Polisi seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, semakin banyak kasus yang mencoreng institusi ini sehingga kepercayaan publik pun terus menurun.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), polisi adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, termasuk menangkap orang yang melanggar undang-undang. UUD 1945 Pasal 30 ayat (4) juga menetapkan bahwa tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Akan tetapi, realitas yang terjadi hari ini semakin jauh dari harapan.
Masih ada polisi yang tulus dan berpihak pada rakyat, tetapi skandal demi skandal yang mencuat ke publik membuat kita bertanya: berapa banyak yang benar-benar setia pada tugasnya? Tak jarang laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti kecuali ada uang yang jadi penggerak. Tak sedikit pula kasus di mana laporan ditanggapi dengan pertanyaan, "Punya bukti yang kuat?" Alih-alih melayani dengan sigap, kini masyarakat dihadapkan pada fenomena #PercumaLaporPolisi yang kerap muncul di media sosial. Bahkan, Polri sering dibandingkan dengan pemadam kebakaran (Damkar) yang menerima laporan masyarakat tanpa memandang seberapa remehnya suatu masalah.
Pemerasan, kekerasan, penembakan, pelecehan, pengancaman hanyalah sebagian dari sederet kasus yang melibatkan polisi. Salah satu yang paling mencengangkan dan terjadi baru-baru ini adalah eksploitasi seksual tiga anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada. Itu baru satu contoh. Jika ditelusuri lebih jauh, daftar kasus yang melibatkan aparat kepolisian sangat panjang, mulai dari penjualan senjata api ilegal, perlindungan terhadap jaringan judi online hingga lambannya respons terhadap laporan masyarakat.
Yang lebih mengkhawatirkan, istilah "oknum" terus digunakan sebagai tameng untuk menghindari tanggung jawab institusi. Namun, jika semua kasus yang disebut sebagai ulah oknum dikumpulkan, jumlahnya begitu besar hingga sulit dipercaya bahwa ini hanyalah kesalahan individu semata. Apakah masih pantas menyebut ini sebagai ulah segelintir orang, atau justru ini sudah menjadi bagian dari sistem yang bermasalah?
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Maret 2023 mencatat bahwa Polri menjadi lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik paling rendah, hanya 64%. Sebagai perbandingan, kejaksaan mendapat kepercayaan 72%, sementara Pengadilan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masing-masing 71%. Meski survei Litbang Kompas pada Juni 2024 mencatat tren kenaikan kepercayaan terhadap Polri hingga 73,1%, hal ini belum cukup untuk menutupi berbagai permasalahan yang terus muncul.Kasus terbaru di tahun 2025, seperti intimidasi dan pengancaman terhadap Band Sukatani untuk melakukan klarifikasi, kembali menunjukkan wajah Polri yang kerap berseberangan dengan kebebasan berekspresi. "Kejadian ini bentuk pembungkaman pada seni," tulis seorang netizen di media sosial, mencerminkan keresahan publik yang semakin meluas.
Polisi harus segera berbenah, atau mereka akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung masyarakat. Jika skandal demi skandal terus terjadi tanpa perbaikan yang nyata, bukan hanya kepercayaan yang hilang, tetapi juga wibawa hukum di negeri ini. Rakyat butuh perlindungan, bukan ketakutan. (***)