Pengamat: Gugatan Pilkada Cenderung Akal-akalan

×

Pengamat: Gugatan Pilkada Cenderung Akal-akalan

Bagikan berita
Pengamat: Gugatan Pilkada Cenderung Akal-akalan
Pengamat: Gugatan Pilkada Cenderung Akal-akalan

[caption id="attachment_23452" align="alignnone" width="3244"]Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul (kanan) memimpin persidangan tahap dua perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (12/1). Sidang tahap kedua dari pemeriksaan PHP ini digelar dengan agenda mendengarkan jawaban termohon dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait atau pihak pemberi keterangan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16 Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul (kanan) memimpin persidangan tahap dua perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (12/1). Sidang tahap kedua dari pemeriksaan PHP ini digelar dengan agenda mendengarkan jawaban termohon dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait atau pihak pemberi keterangan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16[/caption]PADANG - Pengamat Hukum Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Miko Kamal menilai banyaknya gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah serentak 2015 yang ditolak Mahkamah Konstitusi, karena penggugat tidak siap.

"Ada 35 gugatan yang ditolak karena batas waktu pengajuan sudah lewat, ini pertanda pihak penggugat tidak siap, ada kecenderungan akal-akalan saja untuk menghambat penetapan calon terpilih oleh KPU," katanya.Ia menyampaikan hal itu menanggapi putusan MK yang menolak melanjutkan 35 perkara sengketa Pilkada serentak 2015, karena melampaui tenggang waktu pengajuan permohonan yaitu 3 X 24 jam sejak SK KPU ditetapkan.

Menurutnya, jika sejak awal para calon kepala daerah mempersiapkan diri maka tidak akan terlambat mengajukan berkas permohonan, apalagi pasti mereka sudah tahu sebenarnya berapa perolehan suara sebelum KPU menetapkan secara resmi."Namun yang terjadi saat ini ada yang memasukkan gugatan karena sakit hati, ini harus diberi pelajaran karena menghambat proses penetapan calon pemenang oleh KPU," ujarnya.

Ia menilai dengan sejumlah persyaratan yang dibuat MK kepada pihak yang mengajukan gugatan merupakan upaya menjaga kualitas demokrasi di Tanah Air.Misalnya, selisih suara maksimal dua persen serta batas pengajuan tiga kali 24 jam. Jika tidak ada syarat ini bisa saja semua calon yang kalah akan mengajukan gugatan.

"Bisa dibayangkan berapa uang rakyat terbuang percuma jika sekadar melayani permohonan orang-orang kalah yang memasukkan permohonan PHPU. Biaya tersebut digunakan KPU untuk membayar pengacara, akomodasi dan menyiapkan berkas," kata dia.Ke depan ia mengusulkan agar MK memiliki sistem yang dapat menolak secara otomatis pihak yang mengajukan gugatan namun melanggar syarat yang ditetapkan, seperti selisih suara di atas dua persen dan melewati batas pendaftaran perkara.

Sementara Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai adanya batas waktu pengajuan PHPU ke MK mengindikasikan MK lebih fokus pada keadilan administratif dibandingkan progresif."Waktu 3 X 24 jam itu singkat, mungkin kalau di Jakarta memang bisa, tapi kalau di Indonesia bagian timur akses masih sulit," kata dia.

Apalagi, ia melihat MK telah menambah waktu untuk menyidangkan perkara PHPU dari 30 hari menjadi 40 hari, seharusnya batas waktu pengajuan gugatan ditambah.(aci)sumber:antara

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini