Pengembangan Model Pembelajaran Listening ‘Think- Pair-Share’  di Media Sosial

×

Pengembangan Model Pembelajaran Listening ‘Think- Pair-Share’  di Media Sosial

Bagikan berita
Foto Pengembangan Model Pembelajaran Listening ‘Think- Pair-Share’  di Media Sosial
Foto Pengembangan Model Pembelajaran Listening ‘Think- Pair-Share’  di Media Sosial

Oleh Syofianis Ismail/ Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNPMenguasai bahasa Inggris saat ini menjadi semakin penting. Tidak hanya karena diperlukan untuk berkomunikasi, tetapi juga diperlukan untuk mengakses berbagai informasi karena saat ini sebagian besar informasi ilmiah, baik lisan maupun tulisan lebih banyak tersedia dalam bahasa Inggris. Apalagi saat ini penemuan dan penyebaran informasi semakin cepat karena bantuan teknologi informasi yang semakin maju sehingga semakin banyak pengetahuan yang harus diketahui dan dipelajari. Mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris memerlukan, kemauan yang kuat, keseriusan dan waktu yang relatif lama. Namun sekarang dengan adanya teknologi informasi yang semakin canggih, proses pembelajaran menjadi semakin mudah. Misalnya mempelajari Bahasa Inggris dengan menggunakan internet, social media dan lain-lain.

Dalam 10 tahun terakhir teknologi informasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga terjadi disrupsi dalam berbagai hal kehidupan manusia. Banyak perdagangan barang dan jasa mengalami penurunan mendadak. Pendidikan juga mengalami hal sama, bahkan disrupsi di dunia pendidikan lebih besar karena diperparah adanya wabah Covid-19. Kedatangan wabah telah membuat dunia pendidikan gagap dan kurang siap menghadapinya. Mendikbud merespon keadaan tersebut dengan menetapkan semua pembelajaran melalui daring dan mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud No.363962/MPK.A/HK/ 2020 tanggal 17 Maret 2020 perihal pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah (WFH). Dalam surat tersebut pemerintah memberikan rujukan beberapa situs pembelajaran daring dari pihak swasta. Meskipun dalam surat tertulis gratis, tapi kenyataanya tetap berbayar dan kalau ada masalah solusinya dikembalikan kepada masing–masing institusi pendidikan. Akibatnya kebijakan yang dibuat tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan.Di lapangan juga terjadi banyak masalah akibat belajar daring, yaitu: Pertama, terjadi overload (terlalu banyak) tugas kepada siswa dan mahasiswa, sehingga terjadi peningkatan stress pada peserta didik. Stres karena menghadapi pandemi dan banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Kedua, tidak semua peserta didik memiliki perangkat digital yang mendukung dan jaringan internet yang lancar. Akibatnya mereka tidak dapat mengikuti pembelajaran daring dengan maksimal terutama yang berada di daerah terpencil. Ketiga, tidak semua tenaga pengajar, guru dan dosen menguasai perangkat digital, terutama, guru-guru yang lansia di SD dan PAUD. Akibatnya pembelajaran daring membosankan dan monoton. Keempat, biaya belajar daring ternyata tidak murah. Semakin bagus aplikasi yang digunakan ternyata membutuhkan piranti yang mahal. Padahal tidak semua masyarakat sanggup membeli piranti yang memadai sehingga faktor ekonomi menjadi kendala utama dalam pembelajaran daring. Kelima, tidak semua mata pelajaran dan mata kuliah dapat diimplementasikan atau diajarkan melalui pembelajaran daring. Hanya beberapa mata pelajaran atau mata kuliah tertentu saja yang dapat diaplikasikan dengan daring. Keenam, pembelajaran daring menjadi miskin ekspresi. Padahal pendidikan membutuhkan banyak ekspresi. Pendidikan penuh dengan nilai norma yang dibagikan. Ruang ekspresi inilah yang hilang dalam pembelajaran daring.

Ada dua solusi yang diberikan pemerintah dalam menjalankan pembelajaran secara daring. Pertama, regulasi sistem pendidikan seperti yang tertuang dalam surat edaran Dirjen pendidikan Tinggi No. 302/E.E2/KR/2020. Selain mengatur masalah regulasi penyelenggaraan pendidikan, surat ini juga menghimbau sekolah dan kampus agar memberikan metode dan strategi pembelajaran yang mudah kepada mahasiswa. Kemudian pemerintah juga memberi bantuan pulsa, beasiswa, subsidi kuota dan lain. Kedua, reposisi penggunaan dana BOS sehingga dapat digunakan untuk membeli kuota dan mendukung berbagai macam keperluan untuk penanganan pandemi Covid-19. Dua kebijakan ini cukup membantu proses pembelajaran meskipun tidak menjawab semua persoalan diatas, khususnya terkait isi pembelajaran dalam situasi Covid-19. Apalagi pandemi ini diprediksikan masih akan berlanjut cukup lama sehingga akan menghambat proses pembelajaran langsung. Di sinilah perlunya ada solusi untuk membantu para pendidik dan peserta didik dalam belajar mandiri.Dengan alasan diatas maka penulis ingin mencari solusi terhadap masalah pendidikan dengan melakukan penelitian tentang model pembelajaran Listening di masa pandemi Covid 19. Penelitian dilakukan dengan menggunakan strategi collaborative study yang disebut dengan ‘Social Media Assisted Listening Think Pair Share’ (SMALTPS) atau Pembelajaran Listening Bebantuan Social Media melalui Youtube dan Whatsapp dalam proses pembelajaran secara daring di Sekolah dan di perguruan tinggi.

SMALTPS merupakan strategi pembelajaran yaitu konsep untuk membantu pendidik mendiskusikan materi dan latihan yang diajarkan secara online dengan situasi sesuai dengan konteksnya. Untuk menentukan hasil pembelajaran yang dicapai dari pembelajaran listening ini maka mahasiswa/siswa didorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam praktiknya, pembelajaran listening dilakukan secara autentik yaitu pembelajaran yang mengutamakan pengalaman nyata, bermakna dalam kehidupan dan dekat dengan kehidupan nyata sehingga cocok jika diterapkan di massa pandemi seperti sekarang ini.Pengembangan model pembelajaran sangat penting dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Salah satu urgensinya adalah karena model listening bahasa Inggris yang diterapkan dosen selama ini belum optimal dan salah satu solusi dari permasalahan ini adalah dengan menerapkan model Pembelajaran SMALTPS yang diharapkan dapat membantu dosen dan guru bahasa Inggris, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar mahasiswa.

Baca juga:

Model pembelajaran SMALTPS ini didesain melalui model pengembangan ADDIE kemudian dilanjutkan dengan evaluasi dan seterusnya sesuai dengan tahapan prosedur model tersebut. Analisis awalnya dimulai dengan analisis instrumen. Berdasarkan evaluasi peneliti, kemudian dilanjutkan dengan analisis pendahuluan oleh ahli, yaitu analisis kebutuhan untuk memperoleh data dan informasi apa yang dibutuhkan, hingga diperolehlah sebuah kerangka karakteristik model pembelajaran yang dibutuhkan. Penggunaan model pembelajaran SMALTPS kevalidannya sebesar 83 %. karakteristik kevalidan model pembelajaran ditinjau dari aspek isi, prinsip dan aspek karakteristik pengembangan model, untuk karakteristik kevalidan sistem pendukung model ditinjau dari aspek kegrafikan, konten, pembelajaran dan kebahasaan. Praktikalitas penggunaan model pembelajaran SMAL”TPS” diperoleh nilai rata-rata 85 % berada pada kategori sangat tinggi, karakteristik kepraktisan model pembelajaran ditinjau dari hasil observer, dosen dan mahasiswa, karakteristik kepraktisan berupa, model ini sudah dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak terjadi masalah yang berarti dalam situasi normal, mudah dipahami, mudah dilaksanakan, waktu yang terbimbing efisien dalam pembelajaran.SMALTPSL model efektif ditinjau dari pengaruh pemakaian model, peningkatan kemampuan listening dan peningkatan dampak pengiringnya. Peningkatan kemampuan listening dilihat dari meningkatnya pemahaman vocabulary meaning melalui konteks, konsep dan meningkatnya kemampuan menentukan main idea dalam listening, sedangkan dampak pengiringnya dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas, minat dan sikap belajar mahasiswa dalam mata kuliah Basic listening. Efektivitas penggunaan model dilihat dari hasil uji N-Gain score diperoleh nilai  37 % termasuk dalam efektivitas sedang, dengan N-Gain score minimal 14.29 dan maksimal 54.29, sedangkan nilai rata-rata N-Gain score  kelas eksperimen 73 % termasuk dalam efektivitas tinggi, dengan N-Gain score minimal 52.00 dan maksimal 100.

Pentingnya penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek teoritis dan aspek pragmatis. Aspek teoritis menjelaskan bahwa model SMALTPSL dapat menjadi pilihan model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran bahasa Inggris di semua skills. Model SMALTPSL ini juga dapat memperkaya hakikat keilmuan pendidikan Bahasa Inggris, khususnya model aktif inovatif yang mengacu pada standar kelulusan mata pelajaran Bahasa Inggris dimana siswa harus memiliki kemampuan aktif, kreatif, efektif dan inovatif.Dari aspek pragmatis (praktis) model SMALTPS ini dapat digunakan untuk menjadi model dan solusi bagi dosen atau guru dalam memecahkan masalah dan kendala dalam mata pelajaran bahasa Inggris yang selama ini yang dihadapi guru. Selain itu bagi praktisi pendidikan, model Pembelajaran SMALTPS ini dapat menjadi bahan diskusi sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran listening mahasiswa khususnya pada mata kuliah Basic Listening bahasa Inggris.

Pengembangan model pembelajaran SMALTPS ini memiliki nilai novelty yang disesuaikan dengan kondisi pembelajaran pada saat pandemi ini, yaitu adaptasi kebiasaan dalam “Berpikir”,”Berpasangan” dan “Berbagi”  yang merupakan tolak ukur pembelajaran SMALTPS untuk memahami listening dengan lebih baik. Keunggulan teknik pembelajaran ini adalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai  dengan potensi yang dimilikinya, berpikir kritis dan kreatif sehingga pembelajaran mandiri terwujud lebih menyenangkan dan tidak membosankan.Model Pembelajaran ini sudah dipresentasikan mulai dari rancangan sampai hasil penelitian dalam bentuk Poster product of innovation dan seminar di tiga Negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Dari tiga seminar ini diperoleh 3 medali yaitu medali emas, perak dan perunggu (Gold, Silver and Bronze).  Model ini juga sudah diujikan cobakan pada mahasiswa di Universitas Islam Riau, Tongren University dan “Xi’an Aeronautical University, China.

Artikel ini ditulis oleh Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP, Syofianis Ismail, dengan Promotor  1). Prof. Dr. M. Zaim, M. Hum., 2). Prof. Dr. H. Mukhaiyar, M. Pd. dan 3) Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed., Ed.D. (*) 

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini