DPR-Pemerintah Sepakat Pilkada Tetap 9 Desember 2020

Foto Harian Singgalang
Ă—

DPR-Pemerintah Sepakat Pilkada Tetap 9 Desember 2020

Bagikan opini

JAKARTA – Komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu menyepakati dan menegaskan bahwa Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal tahapan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020 tentang Pilkada, yaitu 9 Desember 2020.Hal ini menjadi salah satu kesimpulan Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9).

“Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung membacakan kesimpulan.Dalam Raker, sejumlah anggota dan pimpinan Komisi II DPR juga berpandangan, penyelenggara pemilu harus mampu menjawab tantangan publik di tengah desakan untuk memundurkan tahapan Pilkada 2020.

“Saya ingin menekankan, kita harus mampu menjawab terkait desakan tuntutan publik terkait pilkada, ini sama komitmennya dengan kita sama-sama ingin menjaga keselamatan masyarakat. Tadi sudah disampaikan bahwa tetap tanggal 9 Desember. Kita harus mampu menjawab keraguan di publik terkait pilkada ini yang dikhawatirkan akan memperparah kondisi Covid-19,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa dalam Raker.Untuk itu, sambung Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR ini, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP penting untuk mulai membuat sebuah aturan dan tidak lagi hanya berwacana. Karena ia melihat adanya keraguan KPU saat ingin melakukan perbaikan PKPU yakni, pertimbangan pengaturan di UU Pilkada Nomor 10/2016 atau Perppu Pilkada. Padahal, KPU pernah membuat PKPU yang bertentangan dengan UU sebelumnya.

“KPU pernah punya preseden, ketika di UU memperbolehkan KPU membuat PKPU yang melarang, melarang eks napi korupsi menjadi caleg, padahal di UU diperbolehkan dan itu menjadi kontroversi,” tutur Saan.Untuk keselamatan Pilkada 2020 ini, Saan menambahkan, ini menjadi semangat bersama untuk menjaga keselamatan masyarakat. Pilihannya hanya dua, revisi PKPU atau membuat Perppu, dan yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah revisi PKPU 10/2020. Di dalamnya, harus tegas melarang bentuk-bentuk kampanye yang berpotensi mengundang massa dalam jumlah besar, dan potensial melanggar protokol Covid-19.

“Penggantinya lewat daring. Meski sudah ditentukan 100 orang, berkaca pada pendaftaran lalu, yang masuk tertib, tapi di luar (sulit-red) dikendalikan. Saya ingin menegaskan kegiatan atau tahapan yang punya potensi mengundang massa banyak harus tegas, dilarang saja,” usulnya.Kemudian, anggota Komisi II DPR Nasir Djamil mendengar bahwa Presiden Jokowi lewat Juru Bicaranya (Jubir) Fadjroel Rahman telah menegaskan menolak penundaan Pilkada pada 9 Desember. Itu jelas sikap presiden dan DPR perlu mengingatkan agar Presiden jangan mundur lagi dan berubah sikap karena, itu akan membuat Mendagri dan penyelenggara pemilu.

“Presiden tidak setuju pilkada ditunda dan tetap diselenggarakan 9 Desember. Permintaan LSM dan ormas-ormas itu wajar. Jangan kemudian dianggap oleh menteri dan presiden menimbulkan pesimisme, tapi dijadikan tantangan bahwa kekhawatiran mereka bisa kita jawab,” tutur politikus PKS itu dikutip dari okezone. (aci)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru