“Vasko Pulang Kampung,” begitulah pertama kali saya melihat kemunculan Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy (kini akrab dipanggil Uda Vasko), melalui baliho-baliho besar di Kota Padang. Fotonya memperlihatkan tubuh sedikit di bawah bahu, mengenakan baju putih sambil tersenyum menampakkan barisan gigi yang putih, logo Partai Gerindra di pojok kanan atas. “Vasko Pulang Kampung,” frasa itu terngiang di kepala. Saya tidak mengetahui kapan Uda Vasko berangkat ke rantau, saya tidak pernah merasa melepas keberangkatannya, tapi ia kemudian mengabarkan pulang kepada orang-orang kampung.
Tapi bukankah jamak begitu kemunculan para perantau di saat pemilihan umum? Sama seperti periode sebelumnya saya mengetahui Uda Audy Joinaldy melalui baliho-baliho dan kemudian hari saya mengetahui ia berpasangan dengan Buya Mahyeldi Ansharullah mencalonkan menjadi wakil gubernur. Bagi rakyat berderai seperti saya, tidak memahami betul konstelasi politik pencalonan kepala daerah, tentulah saya berbahagia saja ada orang-orang muda seperti Uda Vasko (sebelumnya Uda Audy) ingin mengabdi untuk kampung halamannya. Lagian, baik Uda Joinaldy atau Uda Vasko, memunculkan diri sebagai perwakilan orang muda. Mungkin akan membawa gerakan-gerakan baru.
Tak ada wakil gubernur sebelumnya mempopulerkan penyebutan diri mereka sebagai “uda” di depan publik. Wakil Gubernur sebelumnya dipanggil Bapak Nasrul Abit, Bapak Muslim Kasim, Bapak Marlis Rahman, dst. Kalau pejabat-pejabat itu dipanggil “uda” di hadapan publik, bahkan oleh orang-orang terdekat mereka, mungkin mereka tidak akan menyahut dan bahkan orang-orang pun segan memanggil “uda”.
Soal panggil-memanggil ini saya jadi ingat Nadiem Anwar Makarim, Mendikbudristek pada periode kedua Presiden Jokowi, yang merasa nyaman dipanggil “mas”. Bahkan pada periode itu Menteri Pariwisata Sandiaga Udo juga berebut ingin dipanggil “mas”. Kebijakan-kebijakan yang mereka ambil pun berusaha memperlihatkan mereka adalah “mas” bukan “bapak”. Dalam artian, mereka ingin kebijakan termutakhir, terbarukan, mewakili generasi terkini tapi tidak mengabaikan generasi sebelumnya.
Uda Joinaldy, wakil gubernur sebelum Uda Vasko, agaknya juga ingin menunjukkan hal serupa itu. Ia bertemu dengan orang-orang muda, memperlihatkan hobi keren di media sosial yang dilakukan orang-orang muda, main bola kaki, main jetski, berpakaian kasual. Uda Vasko juga begitu setidaknya memperlihatkan diri di media sosial. Setelah beberapa bulan dilantik, ia memperlihatkan keterwakilan orang muda di panggung politik Sumatera Barat.
Ditinggikan Seranting“Vasko Pulang Kampung,” saya selalu ingat kutipan kalimat itu ketika proses perjalan politik Uda Vasko berlanjut. Dalam masa kampanye kemana-mana saya lihat ikat kepala khas laki-laki Minang (deta) tidak lepas dari kepalanya. Sampai ketika ia menjadi, dilantik mendampingi Buya Mahyeldi, ia berusaha turun ke bawah dan menggapai bawah.
Ke bawah, ia perlihatkan kepeduliannya pada rakyat badarai, ia memberi sumbangan pada orang miskin, untuk masjid, mengunjungi tak berumah dan orang terusir, melihat nasib orang-orang di pasar. Ke atas, Uda Vasko memperlihatkan bahwa ia bisa berkomunikasi dan bertemu langsung dengan para pejabat di tingkat nasional. Saya melihatnya melalui media sosial, melalui Instagram-nya Uda Vasko, tak ada pejabat tingkat nasional agaknya yang tidak bisa “ditembus” Uda Vasko.
Dan jika melihat gerakan Uda Vasko melalui media sosialnya tentulah kita berbahagia. Senang rasanya ada pemimpin dari kalangan muda mau merangkul rakyat badarai dan bisa menggalah langsung ke pusat. Sudah lama agaknya tidak terlihat pemimpin dari kalangan muda Sumatera Barat yang punya modalitas politik seperti dia. Sekali-lagi, saya hanya bisa melihat dari media sosial, karena ini paling tampak di permukaan.