Pengembangan Prososial Anak Usia Dini pada Arena Bermain Fasilitas Umum

×

Pengembangan Prososial Anak Usia Dini pada Arena Bermain Fasilitas Umum

Bagikan berita
Foto Pengembangan Prososial Anak Usia Dini pada Arena Bermain Fasilitas Umum
Foto Pengembangan Prososial Anak Usia Dini pada Arena Bermain Fasilitas Umum

Oleh Setiawati/ Kandidat Doktor Ilmu Pendidikan UNP PadangManusia tidak bisa menjalani kehidupan sendirian. baik secara langsung maupun tidak, manusia selalu membutuhkan orang lain, karena hal ini sudah merupakan fitrah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)( Plato dalam Magfirah, 2010). Namun sejak dilahirkan manusia belum memiliki sifat sosial. Artinya setiap anak yang baru lahir belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain (sosialisasi). Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. 

Dilihat dari dimensi pedagogis, keluarga merupakan lembaga yang sangat penting dalam proses pendidikan anak. Keluarga menjadi titik awal pendidikan dan pematangan anak (Sagala, 2004), sebab dari keluargalah anak dilahirkan dan dididik melakukan pembiasaan hal-hal sederhana, seperti makan, minum, berpakaian, berbicara, sopan santun, dan sebagainya sesuai perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai pengalaman yang diperoleh dari lingkungan, baik dari orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Sehingga perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan di luar rumah (Hurlock, 2000). Lingkungan keluarga menjadi lingkungan pertama dan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan perilaku prososialnya.Perilaku prososial merupakan bagian dari kompetensi sosial yang perlu dikembangkan sejak usia dini, karena hal ini bersangkut paut dengan sikap positif terhadap diri dan terhadap orang lain. Sejak kecil anak diharapkan telah belajar cara berperilaku prososial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekatnya. Pengalaman sosial anak pada waktu usia dini merupakan titik awal bagi anak dalam menumbuhkan sikap peduli terhadap orang lain (prososial). Apabila masa kecilnya mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan dari lingkungannya, maka anak tersebut cenderung berperilaku anti sosial. Begitu juga sebaliknya, apabila anak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam berhubungan dengan lingkungannya, maka anak tersebut cenderung berperilaku prososial. 

Keluarga memiliki peranan penting dan sangat urgen dalam pengembangan prososial anak, terutama sekali ketika anak berusia di bawah lima tahun. Karena pendidikan dalam keluarga lebih bersifat alamiah, kodrati dan lebih bersifat emosional. Di samping itu anak lebih banyak menghabiskan waktu kesehariannya bersama keluarganya dibandingkan kelompok sosial lainnya. Dalam menumbuhkan perilaku prososial anak tersebut orang tua bisa memanfaatkan berbagai fasilitas umum seperti arena bermain.  Arena bermain fasilitas umum merupakan salah satu sarana yang sangat efektif  dalam pengembangan prososial anak karena melalui bermain dengan teman sebaya, anak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latarbelakang. Munculnya minat dan motivasi untuk bergaul, adanya bimbingan dan pengajaran dari orang tua atau orang dewasa lainnya, yang biasanya menjadi “model” bagi anak. Munculnya kemampuan berkomunikasi yang baik yang akan ditiru oleh anak, di mana hal ini membawa dampak yang besar setelah mereka dewasa nantinya.  Selain itu di arena bermain fasilitas umum juga memungkinkan terjadinya berbagai perilaku anak, misalnya bersabar menerima giliran, saling toleransi, menahan diri/ tidak memonopoli dan mau berbagi, bekerja sama, persaingan serta berbagai perilaku sosial lainnya 

Permasalahan yang terjadi selama ini di arena bermain fasilitas umum berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa orang tua sibuk dengan anak masing-masing, tanpa peduli terhadap anak orang lain. Ada anak yang menangis karena tidak diberi kesempatan memainkan mainan yang ada di arena bermain oleh anak-anak yang lain.  Padahal anak-anak yang lain tersebut ditemani oleh orang tua mereka. Masing-masing orang tua sepertinya tidak peduli, karena mereka sibuk dengan HP atau ngobrol dengan orang lain. Dalam hal ini proses sosialisasi terhadap anak usia dini belum dilaksanakan oleh orang tua dengan baik. Untuk membahas fenomena ini, maka ada tiga teori yang dapat digunakan, pertama Behavioristik, di mana aliran ini menyatakan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Anak belajar dari lingkungannya, kedewasaan anak sangat ditentukan sejauh mana lingkungan membentuknya. Kedua teori “Observational Learning” yang dikemukakan oleh Bandura, di mana anak belajar melalui pengamatan. Pengamatan atau observasi terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya, merupakan proses terhadap pematangan anak. Agar anak mampu mengamati secara nyata, maka perlu penciptaan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan semua aspek perkembangan seperti: fisik, motorik, bahasa, seni, sosial dan lain sebagainya. Ketiga teori “Practical Life” yang digunakan oleh Montessori. Dalam teori ini dipahami bahwa aktivitas praktik memungkinkan anak untuk mencoba hal-hal yang dikerjakan oleh orang dewasa dan sering mereka saksikan setiap hari, misalnya berpakaian sendiri, membersihkan rumah, dan menyapa orang sekitar. 

Selain memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan diri, aktivitas ini juga dapat mengenalkan dan mengarahkan anak pada adat kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya, termasuk juga yang harus dikembangkan di arena bermain anak. Oleh sebab itu orang tua atau pengasuh anak hendaknya perlu mempraktekkan secara langsung perilaku prososial seperti “5 S” ( senyum, salam , sapa, sopan, santun ). Perilaku ini memberi makna yang besar terhadap penanaman rasa simpati dan empati anak terhadap temannya, yang mana semuanya itu adalah cikal bakat memunculkan prososial anak, seperti tersirat dalam ungkapan “ Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” Praktik 5 S dalam pengembangan prososial anak di arena bermain fasilitas umum

Perilaku prososial yang dimiliki oleh individu ada yang sudah merupakan predisposisi tetapi juga dapat diperoleh secara eksplisit dengan mengajarkan anak untuk berperilaku prososial, seperti membangun hubungan yang aman dan nyaman, komunikasi, modelling dan dukungan (Hyson & Taylor, 2011). Wujud dari perilaku prososial ini meliputi altruisme, murah hati (charity), persahabatan (friendship), kerjasama (cooperative), menolong (helping), penyelamatan (rescuing), pertolongan darurat oleh orang terdekat (bystander intervention), pengorbanan (sacrificing), berbagi/memberi (sharing) (Brigham dalam Desmita, 2009). Mengembangkan sikap seperti ini pada diri seseorang sejak usia dini akan berdampak menjadi perilaku positif hingga dewasa. Perilaku prososial haruslah ditanamkan pada anak sejak usia dini. Karena pada masa ini anak lebih mudah menerima stimulus untuk membentuk perilaku menolong itu sendiri. Sehubungan dengan itu kepada orang tua hendaklah mempraktekkan 5 S ( senyum, salam, sapa, sopan dan santun, di arena bermain fasilitas umum. Praktik 5 S yang dimaksud adalah, 

Pertama, Senyum. Senyum merupakan ibadah, biasanya seseorang tersenyum karena mereka sedang bahagia, Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Karena senyuman yang ikhlas dapat menyembuhkan penyakit, perekat tali persaudaraan, pengobat luka jiwa, dan bisa menjadi pengikat persaudaraanKedua, Salam. Kata salam berasal dari bahasa Arab berarti keselamatan. Dalam agama Islam salam merupakan ibadah. Memberi, mengucapkan dan menebarkan salam termasuk amal saleh. Jika seseorang memberi salam kepada orang lain berarti seorang itu menyampaikan keselamatan kepada orang yang dia beri salam. Salam akan sangat mempererat tali persaudaraan. Pada saat seseorang mengucapkan salam kepada orang lain dengan keikhlasan, suasana menjadi cair dan akan merasa bersaudara. 

Ketiga adalah Sapa. Menyapa identik dengan menegur, menyapa bisa berarti mengajak seseorang untuk bercakap-cakap. Tegur sapa bisa memudahkan siapa saja untuk bergaul akrab, saling kontak, dan berinteraksi. dengan seseorang, misalnya saja dengan memanggil namanya atau menggunakan kata-kata sapaan lainnya seseorang menyapa orang lain maka suasana akan menjadi hangat dan bersahabat. Keempat, Sopan, maksudnya memiliki sikap rasa hormat dan tertib menurut adat yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang yang sopan akan bersikap mengikuti adat dan tidak akan melanggar adat. Adapun yang kelima adalah Santun, artinya memiliki tingkah laku yang baik, sabar, tenang dan penuh rasa belas kasihan (suka menolong). Seseorang yang bersikap santun akan mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Inti dari bersikap santun adalah berperilaku interpersonal sesuai tataran norma dan adat istiadat setempat. 

Mempraktikkan 5 S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun) tersebut baik di rumah, di lingkungan tempat tinggal maupun di arena bermain fasilitas umum akan memberikan manfaat dan pengaruh bagi pengembangan prososial anak usia dini di masa yang akan datang. Prososial anak yang berkembang dengan baik akan menjadi modal bagi mereka untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu diharapkan  orang tua, pengasuh dan keluarga lainnya untuk dapat membiasakan perilaku tersebut dalam keseharian bergaul dengan anak. (*)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini