Menyambut Hari Pendidikan: Menggugat Diri, Menata Arah Pendidikan Muhammadiyah

Foto Muhammad Najmi
×

Menyambut Hari Pendidikan: Menggugat Diri, Menata Arah Pendidikan Muhammadiyah

Bagikan opini
Ilustrasi Menyambut Hari Pendidikan: Menggugat Diri, Menata Arah Pendidikan Muhammadiyah

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional, mengenang jasa Ki Hajar Dewantara sebagai pelopor pendidikan nasional. Namun, peringatan ini seharusnya tidak berhenti pada seremoni atau slogan-slogan motivasional yang menguap begitu saja. Hari Pendidikan adalah momentum untuk menundukkan kepala, merenung, dan melakukan otokritik terhadap sistem pendidikan kita—termasuk yang dikelola oleh organisasi besar seperti Muhammadiyah. Sebagai gerakan Islam yang sejak awal menempatkan pendidikan sebagai ujung tombak perubahan sosial, Muhammadiyah memikul tanggung jawab besar di tengah derasnya arus zaman.

Muhammadiyah telah membangun ribuan lembaga pendidikan, dari TK ABA hingga perguruan tinggi. Capaian ini layak diapresiasi. Namun, di balik deretan bangunan megah dan jumlah institusi yang mencengangkan, ada satu pertanyaan mendasar yang harus terus diajukan: apakah pendidikan Muhammadiyah hari ini masih setia pada cita-cita awal KH. Ahmad Dahlan—yakni membebaskan umat dari kebodohan, keterbelakangan, dan ketertindasan melalui pendidikan yang berkemajuan?

*_Pendidikan yang Kehilangan Jiwa_*

Salah satu persoalan paling mendasar dalam lembaga pendidikan hari ini adalah hilangnya roh pendidikan sebagai jalan pembebasan. Banyak lembaga pendidikan, termasuk yang berada di bawah naungan Muhammadiyah, terjebak dalam rutinitas administratif, formalitas kurikulum, dan ambisi kuantitatif. Fokusnya lebih pada akreditasi, ranking, pencapaian nilai ujian, dan kompetisi antar-lembaga. Padahal, pendidikan adalah proses membentuk manusia seutuhnya, bukan sekadar menghasilkan lulusan yang siap kerja.

KH. Ahmad Dahlan pernah mengatakan, "Jangan cepat berpuas diri karena memiliki sekolah, tetapi pikirkan apakah sekolah itu bisa mencetak manusia yang berguna." Kalimat ini terasa sangat relevan saat kita melihat bagaimana sebagian sekolah Muhammadiyah sibuk membanggakan gedung baru, fasilitas mewah, dan jumlah siswa, tapi lalai pada pembentukan karakter, adab, dan pemikiran kritis peserta didik. Akhirnya, pendidikan kita menjadi industri, bukan lagi medan perjuangan.

*_Tuntutan Zaman: Ketika Penampilan Mengalahkan Substansi_*

Bagikan

Opini lainnya
Terkini