Oleh: Aulia Azhar/Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana UNP
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firman-Nya dalam Surat Ar-Rum 41 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Jadi posisi atau tugas manusia sebagai khalifah yaitu memanfaatkan, mengatur, menjaga, mengelola supaya unsur-unsur bumi tersebut tetap lestari dan tidak rusak. Manusia harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Untuk itu setiap Manusia memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi ini. Manusia tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas, karena sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang pelestarian dan pengendalian lingkungan hidup.
Berdasarkan interaksi manusia dengan lingkungan dan adanya bencana dan kerusakan alam yang menyebabkan perubahan-perubahan keadaan alam dan lingkungan, maka yang perlu ditanamkan dalam diri Siswa Sekolah Dasar (SD) adalah kepedulian terhadap lingkungan, yang mana kepedulian terhadap lingkungan ini harus benar-benar tertanam dalam diri kita sehingga kita dapat mewujudkan lingkungan hidup yang indah dan sehat.
Menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut perkembangan pikirannya, anak usia sekolah dasar masih berpikir secara konkrit, meskipun sudah memasuki usia kelas tinggi masih belum bisa berpikir abstrak secara sempurna. Pada usia anak usia sekolah dasar masih diperlukannya pembelajaran yang secara nyata dan konkrit agar anak bisa mudah menyerap ilmu pengetahuan. Penguasaan ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan seseorang dalam kehidupan dengan permasalahan yang semakin kompleks.
Sekolah terutama di tingkat dasar merupakan tempat yang paling baik dan awal dalam menanamkan karakter peduli lingkungan. Usia peserta didik di Sekolah Dasar adalah antara 6-13 tahun, mereka memiliki karakteristik yang cenderung menyukai seseorang yang dapat dijadikan idolanya. Oleh karena itu, sebagai seorang guru hendaknya memiliki kepribadian yang dapat dijadikan teladan dan idola bagi peserta didiknya. Hal ini dapat dilakukan melalui penanaman karakter peduli lingkungan dan tanggung jawab di berbagai kesempatan.
Sebenarnya penanaman karakter peduli lingkungan sudah ada dilakukan oleh sekolah, diantaranya dengan cara membentuk regu piket yang setiap pagi membersihkan kelas, membersihkan halaman sekolah, merawat tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Ini terlihat dari hasil observasi peneliti dimana terlihat kurangnya pengetahuan siswa dalam mengatasi masalah lingkungan hidup, masih banyaknya peserta didik yang kurang peduli terhadap lingkungan seperti: membuang sampah tidak pada tempatnya, hal tersebut dilakukan tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas, serta kurang terawatnya tumbuh-tumbuhan yang berada disekitar sekolah, disamping itu rendahnya kepedulian siswa dalam memahami lingkungannya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: rendahnya motivasi dan partisipasi siswa dalam mengungkap masalah lingkungan; kurangnya literasi siswa terhadap lingkungan di sekitar; kurangnya kepedulian siswa terhadap lingkungan; serta model pembelajaran yang tidak kontekstual.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar peserta didik tertanam perilaku kepedulian terhadap lingkungan adalah dengan menerapkan pembiasaan literasi lingkungan di sekolah. Untuk itu dalam hal ini peneliti melakukan pengembangan berkaitan model jelajah alam sekitar dengan menambahkan pembiasaan bagi siswa dalam hal literasi lingkungan pada tema peduli terhadap makhluk hidup bagi siswa sekolah dasar. Model Literasi Lingkungan Jelajah Alam Sekitar (LiteLJAS) merupakan sebuah model yang penulis kembangkan dalam penelitian disertasi. Model ini disajikan untuk menjadi salah satu solusi dalam mengatasi rendahnya pengetahuan dan kepedulian siswa terhadap lingkungan di sekolah.
Model Pembelajaran LiteLJAS pada tema peduli terhadap makhluk hidup dimulai dengan aktivitas guru yaitu guru mengajak siswa untuk bertanya jawab mengenai isi bacaan yang telah dibaca siswa, guru menyuruh siswa menuliskan peristiwa-peristiwa yang terdapat pada bahan bacaan dalam bentuk diagram alir kemudian secara bergantian siswa membaca hasil kerjaannya kemudian guru menyuruh siswa untuk menandai informasi-informasi penting yang sudah dibaca
Sedangkan untuk mengetahui aktifitas siswa dimulai dengan Siswa membaca teks bacaan sesuai dengan topik yang dipelajari, siswa menuliskan peristiwa-peristiwa yang terdapat pada bahan bacaan dalam bentuk diagram alir kemudian secara bergantian siswa membaca hasil kerjaannya, setelah itu siswa menandai informasi-informasi penting yang sudah dibaca, kemudian siswa dibawa keluar kelas melihat alam sekitar, berkaitan dengan fenomena lingkungan hidup yang ada, seperti pencemaran lingkungan hidup maupun kerusakan lingkungan hidup.
Dalam hal penguasaan materi, siswa diberikan tes. Pada saat tes, siswa tidak dibenarkan bekerja sama menyelesaikan soal tersebut. Setelah melakukan tes, guru menghitung skor kemajuan siswa. Kemudian memberikan penghargaan kepada siswa dengan skor yang tertinggi. Bila data yang dikumpulkan menunjukkan peserta didik mengalami kesulitan dalam menjawabnya, maka guru dapat segera mengambil tindakan yang tepat agar peserta didik terbebas dari kesulitan belajar.
Dari hasil uji coba model pembelajaran LiteLJAS pada tema peduli terhadap makhluk hidup, ditemukan bahwa model ini sangat praktis untuk dilaksanakan. Pada pembelajaran tidak terjadi masalah yang berarti atau berjalan dalam situasi normal. Bagi guru dapat membantu proses pembelajaran. Pada umumnya siswa menyenangi mengikuti proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran LiteLJAS. Secara keseluruhan model ini dapat dinyatakan bermuatan penilaian otentik, sistim pendukung mudah dilaksanakan, mudah dipahami, bermanfaat, dan menarik;
Hasil uji Efektifitas model pembelajaran LiteLJAS beserta produk pendukung berupa buku siswa dan buku guru. untuk aspek pengetahuan dan kepedulian lingkungan siswa selama proses pembelajaran berkembang dengan baik, dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru.
Model pembelajaran LiteLJAS ini memfasilitasi siswa untuk melakukan interaksi sosial yang lebih komplit, yaitu ketika siswa melakukan kegiatan eksperimen, diskusi dalam kelompok dan di dalam kelas. Interaksi sosial ini akan mendorong tumbuhnya interaksi homogen dan heterogen baik inter maupun antar kelompok. Hal ini akan merubah sistematika pembelajaran di sekolah yang terfokus pada satu arah menjadi banyak arah dengan menfasilitasi siswa untuk berinteraksi sesamannya. Pola model pembelajaran LiteLJAS ini dikembangkan seirama dengan harapan dari kurikulum 2013, yaitu berpusat pada siswa dan berbasis pendekatan scientific. Hal ini dapat menjawab tantangan Abad 21 yaitu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi pada penguasaan materi inti, kepedulian pemecahan masalah, kepedulian belajar dan berinovasi serta kepedulian teknologi informasi dan media.
Artikel ini ditulis oleh Aulia Azhar, berdasarkan disertasi yang ditulis dalam rangka penyelesaian Program Doktor (S-3) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Padang dengan Promotor Prof. Dr. Eri Barlian, MS., dan Co-Promotor Dr. Nurhasan Syah, M.Pd.
Komentar