PADANG – Ruang sempit seukuran 3×4 meter yang pengab, ruang itu sengaja dibiarkan lembab. Petani jamur tiram menyebutnya kumbung, atau rumah jamur.
Ruang yang penuh dengan baglog (media tumbuh jamur tiram) berjejer vertikal. Hanya berdinding kayu, sekenanya. Sebagian bidang tampak berdinding bambu. Untuk budidaya jamur tiram memang tidak membutuhkan ruang besar.
“Memang sengaja dibuat seperti itu, kita harus menjaga udaranya tetap lembab, tapi jangan terlalu basah,”sebut Noli (44) warga Limau Manis, Kelurahan Limau Manih, Kecamatan Pauh pembudidaya jamur tiram, Senin (11/9/2023).
Ruang tersebut menempel pada dinding belakang toko Noli. Rumah jamur ini adalah satu dari tiga kumbung yang dipunya Noli. Selebihnya berada terpisah dari rumah dan toko (Ruko).
“Sekarang sudah tidak banyak yang besar, baru dipanen pagi tadi. Itu yang kecil-kecil bisa panen besok pagi,”sebutnya menunjuk tunas-tunas kecil jamur yang menyembul dari baglog.
Noli adalah salah satu warga pembudidaya jamur tiram di Limau Manih. Diperkirakan sudah ada seratus lebih warga Limau Manis yang menjadi pembudidaya jamur tersebut.
Noli memulai usaha tersebut sejak 2020 lalu, ketika jualan di tokonya sepi. Pandemi covid-19 sedang tingginya. Sejumlah kebijakan diterapkan pemerintah agar penyebaran covid-19 tidak meluas. Salah satunya membatasi ruang gerak warga.
Kondisi itu membuat pembeli ke tokonya juga terbatas, mahasiswa juga tidak kuliah. Kuliah secara daring. Toko Noli memang tidak begitu jauh dari Universitas Andalas. Biasanya daerahnya ramai oleh mahasiswa Universitas Andalas. Saat itu tidak ramai lagi.
Kondisi tersebut kontan membuat pendapatannya berkurang. Kondisi keuangan yang menurun, dia butuh pendapatan tambahan lain.
“Jualan saat itu sepi. Bahkan pendapatan saya dari toko hanya mencapai seperempat dari biasanya. Jadi saya harus berfikir bagaimana bisa menambah pendapatan, tapi tidak banyak interaksi dengan banyak orang,”sebutnya.
Kemudian Noli mencoba usaha jamur tiram. Kebetulan sudah ada Kelompok Wanita Tani (KWT) yang menggeluti usaha jamur tiram di dekat rumahnya. Namanya, KWT Tabiang Mandiri. Dia memberanikan diri mencoba usaha itu, sembari mempelajari cara budidaya.
“Saya ditawari teman baglog sebanyak 1.000 buah. Kemudian saya terima, itu saya beli Rp5 juta,”ungkapnya.
Mengawali dengan 1.000 baglog, Noli bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Saat itu jamur tumbuh dengan baik, pembeli juga banyak.
“Akhirnya dari total 1.000 baglog itu, saya bisa mendapatkan total Rp10 juta dalam 4 bulan,”kenangnya.
Sejak itu, Noli terus berlanjut menjadi petani jamur tiram. Jumlah kumbungnya juga bertambah. Dari satu kumbung kini menjadi 3 kumbung. Dari 3 kumbung itu diisi sebanyak 2.500 baglog.
Untuk mensiasati agar bisa panen setiap hari, Noli membedakan umur baglognya. Kini rata-rata hasil jamur Noli mencapai 10 kg perhari.
“Harganya cukup tinggi, kalau saya jual di rumah saja bisa Rp20 ribu per kg. Permintaan cukup tinggi, bahkan dirinya kesulitan memenuhi permintaan. Apalagi saya sekarang harus mengisi langganan 5 kg jamur setiap pagi,”katanya.
Diakuinya, dengan panen 5 sampai 10 kg tersebut sangat membantu perekonomiannya. Karena rata-rata bisa mendapatkan Rp200 ribu hingga Rp400 ribu perhari.
“Sekarang sedikit berkurang karena baglognya juga berkurang, biasanya rata-rata saya bisa dapat Rp400 ribu sampai Rp500 ribu per hari dengan sebanyak 3.000 baglog, lumayanlah,”ungkapnya.
Kini Noli tergabung dalam KWT Limau Manis Sejahtera. Mengikuti KWT lainnya yang juga mulai bertumbuh.
Cara membudidayakan jamur tiram tidak begitu rumit. Dengan serbuk kayu bekas diaduk dengan dedak dan dolomit, difermentasi kurang lebih 24 jam. Adonan tersebut dimasukan dalam kantong-kantong plastik, yang kemudian disebut baglog.
Baglog ini dikukus selama 8 jam. Setelah itu baru ditanam bibit yang berasal dari beras atau jagung. Setelah itu tinggal disusun vertikal di kumbung, dengan posisi rebah.
“Kalau kami membuat baglog itu dengan komposisi, 100 kg serbuk kayu, ditambah dengan 10 kg dedak dan 1 kg dolomit,”ujarnya.
Untuk membuat sekitar 1.000 baglog paling tidak membutuhkan biaya sekitar Rp2 juta. Jumlah itu sudah semuanya, mulai dari serbuk kayu, dedak dan dolomit.
Dengan 1.000 baglog diperkirakan bisa menghasilkan Rp10 juta untuk selama 4 bulan umur panen. Panen berkelanjutan sampai jamur tidak tumbuh lagi sekitar 4 bulan. Jika jamur tidak tumbuh lagi, maka diganti lagi dengan baglog baru. Begitu selanjutnya.
Kelompok Tani
Setidaknya ada 5 kelompok warga yang memiliki usaha jamur tiram di Limau Manis. Kelompok itu yakni, Kelompok Wanita Tani (KWT) Tabiang Mandiri. Kemudian ada Kelompok Wanita Tani Limau Manis Sejahtera, Kelompok Jamur Koto Panjang, Kelompok Jamur Jawa Gaduik Saiyo dan Kelompok Kampung Duri Saiyo.
Sebagian kelompok tani ini dibawah binaan Forum Nagari Limau Manih. Untuk mengembangkan uaha jamur tiram tersebut, Forum Nagari Limau Manih memberikan bantuan modal pada warga.
Pengurus Forum Nagari Limau Manis, Desi Fitria mengakui perlu motivasi berkelanjutan agar masyarakat konsisten dengan usaha tersebut. Selain itu juga mampu mengatur pola panen jamur.
“Kita terus memotivasi warga agar terus mengembangkan budidaya jamur ini. Karena awalnya masih banyak yang kurang yakin dengan usaha ini. Padahal hasilnya cukup bagus,”sebutnya.
Kini, petani memiliki jumlah baglog yang beragam. Tapi setiap kelompok punya minimal satu kumbung. Panen jamurnya juga beragam. Mulai dari panen 5 kg perhari, bahkan ada yang bisa panen sampai 20 kg perharinya.
Hasil panen jamur ini dapat memberikan penghasilan yang lumayan besar bagi petani jamur. Mereka yang menjadikan usaha jamur tiram sampingan sangat terbantu dengan harga jamur yang terbilang stabil.
Untuk pasar, jamur tiram di Limau Manis banyak peminat. Bahkan, petani juga kesulitan memenuhi permintaan. Kalaupun ada sepi permintaan hanya pada saat lebaran, itu pun dapat disiasati dengan membuat produk turunan.
“Saat panen banyak, warga bisa membuat berbagai macam makanan berbahan jamur. Seperti, rendang jamur, kerupuk jamur, sate jamur, bakso jamur dan jamur krispi. Semua petani sudah banyak yang pandai,”paparnya.
Melihat potensi yang cukup besar. Kemudian Forum Nagari Limau Manis mengalokasi bantuan untuk petani jamur. Pada 2021, Forum Nagari mengalokasikan bantuan Rp75 juta.
Bantuan diberikan pada 20 anggota. Mereka langsung dibelikan kebutuhan budidaya jamur, seperti membangun kumbung, membeli serbuk kayu dedak dan bibit. Kemudian pada pada 2022 Forum Nagari kembali mengalokasikan bantuan Rp80 juta untuk pengembangan budidaya jamur ini.
“Setiap tahun Forum Nagari Limau Manis mendapatkan alokasi bantuan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Semen Padang. Kemudian budidaya jamur tiram ini kami jadikan salah satu program,”ujarnya.
Diakui Desi, kendalanya saat ini petani mulai sulit mendapatkan serbuk kayu. Sehingga menyebabkan proses pembuatan baglog sedikit terganggu.
Selain itu, alat untuk mengukus baglog juga masih manual. Mengukus baglog selama 8 jam membuat warga cukup kesulitan. Karena yang dikukus cukup banyak.
“Sekarang kami mencoba kerjasama dengan Politeknik Negeri Padang, bagaimana bisa membuat oven untuk mengukus baglog dalam jumlah cukup banyak,”pungkas Desi selaku pembina budidaya jamur tiram di Limau Manis.(yose)