Matematika Ramadham - Menghitung Keberkahan di Bulan Suci

Foto Supriadi & Zadiarmi
×

Matematika Ramadham - Menghitung Keberkahan di Bulan Suci

Bagikan opini
Ilustrasi Matematika Ramadham - Menghitung Keberkahan di Bulan Suci

Ibadah Ramadhan di satu sisi merupakan bentuk penghambaan manusia dan bukti bakti manusia dalam peribadatan yang khas kepada Allah, ia merupakan kewajiban di antara lima kewajiban utama dalam Islam, sementara di sisi yang lain, Ramadhan merupakan bulan berkah yang di dalamnya terdapat berbagai keutamaan berupa ganjaran pahala yang berlipat ganda dan tanpa batas yang dijanjikan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi; "Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan diberi sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: 'Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.” (HR. Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151).

Islam merupakan agama ilmiah, artinya segala sesuatu yang ada dalam Islam dapat dibuktikan secara ilmiah, tidak ada satupun fakta dalam Islam yang tidak dapat diterima secara ilmiah, termasuk perhitungan pahala itu sendiri, sejak dulu kala Islam telah membuktikan dengan melahirkan banyak tokoh-tokoh pemikir Islam, termasuk ahli matematika. Salah satu tokoh yang paling terkenal adalah Al-Khawarizmi, seorang ilmuwan Persia abad ke-9 yang dikenal sebagai bapak aljabar. Karyanya, Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabala, menjadi dasar ilmu aljabar yang digunakan hingga kini. Selain itu, ada juga Al-Biruni yang membuat perhitungan sangat akurat dalam astronomi dan matematika. Ia bahkan mampu mengukur keliling bumi dengan ketepatan luar biasa menggunakan metode trigonometri. Karyanya membuktikan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan spiritualitas tetapi juga ilmu pengetahuan yang mendalam.

Metode perhitungan para ilmuwan ini membantu dalam menentukan awal bulan puasa, waktu imsak, serta perhitungan zakat fitrah. Ilmu yang mereka kembangkan terus digunakan hingga sekarang dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Berkenaan dengan keistimewaan Ramadhan, sebenarnya kalau diperhatikan dengan seksama, amatlah banyak penerapan kaidah, rumus dan perhitungan matematika ada di dalamnya.

Konsep hisab (perhitungan) tidak terbatas pada menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan saja, akan tetapi juga dalam hal menakar pahala, dosa, serta keberkahan yang diberikan oleh Allah. Pertanyaannya adalah; apakah kita boleh melakukan perhitungan yang sangat detail terhadap dosa, pahala dan keberkahan selama Ramadhan?, maka jawabnya boleh saja dan bahkan dianjurkan oleh Nabi sebagai prasyarat mendapatkan pengampunan dosa yang telah berlalu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Siapa saja yang mempuasakan Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan, maka akan dihapus dosanya yang telah berlalu" (HR. Bukhari No. 38 dan Muslim No. 760). Kata íhtitsaban dalam hadits ini menunjukkan ada suatu bentuk matematika spiritual yang harus dilakukan seorang muslim dalam menjalankan ibadah puasa, sehingga puasa yang dilakukan bukanlah termasuk puasanya orang awam seperti disinyalir oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, tapi justru menjadi puasa yang mampu menghapus dosa yang telah berlalu sebagaimana pesan dari hadits di atas.

Ilmu Matematika mengajarkan bahwa setiap angka memiliki nilai. Demikian pula dalam Ramadhan. Bulan paling istimewa karena di samping pada bulan tersebut diturunkannya Al-Quran, (QS. Al-Baqarah: 185), juga pada bulan Ramadhan tersebut penuh dengan keberkahan karena sekecil apapun amal manusia akan dibalasi Allah dengan bobot hitungan yang luar biasa. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan, bahkan bisa berlipat ganda hingga tujuh ratus kali lipat. Sebagaimana firman Allah SWT: "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji..." (QS. Al-Baqarah: 261).

Sebagaimana dalam matematika manusia memerlukan ketelitian agar mendapatkan hasil yang akurat, begitu pula dalam ibadah, manusia harus melakukan perhitungan yang cermat. Ibadah yang dilakukan dengan penuh keimanan, ilmu dan perhitungan, akan memiliki bobot yang lebih besar dibanding ibadah yang dilakukan sekadar kebiasaan semata.

Rasulullah SAW dalam haditsnya menekankan pentingnya berpuasa dengan penuh perhitungan (ihtisaban). Artinya, bukan hanya sekadar menahan diri, tetapi juga memahami nilai ibadah tersebut. Seperti seorang pedagang yang menghitung untung rugi, seorang Muslim harus menghitung amalnya agar tidak merugi di hadapan Allah.

Kita pasti dapat membayangkan, betapa satu amal kecil saja yang dilakukan di bulan Ramadhan bisa bernilai seperti seribu pahala di bulan lainnya. Bahkan, ibadah di malam Lailatul Qadar disebut lebih baik dari seribu bulan (QS. Al-Qadr: 3). Jika dikalkulasikan, satu malam pada malam Lailatul Qadar ini setara dengan 83 tahun ibadah, sebuah angka fantastis yang jauh melebihi usia harapan hidup manusia saat ini. Begitu besar momentum Ramadhan yang dapat menjadi ladang amal yang paling potensial, maka tak salah bila kita melakukan perhitungan (ihtisaban) pahala lewat Matematika Ramadhan berikut ini:

Jika kita ingin menuliskan konsep pahala di bulan Ramadhan dalam bentuk rumus Matematika Ramadhan sederhana, maka kita bisa mendefinisikan dengan perhitungan (ihtisaban) sebagai berikut, misalkan:

  • Ppr = Pahala Puasa Ramadhan → merupakan Bilangan Tak Terhingga (∞) karena Allah yang langsung membalasnya dengan balasan yang tak terhingga (HR. Bukhari No. 1904, Muslim No. 1151) sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini