Madrasah yang Dianak-tirikan

Foto Catatan Cak AT
×

Madrasah yang Dianak-tirikan

Bagikan opini
Ilustrasi Madrasah yang Dianak-tirikan

Mari kembali ke jalan tadi. Di sisi sekolah negeri, gaji guru bisa mencapai 4,5 juta rupiah per bulan. Bahkan pegawai tata usaha dan cleaning service pun diangkat sebagai pegawai negara.

Di sisi madrasah, ada guru yang dihonor 100 ribu rupiah per bulan. Ya, seratus ribu. Kalau dihitung-hitung, itu bahkan lebih kecil dari anggaran ngopi bulanan para pegawai kementerian.

Ironisnya, yang bergaji 4,5 juta rupiah tadi masih sempat berdemonstrasi menuntut tunjangan lebih besar. Sementara yang bergaji 100 ribu tetap mengajar tanpa keluhan, tanpa mogok, tanpa demonstrasi.

Lalu, ketika negara diminta untuk tidak memotong anggaran madrasah, jawabannya adalah: efisiensi.

Tunggu dulu, efisiensi dari mana? Bukankah madrasah sudah paling efisien? Tidak ada laboratorium, tidak ada fasilitas lengkap, bahkan tenaga pengajarnya lebih banyak digerakkan oleh keikhlasan daripada gaji. Lalu, apa lagi yang harus diefisienkan?

Seakan belum cukup dengan pemotongan anggaran, muncul lagi wacana mendirikan lembaga pendidikan baru di bawah proyek pemerintah. Katanya, ini demi pendidikan rakyat.

Tapi tunggu, rakyat yang mana?

Bukankah madrasah itu juga milik rakyat? Apakah kita harus mendirikan lembaga baru setiap kali ada masalah, sementara lembaga yang sudah ada justru dibiarkan sekarat?

Kita telah melihat sejarah. Pesantren dan madrasah berdiri jauh sebelum negeri ini merdeka. Para santri dan kiai mereka lebih banyak yang terbaring di Taman Makam Pahlawan dibanding para birokrat yang mengatur anggaran mereka hari ini.

Dan ironinya, mereka yang berjuang mati-matian untuk bangsa ini malah dibiarkan hidup dalam ketidakadilan di negerinya sendiri.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini