Di sisi lain, militer sebagai institusi negara berperan dalam menjaga stabilitas nasional. Dalam negara demokratis, militer tetap menjadi kekuatan utama dalam mempertahankan kedaulatan serta menghadapi ancaman eksternal maupun internal. Namun, dalam demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kendali pemerintahan sipil untuk mencegah dominasi yang dapat mengancam kebebasan politik dan hak-hak sipil masyarakat (Stepan, 1988).
Untuk mencapai keseimbangan ideal antara demokrasi dan militer, diperlukan mekanisme pengawasan yang efektif. Salah satunya adalah keterlibatan mahasiswa dalam diskusi akademik mengenai peran militer dalam demokrasi. Dengan wawasan intelektual, mahasiswa dapat memberikan masukan berharga dalam perumusan kebijakan pertahanan dan keamanan nasional (Dahl, 1971). Selain itu, mahasiswa juga dapat berperan dalam mengedukasi masyarakat mengenai batasan-batasan peran militer dalam sistem demokrasi.
Pemerintah memiliki tanggung jawab menciptakan ruang dialog yang terbuka antara masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, dengan pihak militer. Keterbukaan informasi mengenai kebijakan pertahanan dan keamanan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap militer serta mencegah kesalahpahaman yang dapat merusak hubungan sipil-militer (Snyder, 2000). Transparansi dalam kebijakan pertahanan juga memastikan bahwa kekuatan militer tetap berada dalam kontrol demokratis yang sehat.
Mahasiswa sebagai elemen kritis dalam masyarakat harus memahami bahwa menjaga keseimbangan antara demokrasi dan militer bukan hanya soal protes dan demonstrasi, tetapi juga melalui penguatan literasi politik dan kajian akademik. Partisipasi dalam forum diskusi, penelitian, serta advokasi kebijakan berbasis ilmiah akan memberikan dampak jangka panjang yang lebih signifikan dibandingkan aksi-aksi reaktif dan emosional (Putnam, 2000).Dalam banyak negara, hubungan antara militer dan mahasiswa sering mengalami ketegangan, terutama ketika kebijakan pemerintah bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Namun, jika dikelola dengan baik, hubungan ini dapat menjadi sinergi produktif bagi kemajuan negara. Militer yang profesional dan demokratis akan lebih menghargai kritik yang konstruktif dari mahasiswa, sedangkan mahasiswa yang memahami peran militer akan lebih mampu memberikan kontribusi dalam perumusan kebijakan publik (Feaver, 1999).
Keseimbangan antara demokrasi, militer, dan partisipasi mahasiswa merupakan isu kompleks yang membutuhkan kesadaran serta komitmen dari berbagai pihak. Mahasiswa harus terus mengembangkan kapasitas intelektualnya agar dapat menjadi mitra kritis dalam proses demokratisasi. Sementara itu, militer dan pemerintah juga harus membuka ruang bagi partisipasi mahasiswa dalam mengawal kebijakan publik agar tetap berorientasi pada kepentingan rakyat. Dengan demikian, sinergi antara ketiga elemen ini dapat menciptakan stabilitas nasional yang kuat sekaligus menjamin kebebasan dan keadilan dalam sistem demokrasi. (*)