbicara dan bertindak.

Ada beberapa perbedaan budaya dalam sikap dan etika, serta tingkah laku seharian antara masyarakat Arab dan Minangkabau:

a) Gaya bicara orang Arab: cenderung bersuara lantang, ekspresif, dan berterus terang, tidak segan-segan mengemukakan pendapat secara langsung, bahkan dalam perdebatan atau diskusi biasa. Nada suara sering terdengar keras, tetapi ini bukan tanda kemarahan, melainkan gaya atau budaya komunikasi mereka. Gaya bicara orang Minangkabau: senantiasa menjaga kesantunan, terkadang berbicara dengan bahasa kiasan/sindiran halus (kato melereang), agar pesan disampaikan tanpa menyakiti perasaan orang lain. Menjaga nada suara tetap rendah dan sopan, terutama dalam musyawarah dan pertemuan. Jika tidak setuju, lebih memilih menyampaikan dengan bijak atau secara tidak langsung, bukan dengan konfrontasi terbuka.

b) Sikap dan pola komunikasi orang Arab dengan yang lebih tua: Menghormati orang tua adalah nilai penting bagi orang Arab. Tetapi seringkali cara mereka berkomunikasi tetap langsung dan ekspresif. Dalam keluarga, anak-anak mungkin berdebat secara terbuka dengan orang tua mereka. Sedangkan bagi orang Minangkabau: orang tua sangat dihormati, dan tidak biasa bagi seorang anak untuk membantah secara langsung di hadapan orang tua atau kakek neneknya. Jika tidak setuju dengan orang yang lebih tua, mereka akan menyampaikan pendapat secara halus dan berhati-hati, bukan secara konfrontatif.

Bagikan

Opini lainnya
arisal aziz
Terkini