Dalam hukum ekonomi arus utama (mainstream) sistem kapitalisme, soal permintaan (demand) dan penawaran (supply) jelas berkaitan dengan harga dan jumlah barang/jasa yang tersedia. Jumlah barang/jasa yang bisa disediakan oleh sebuah perusahaan juga tergantung pada kemampuan jajaran Direksi dan Komisaris dalam melakukan pengelolaan persediaan dan keadaan keuangan. Hal ini diperlukan agar kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen di pasar tetap optimal dan operasi perusahaan yang memperkerjakan sekian banyak sumber daya manusia tetap dapat dipertahankan keberlanjutannya.Pada posisi inilah Direktur Utama Nicke Widyawati menyampaikan dalam sebuah program diTelevisi swasta nasional pada Hari Selasa tanggal 12 Juli 2022, bahwa PT. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menyiapkan setiap periodik dana sejumlah US$7,5 Miliar untuk persediaan BBM selama 21 hari. Artinya, jika dikonversikan dalam mata uang Rupiah, maka jumlah dana yang harus selalu tersedia (stand by) dalam bentuk kas agar pembelian untuk persediaan lancar adalah sejumlah Rp108,75 Triliun (US$1=14.500) dan atau sampai Rp112,5 Triliun (US$1=Rp15.000).
Jumlah dana per hari yang harus disediakan oleh Pertamina rata-rata sejumlah Rp5,1-5,3 Triliun. Dengan demikian, apabila dana yang tersedia kurang dari jumlah tersebut tentu saja manajemen Pertamina harus melakukan negosiasi dengan pemasok (supplier) minyak mentah dan BBM agar mendapatkan dispensasi dalam melakukan pembayaran dan atau mengajukan utang pembeliannya.Selain itu, persediaan minyak dan BBM yang harus selalu ada selama 21 hari itupun tidak seluruhnya merupakan produksi dalam negeri yang hanya mampu mencapai kurang dari separuh permintaan konsumen dalam negeri. Lifting minyak Tahun 2021 berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas) hanya mencapai sejumlah 660.000 Barel Oil Per Day (BOPD) atau 93,7% dari sasaran (target) yang ditetapkan sejumlah 705.000 BOPD. Sedangkan jumlah konsumsi BBM per hari di Indonesia sudah mencapai lebih kurang 1,6 juta BOPD. Satuan BOPD ini merupakan standar yang digunakan oleh industri minyak dalam melakukan transaksi perdagangan internasional yangmana 1 BOPD setara 158,97 liter atau dibulatkan menjadi 159 liter
Semisalnya mengacu pada harga Minyak Mentah Brent: USD 108.87 per Barrel, atau senilai Rp1.556.841 per barrel, maka harga minyak mentah Brent perliter adalah: Rp1.556.841/159 liter = Rp. 9.791,45 perliter (kurs US$1=Rp14.300. Dengan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia saat ini berdasarkan sumber Korps Lalu Lintas Polri bulan September Tahun 2021, yang totalnya mencapai 143.340.128 unit, diantaranya jumlah sepeda motor adalah 122.437.776 unit atau 85,3 persennya. Jumlah kendaraan bermotor dan perilaku konsumsi konsumen itulah yang akan berpengaruh pada pola pengadaan jumlah persediaan BBM oleh BUMN Pertamina.Sebagai contoh uji (exercise), jika rata-rata pembelian BBM jenis Pertalite per-minggu adalah 2 liter, maka konsumsi satu unit sepeda motor per-bulan menjadi 8-10 liter, dan setahun akan mengkonsumsi sejumlah 96-120 liter. Jika rata-rata ini digunakan oleh jumlah sepeda motor secara nasional itu, maka konsumsi BBM subsidi jenis Pertalite per bulan adalah sejumlah 979.502.208-1.224.377.760 liter per-bulan dan per-tahunnya menjadi 11.754.026.496-14.692.533.120 liter. Maka, hasil penjualan Pertalite per hari yang diperoleh sejumlah Rp7,1-9,4 Triliun tentu belum cukup menutupi harga pokok produksi dan penjualan (HPP) serta biaya-biaya operasional dan administrasi, termasuk pajak dan bunga yang dibebankan.Secara umum memang konsumsi BBM Pertalite lebih besar, yaitu rerata 60 persen secara nasional dan masuk akal atau logis jika semua konsumen menggunakan kartu aplikasi MyPertamina untuk tujuan pengendalian subsidi menjadi relevan. Namun demikian, pertanyaannya adalah apakah benar pemilik sepeda motor ini merupakan kelompok masyarakat miskin ataupun kaya semua? Oleh karena itu, pendataan melalui kartu aplikasi MyPertamina dilakukan agar penyimpangan tidak terjadi dan kelompok penerima subsidi lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang layak dan berhak. Pada posisi inilah pengelolaan persediaan BBM subsidi secara efektif dan efisien harus mampu memadukan dengan kemampuan keuangan yang dimiliki untuk memenuhi konsumsi di tanah air.(*)