Berbuka Puasa: Ketaatan, Kesederhanaan, dan Cerminan Kebahagiaan Akhirat

Foto Zamzami Saleh, Lc., M.H.
×

Berbuka Puasa: Ketaatan, Kesederhanaan, dan Cerminan Kebahagiaan Akhirat

Bagikan opini
Ilustrasi Berbuka Puasa: Ketaatan, Kesederhanaan, dan Cerminan Kebahagiaan Akhirat

“... kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam datang...” (Q.S. Al-Baqarah ayat 187)

Waktu berbuka puasa adalah waktu yang paling ditunggu pada saat kita berpuasa di bulan Ramadhan. Sejak terbit fajar kita sudah tidak lagi makan dan minum. Seharian kita tetap beraktifitas sembari menahan lapar dan dahaga, mengiringi rasa capek dan lelah yang melanda tubuh kita. Saat matahari tenggelam, waktu Maghrib datang, kita pun berbuka puasa. Dahaga seharian hilang dengan beberapa tegukan air. Lapar yang mendera pun hilang tatkala makanan mengisi lambung kita.

Pertanyaannya, mengapa kita berbuka puasa? Jawaban kita bisa beragam. Ada yang bilang karena waktu berpuasa sudah selesai. Ada pula yang berkata karena rasa haus dan dahaga. Sebagai orang Islam yang merupakan hamba Allah SWT, jawaban paling tepat adalah “karena Allah SWT yang menyuruh kita berbuka puasa.” Ini menunjukkan bahwa kita ini budak Allah SWT. Apapun yang Allah SWT suruh, kita mesti ikut, harus patuh.

Andaipun waktu puasa belum selesai, tetapi Allah SWT suruh kita berbuka, maka kita harus berbuka, seperti halnya orang sakit berat yang kalau dia lanjut puasa dapat menambah berat sakitnya, bahkan membunuhnya, maka ia harus berbuka puasa saat itu meskipun waktu puasa belum selesai. Andaipun ketika waktu Maghrib datang kita tidak merasakan lapar dan haus, kita tetap wajib berbuka puasa. Alasannya tiada lain karena kita hamba Allah SWT, harus patuh dan taat kepadaNya.

Sebagaimana ibadah puasa adalah ibadah pribadi, maka penentuan waktu berbuka puasa pun menjadi tanggung jawab pribadi kita. Kita hanya boleh berbuka puasa saat pasti telah masuk waktunya. Kita baru bisa berbuka puasa apabila telah nyata matahari tenggelam di ufuk barat, atau jam kita yang akurat telah menunjukkan waktu Maghrib sesuai imsakiyyah yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Satu menit saja kita meleset, makan minum lebih dahulu dari waktu Maghrib yang sebenarnya, maka puasa kita seharian menjadi batal, dan kita harus menggantinya.

Kita tidak berbuka puasa karena mendengar azan atau sirine. Azan hanyalah penanda, begitu pula sirine. Bisa jadi azan yang kita dengar tidak didasarkan pada waktu yang tepat. Begitu pula sirine yang kita dengar bukan penanda masuknya waktu Maghrib, melainkan sirine lainnya. Azan bisa dilantunan kapan saja. Sirine bisa terdengar kapan saja. Namun, waktu maghrib hanya sekali terjadi dan pasti waktunya. Kewajiban kita secara pribadi memastikan bahwa kita baru boleh berbuka setelah pasti waktu Maghrib telah masuk. Apabila kita lalai, tidak disiplin, atau keliru, maka konsekuensinya adalah puasa kita bisa batal kalau kita ternyata telah makan atau minum sebelum masuk waktu Maghrib.

Cara berbuka puasa ala Rasulullah SAW adalah style yang patut kita tiru. Rasulullah SAW berbuka puasa hanya dengan beberapa butir kurma basah, atau kurma kering, atau air beberapa deguk saja kalau kurma tidak ada. Padahal Rasulullah SAW itu dahulu ibarat pemimpin negara. Setiap permintaannya pasti dikabulkan dan dipenuhi. Namun, beliau mengajarkan kita bahwa berbuka itu yang penting sederhana. Cukup untuk menunda lapar dan haus kita sehingga kita bisa segera melaksanakan salat maghrib, suatu kewajiban yang juga datang seiring tenggelamnya matahari. Makan dan minum yang tidak banyak juga dapat menstabilkan kesehatan kita, tidak membuat kaget sistem pencernaan yang seharian beristirahat lantaran puasa.

Waktu buka puasa adalah waktu luar biasa. Doa-doa kita akan dikabulkan Allah SWT apabila kita panjatkan pada waktu berbuka puasa. Doa apapun boleh kita lantunkan. Namun, doa terbaik adalah ucapan syukur kita atas nikmat, pengakuan kita sebagai hamba Allah SWT, dan harapan kita agar Allah SWT menghapus segala dosa kita. Apapun doanya yang penting lahir dari hati yang penuh harap hanya Allah SWT yang mampu mengabulkan dan penuh keyakinan bahwa Allah SWT pasti mengabulkan. Tidak usah kita hiraukan perdebatan di media sosial soal doa mana yang paling tepat. Semua doa dibolehkan. Kita pakai doa yang ada riwayatnya, hukumnya boleh. Kita berdoa yang lain juga boleh.

Saat berbuka puasa sejatinya mengilustrasikan kepada kita bagaimana semestinya orang Islam nanti bertemu Allah SWT. Hidup ini seperti masa puasa. Kita mematuhi perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya. Berat sekali rasanya, selaiknya beratnya menahan haus dan lapar serta syahwat selama berpuasa. Manakala berbuka datang, kita begitu gembira. Hapus segala rasa lapar dan dahaga. Segala syahwat yang halal bisa dicurahkan. Rasa seperti itulah nanti ketika kita meninggal dunia. Begitu gembira lepas dari cobaan dan ujian dunia yang kita lalui dengan tetap berteguh dan takwa kepada Allah SWT. Kita bertemu Allah SWT nanti dalam keadaan senang yang menghapus susah, bahagia yang melupakan derita. Gembira bukan buatan bertemu Allah SWT dalam keadaan bertakwa kepadanya, seperti gembiranya orang yang puasa saat berbuka bertemu air dan kurma.(*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini