Karenanya perubahan prilaku menganut nilai, maka reaktualisasi ABS-SBK itu senantiasa dilakukan. Yang menonjol reaktualisasi ABS-SBK pasca perang Paderi, di Bukit Marapalam Tahun 1837. Sari Pati ABS-SBK – Sumpah Sati Bukit Marapalam yang direaktualisasi itu ditulis arab melayu di Canduang 7 Juni 1964 oleh Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang).Terakhir direkatualisasi Kembali Sumpah Sati itu di Puncak Pato Bukit Marapalam tanggal 15 Desember 2018.
Saya sebagai saksi, sebagai seorang penghulu di antara penghulu-penghulu di Sumatera Barat, saya didaulat memberikan orasi adat pasca sumpah sati, mewakili pembangku adat di Sumatera Barat di samping yang lain ada mewakili ulama dan cadiak Pandai.Pelaksanaan ABS-SBK bagi MHA Nagari-nagari Minang
Pelaksanaan ABS-SBK itu sediri bagi orang Minang, adalah dengan strategi dua komitmen filsafat adat lagi yakni pertama filosofi Syara’ Mangata Adat Memakai (SM-AM) dan kedua filosofi Alam Terkembang Jadi Guru (ATJG). Maka pelaksanaan tiga filosofi: ABS-SBK, SM-AM dan ATJG itu bagi masyarakat adat Minang adalah untuk pemajuan adat dan berperikehidupan beradat, sejak lebih kurang 6,5 abad sebelum merdeka. Artinya ABS-SBK adalah sebagai aturan adat yang dipakai sudah sejak Mei 1403 pasca sumpah sati Bukit Marapalam..Karenanya, “isu seperti ABS-SBK terakhir ini perlu segera mendapat penjelasan, agar tidak berpotensi konflik dan berpotensi ATHG”, saran pikir Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Badan Kesbangpol) Sumatera Barat Dr Jefrinal Arifin, SH, M.Si. Saran itu digarisbawahi semua anggota FKDM Sumbar yang hadir dalam rapat 25 Juli 2022 tadi.
Justru saya ingin katakan, ABS-SBK bukan istilah dan bukan adagium atau pepatah petiti yang boleh diabaikan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dalam subkultur Minangkabau di Sumatera Barat.ABS-SBK sekali lagi adalah filosofi sumber adat dan hukum adat. Panjang lebar sudah banyak saya tulis dalam banyak tulisan dan artikel lepas mediamassa cetak dan online serta medsos, pada banyak makalah nasional dan international, bahkan dalam banyak buku saya, seperti khusus pada buku saya “Minangkabau, Social Movement, 1915.
Karenanya juga ditekankan, ABS-SBK itu bukan konsep baru yang harus dipolemik. Ia aturan adat yang sudah final dan sudah dipakai. Yang belum final itu pelaksanaannya.Pelaksanaanya itu adalah sebagai aturan pemajuan adat itu dan sejatinya adalah sumpah sati pemangku adat di Bukit Marapalam Mei 1403.
Sumpah sati Bukit Marpalam itu berat, yang oleh moyang kalau tidak dilaksanakan ABS-SBK itu, akan mengundang laknat (kutukan) Tuhan Yang Maha Esa sampai ke cucu kemanakan orang Minang sekarang.Akibatnya ketika tak melaksanakan janji/ sumpah itu, orang Minang putus hubungan dengan Tuhan (istilahnya tak berpucuk ke atas), punah tak berlanjut orang Minang dan bangsa (istilahnya tak berurat ke bawah), dan binasa adat, nagari dan bangsa (istilahnya di tengah-tengah digiriak/ dilobangi kumbang).
“Nah itu dia, betapa penting kita jelaskan”, tukuk Dr. Jefrinal menguatkan, bahwa penting segera dijelaskan ABS-SBK itu ke publik, digarisbawahi anggota FKDM Sumbar yang hadir rapat.Di antara anggota FKDM Sumbar yang hadir dalam rapat 25 Juli 2002 itu, saya sendiri (Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo) sebagai ketua, sekretaris Irwandi Walis, S.Sos Dt. Rajo Lelo, beberapa anggota: Drs.Rustam, Drs. Syafwan dan Darmansyah Siroen, SH lainnya. Sedangkan Kepala Kesbangpol Sumatera Barat Dr Jefrinal Arifin, SH, M.Si hadir di dampingi Kabid Kewaspadaan Kesbangpol Sumbar A.H Arslan disertai Kasubid Weni.FKDM Sumbar Jaring Info Berpotensi ATHGFKDM Sumatera Barat, pengurusnya sekarang dikukuhkan dengan Keputusan Gubernur Sumatra Barat No. 200-221-2021, tertanggal 30 Maret 2021. Aktif mendeteksi berbagai isu strategis yang berpotensi konflik dalam menangkal ATHG dan menganalisisnya untuk memantu pemerintahan Daerah sebagai bahan pertimbangan pengambil kebijakan, khusus mmbantu Tim Kewaspadaan Dini Pemerintah Daerah di Daerah Provinsi yang dipimpin Gubernur.
Tugas FKDM dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 17 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 46 Tahun 2019, tanggal 12 Juli 2019. Di antara tugasnya yang diatur Kepmendagri itu, pertama menjaring, menampung, mengoordinasikan dan mengomunikasikan data serta informasi dari masyarakat mengenai potensi ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan). Dan, kedua memberikan laporan informasi dan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan Tim Kewaspadaan Dini Pemerintah Daerah di daerah Provinsi.Sesungguhnya, saya melihat kewaspadaan dini masyarakat itu adalah sudah merupakan naluri masyarakat. Norm kewaspadaan itu di MinangKarena ditunjukan nilai: “siang bacaliak-caliak (dilihat-lihat), malam badanga-danga (didengar-dengar), jauh diulang-ulangi, dekat dikandano (dipelihara). Jadi 2x24 jam dibangun kepekaan kewaspadaan.
Karenanya segala bentuk ketidakpedulian, kelalaian dan sikap abai termasuk tafsir liar harus ditinggalkan, karena dapat membahayakan identitas, integritas dan keberlanjutan masyarakat, bangsa dan negara, dalam menciptakan kondisi dinamis aman tenteram dalam seluruh aspek kehidupan bangsa sebagai substansi Ketahanan Nasional di daerah.Karenanya isu liar menfasirkan ABS-SBK secara politik serta-merta menyebut untuk mengatur syariat Islam, justru itu tafsir liar. Ada kesan dan rasa mengganggu ketahanan budaya bangsa yang dalam perspektif 4 pilar Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, dipahami sebagai sumber nilai-nilai luhur bangsa. Justru pula soal syari’at Islam tidak perlu diatur, sebab itu wahyu dan menyangkut akidah, sudah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.