Padang Panjang, Suatu Ketika

×

Padang Panjang, Suatu Ketika

Bagikan berita
Foto Padang Panjang, Suatu Ketika
Foto Padang Panjang, Suatu Ketika

Gerimis turun di Padang Panjang, suhu 23 derajat. Sudah pukul 10.30 sekarang dan Bofet Gumarang, masih ramai, Ahad (21/11/2021).Saya ada di kota ini, sekarang juga pada suatu ketika di zaman yang agak lampau. Jadi murid SPG, sebuah sekolah yang namanya sudah tak ada sekarang, tapi kampusnya jadi SMA 1 Padang Panjang.

Pada Ahad ini, saya merasa kembali ke masa sekolah dulu, 1982 ketika duduk di kelas 1. Berhenti dan singgah di Gumarang. Tak berubah, suasana di sekitar, hampir-hampir tak berubah pula.Saya pesan segelas kopi. Siang serasa pagi ini, dinikmati kuliner, sarikayo ketan. Meja 1 Gumarang masih di posisi yang sama dan saya sedang di meja itu, sekarang. Kemana pria-pria berkain sarung dan bersebo, yang dulu selalu duduk di meja ini?

Padang Panjang menurut data 2020, berpenduduk 54.421. Sekarang walikotanya Fadli Amran, anak muda yang sering bekerja dalam diam. Pertumbuhan ekonominya 6,39 persen.Saya sayup mendengar siaran radio Radio El Em Bahana. Radio ini mulai operasi penyiaran pada 7 November 1975. Di sini juga ada radio Dian Erata, tempat kami dulu memberikan secarik kertas, untuk kirim-kirim lagu kepada kawan atau pada pujaan hati. Bagi yang punya, yang tidak, apa boleh buat.

Saya nikmati sarikayo ini sudu demi sendok, saat pengunjung kian ramai. Suasana tetap seperti dulu.Selesai, saya layangkan pandangan keluar, terhantuk pada perempuan yang jadi kasir. Di belakangnya tertulis, " kami tidak menerima/menekan kwitansi kosong".

Sudahlah, saya sudahi saja nostalgia sepi di Gumarang ini. Saya hendak ke Batusangkar, mobil menusuk masuk pasar, belok ke Imam Bonjol, melintas depan Masjid Jihad, belok kiri, terus je kanan sampai di Guguak Malintang. Sekolah saya tambah gagah saja, dengan pintu gerbang dari besi stainless, baja nirkarat. Mode pula sekarang besi seperti itu, sama halnya mode meniru merek kota Hollywood, tapi tiba di Padang, pakai terbakar.Padang Panjang, tempat Thawalib dan Diniyah Puteri berdiri di awal abad lampau. Sekarang makin maju saja. Kota ini sudah saya tinggalkan, mobil terus melaju melewati Nagari Gunuang dan tak lama ada gerbang selamat jalan.

Saya sudah di kawasan Tanah Datar. Ada rel bergigi di sebelah kiri dan kereta tak lewat-lewat lagi. Kereta api di Ranah Minang, sudah amat tua. Bermula 1887 dengan jalur sepanjang 315Km. Terakhir ditambah 3 Km ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Sejumlah ruas sudah direaktivasi sehingga menjanjikan untuk wisata kereta, terutama kereta bergigi.Tapi entah iya, entah tidak dan saya sampai sudah di Pariangan, desa terindah di dunia itu. Di sisi kiri dan kanan ada padi menguning, berselang-seling dengan padu yang baru selesai disiang. Marapi, sedang tidur di balik awan. Tak apa-apa saya sudah jafak lekuk tubuhnya yang tua. *

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini