Gaya Hidup Berlebihan: Sebuah Refleksi di Tengah Arus Modernitas

Foto Oleh: Asrinaldi A
×

Gaya Hidup Berlebihan: Sebuah Refleksi di Tengah Arus Modernitas

Bagikan opini
Ilustrasi Gaya Hidup Berlebihan: Sebuah Refleksi di Tengah Arus Modernitas

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era sekarang benar-benar memberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kemajuan ini merupakan hasil dari pemanfaatan teknologi yang terus berkembang pesat. Dahulu, manusia tidak pernah membayangkan bisa bepergian melintasi benua dalam hitungan jam menggunakan pesawat terbang. Kini, perkembangan teknologi robotik pun semakin mempercepat penyelesaian berbagai pekerjaan manusia. Hampir semua cabang ilmu mengalami lonjakan kemajuan, menandai bergesernya era modern menjadi era post-modern. Sayangnya, percepatan ini turut membawa dampak pada perilaku manusia, di mana tidak semua respons yang muncul selaras dengan fitrah kemanusiaannya. Akibatnya, perubahan lingkungan yang begitu cepat ini kerap melahirkan tekanan psikologis yang kemudian diekspresikan secara terbuka di ruang publik.

Salah satu fenomena mencolok yang dapat kita saksikan hari ini adalah maraknya gaya hidup yang serba berlebihan. Bahkan, tak sedikit orang dengan sengaja memamerkan kemewahan tersebut seolah-olah itu adalah prestasi yang pantas dibanggakan. Perkembangan teknologi informasi dan popularitas media sosial, khususnya di kalangan generasi muda, turut menguatkan tren ini. Kehadiran di dunia maya seolah-olah diukur dari seberapa mewah gaya hidup yang berhasil ditampilkan, meski faktanya tidak semua orang dapat menikmati kenyamanan serupa. Tanpa disadari, perilaku ini berpotensi menyeret seseorang ke dalam sikap ‘ujub dan ‘riya. Demi mempertahankan eksistensi di dunia maya, tak jarang mereka menghalalkan segala cara, melupakan makna sejati kehidupan yang seharusnya dijalani dengan kesederhanaan dan kesyukuran.

Fenomena ini sesungguhnya merupakan refleksi dari masyarakat post-modern yang cenderung mendewakan materi dan kemegahan duniawi. Sorotan gemerlap kehidupan dunia telah menggeser banyak nilai, menjauhkan manusia dari ajaran agama yang telah mengingatkan bahaya kehidupan bermegah-megah sejak ribuan tahun lalu. Tak sedikit yang menganggap ajaran agama tidak relevan dengan perkembangan zaman dan justru dianggap menghambat kemajuan hidup. Padahal, di balik gemerlap tersebut, ada kehampaan batin yang dirasakan akibat jauhnya mereka dari nilai spiritual. Dalam perspektif ajaran Islam, kehidupan dunia yang penuh kemegahan justru membawa potensi kelalaian yang sangat besar.

Peringatan Klasik yang Tetap Relevan

Surah At-Takaatsur telah jauh-jauh hari mengingatkan manusia tentang bahaya kemewahan dunia yang melalaikan. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur…” (QS. At-Takaatsur: 1-2). Pesan ini menegaskan bahwa kehidupan dunia yang glamor tidak akan pernah membawa kepuasan sejati, justru menjauhkan manusia dari tujuan hakiki penciptaan dirinya.

Di tengah euforia memamerkan kemewahan di media sosial, Ramadan sejatinya hadir sebagai pengingat penting bagi umat Muslim. Bulan suci ini mengajarkan bagaimana kita mengendalikan hawa nafsu, termasuk kecenderungan berlebih-lebihan terhadap urusan dunia. Muslim yang memahami makna Ramadan akan menyadari bahwa hakikat hidup bukan sekadar mengumpulkan materi atau mencari pengakuan sosial, melainkan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi.

Mereka yang memahami bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara akan menjadikan Ramadan sebagai momentum muhasabah, kembali mengarahkan diri pada tujuan sejati. Surah At-Takaatsur sudah mengingatkan bahwa kelalaian manusia terhadap akhirat adalah konsekuensi dari pilihan hidup mereka sendiri. Artinya, manusia sebenarnya mampu menghindari jebakan duniawi ini, asal ada kesadaran untuk mengontrol diri dan menghidupkan kembali pedoman Ilahi dalam kehidupannya.

Semoga Ramadan tahun ini mampu menjadi titik balik bagi kita semua, khususnya umat Muslim, agar lebih mampu mengendalikan nafsu duniawi dan menjauhi gaya hidup bermegah-megah yang menjerumuskan. Jangan sampai kita larut dalam kesibukan mempertontonkan kenikmatan dunia yang justru membuat kita lupa bersyukur dan lalai mengingat Allah SWT. Pada akhirnya, semua nikmat dunia akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, bijaklah dalam menjalani hidup dan syukurilah setiap karunia-Nya, sekecil apa pun itu. Wallahu a’lam bishawab.Ketua Program Studi Doktor Studi Kebijakan UNAND

Bagikan

Opini lainnya
arisal aziz
Terkini