
PADANG – Rumah Sakit Yos Sudarso, Padang memberikan pelayanan yang sama terhadap semua pasien, baik pasien dari peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) maupun pasien umum.
RS Yos Sudarso membagi pelayanan itu berdasarkan usia dan kondisi fisik pasien. Pada prinsipnya pelayanan di Yos lebih dipercepat.
“Kita tidak melihat apakah mereka pasien pemegang JKN-KIS atau tidak. Tapi bagaimana pelayanan itu bisa lebih cepat,” kata Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Yos Sudarso, dr Erlis Beby Julianto, Jumat (15/7) di ruang kerjanya.
Misalnya, sistem pelayanan pendaftaran yang lama dinilai kurang efektif karena memakan waktu yang lama. Sekarang pelayanan itu disebar. Pasien yang membutuhkan dokter datang lebih cepat, dilayani satu pos. Pasien yang sudah tua fisiknya lemah dilayani satu pos dan pasien yang semi kuat dilayani satu pos. Sehingga pelayanan itu bisa dipercepat sesuai kebutuhannya.
Hal itu sebagai bentuk komitmen pihak Yos Sudarso untuk menjalankan perjanjian kerjasama (PKS) yang telah ditandatangani dengan pihak BPJS Kesehatan.
“Sejak 2014, kalau kita berani menandatangani PKS berarti kita komit dengan apa isi perjanjian dengan segala keterikatan dan aturan main. Karena itulah makna PKS. Apapun kita siap, apapun aturan kita ikuti,” katanya.

Tidak adanya perbedaan pelayanan terbukti dari angka pasien yang masuk. Bahwa pasien dari peserta JKN lebih mendominasi.
“Ya banyak pasien dari JKN-KIS, angkanya mencapai 70 persen hingga 80 persen dari seluruh pasien yang masuk,” ujarnya.
Erlis juga tidak membantah sebenarnya tingginya jumlah pasien JKN-KIS yang berobat ke Yos Sudarso juga dipengaruhi terjalinnya koordinasi yang baik dengan BPJS Kesehatan. Bukan koordinasi tentang administrasi saja, tapi juga koordinasi tentang pelayanan.
Dukungan pemerintah terhadap rumah sakit dinilai cukup baik. Baik pemerintah Kota Padang, maupun pemerintah provinsi. Kalau pemerintah provinsi biasanya yang lebih memberi perhatian yakni Bapedalda terkait pengelolaan limbah rumah sakit.
“Kalau kita ragu mereka berikan pentunjuk yang jelas. Kalau kita punya masalah mereka berikan petunjuk yang jelas,” katanya.
Dinas Kesehatan Kota Padang juga demikian, memberikan dukungana yang baik. Mereka ikut mendorong, apa yang perlu dipercepat mereka selalu ingatkan. Dinas Kesehaatan selalu berikan semangat untuk menyelesaikan tugas mereka.
“Misal kita harus bertemu dengan pihak dinas, mereka menginformasikan supaya cepat karena besokmereka akan keluar kota,” ujarnya.
RS Yos Sudarso terus berusaha memberikan pelayanan maksimal, meski sebenarnya dengan sistem INA CBG’s sekarang menurut Yos Sudarso pembiayaannya masih di bawah tarif, tapi masih bisalah subsidi silang.
Untuk mensiasati itu RS Yos Sudarso memperhitungkan semua dengan baik. Bahan-bahan tetap berkualitas, meski tidak dengan merek ternama, yang penting bisa dipertanggungjawabkan.
“Kemudian kami memangkas pelayanan yang tidak penting. Misalnya dulu kita pelayanan harus begini-begitu sehingga membutuhkan tenaga yang banyak, sekarang tidak lagi. Semua di by pass. Soal persiapan dokumen langsung dilengkapi lebih awal, tidak ditunda-tunda. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan akan berkurang. Seandainya semua dikerjakan diujung waktu, saya harus menggaji karyawan untuk lembur beberapa hari, tapi kalau sudah diselesaikan sejak awal, maka biaya itu tidak ada lagi,” ujarnya.
Di rumah sakit cukup banyak SDM yang harus dikendalikan atau dikelola. Banyak sedikitnya yang namanya keluhan dari masing-masing SDM itu tentu ada.
“Itu tidak bisa dipungkiri,” kata dr Erlis.
Contoh, umumnya lebih kepada ketidakpahaman dokter dan perawat sehingga menimbulkan kles. Seluruh diagnosa selalu ditulis, dokter banyak menulis, tapi tulisan dokter susah dibaca sehingga yang membaca tidak mengerti. Untuk mengatasinya, pihak RS melakukan pendekatan. Konfirmasi kepada BPJS Kesehatan, bahwa diagnosa yang dimaksud itu apa.
RS Yos Sudarso sekarang sudah meraih akreditasi Paripurna. Dengan demikian, Yos Sudarso tentu tidak akan bingung lagi ketika memberikan pelayanan maksimal, bahkan kepada pasien JKN-KIS, karena dalam akreditasi, yang paling ditekankan itu adalah kendali mutu dan kendali biaya.
“Bagaimana dengan biaya yang sesuai paket INA CBG’s, pelayanan tetap maksimal. Jadi dari awal itu biaya yang dikeluarkan benar-benar efektif dan efisien,” ujarnya.
Untuk meluaskan pelayanan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kelas rumah sakit. Namun bagi Yos Sudarso dalam lima tahun ke depan ini belum ada rencana untuk meningkatkan tipe rumah sakitnya lantaran syarat untuk mewujudkan itu dirasa sangat berat. Yos Sudarso tetap tipe C tapi kualitas pelayanannya harus nomor satu.
“Dulu memang pernah kami mengurus untuk meningkatakan ke tipe B, Tetapi setelah kami pelajari syarat-syaratnya ternyata tidaK mudah,” ujarnya.

Namun demikian, pihak Yos tetap menambah bangunan baru agar bisa menampung lebih banyak pasien. Terlebih sekarang jumlah peserta JKN terus bertambah. Tapi kalau memang kamar sudah penuh maka pihaknya akan meminta pasien untuk bersabar dulu, nanti setelah ada kamar kosong maka akan segera menghubungi.
“Ketika kamar suatu kelas sedang penuh, maka kami akan menempatkan pasien di kamar kelas berbeda, namun tetap dikomunikasikan dengan pasien, karena pindah-pindah kamar itu tentu tidak nyaman bagi pasien,” katanya.
Kendala yang terbesar soal BPJS Kesehatan dinilai Erlis karena ketidaktahuan masyarakat. Karena BPJS Kesehatan selalu ada aturan baru, tidak tersosialisasi dengan baik sehingga nanti timbul konflik. Contoh kasus, apa kasus yang masuk ke IGD itu. Kadang pasien batuk 10 hari minta dilayani di IGD, minta dijamin, kan tidak bisa, akhirnya bertengkar.
Kemudian antara pihak RS dengan pasien yang masih kurang paham dengan prosedur rujukan.
Rujukan dari FKTP (Puskesma/Klinik/Dokter Keluarga) ke FKTL (RS) itu harus berdasarkan indikasi medis dari dokter, bukan atas permintaan pasien sendiri, kalau atas permintaan sendiri artinya tidak sesuai prosedur, sehingga tidak di jamin.
“Kadang kita ngomong baik mereka marah, kita diam mereka tambah marah, kita kadang tidak tahu lagi mau ngomong apa,” katanya.
Tidak jarang petugas juga jadi korban ketika pasien sudah emosi.
“Jadi sosialisasi secara perseorang tidak mungkin, makanya perlu digunakan media massa seperti Singgalang,” katanya.
Kepada rumah sakit lain yang juga melayani pasien JKN-KIS, Erlis mengimbau agar secepatnya ikut akreditasi. Sebab dalam akreditasi itu lengkap diketahui apa saja hak pasien, bagaimana melayani, itu semuanya di dalam akreditasi. Sekarang sistem akreditasi tidak seperti akreditasi dulu lagu yang cuma memeriksa masalah dokumentasi, tapi akreditasi sekarang memang untuk aplikasi ke lapangan, itu penilaiannya.
“Kalau sudah akreditasi, sudah terpapar semuanya, tidak usah kita pusing lagi. Itu pun kami meresa kurang, karena kemampuan SDM untuk mengaplikasikan itu berbeda. Di Yos itu tenaga berasal dari daerah berbeda, tidak cuma dari Minang dan Jawa, tapi juga dari Tapanuli dan daerah lainnya yang kadang nada bicaranya lebih keras, tapi maksudnya baik,” ujarnya.
Untuk BPJS Kesehatan yang sekarang sudah masuk di usia 48 dia mengaharapkan BPJS lebih eksis lagi. Usaha kesitu sudah lebih banyak. Sudah banyak tim medis di BPJS yang betul-betul mengerti.
“Jadi saya bilang lanjutkan perjuangan, karena hidup itu memang berjuang. Yang dikaver itu se Indonesia,” ujarnya.(*)