Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

×

Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

Bagikan berita
Foto Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri
Foto Pilkada, Timbangan Air Demokrasi Indonesia dan Peranan Polri

Muhammad Bayu Vesky(Wartawan Muda)

NEGARA-negara dunia ketiga sering kali jatuh ke tangga awal,  karena mencoba untuk menjalankan demokrasi.Para elit menafsirkan demokrasi sesuai seleranya. Akhirnya makin banyak selera, muncullah rasa gado-gado. Lalu demokrasi digenggam presiden.

Zaman "jahat", di ruang sempit itu membuat muncul pemikir hebat. Indonesia pernah terjebak dalam hal semacam ini sepanjang orde lama. Akibatnya, muncul berbagai pergolakan daerah, ekonomi hiper inflasi.Ratusan perusahaan terlambat dinasionalisasi. Merdeka 1945, nasionalisasi perusahaan itu baru dilakukan 1958, itulah kini yang menjadi bagian dari perusahaan BUMN, seperti PT KAI, BRI, Pos, Semen Padang dan lainnya.

Indonesia kemudian juga terjebak dalam era orde baru, demokrasi dijadikan kuda pacu, yang menang kudanya itu ke itu saja. 32 tahun lamanya.Pada pengalaman negara-negara Afrika, kudeta, pemberontakan terjadi akibat perebutan kekuasaan. Meja runding bisa patah kaki, karena hebatnya racun kekuasaan.

Karena itu, jika politik, demokrasi, pemilu, pilkada, atau apapun namanya, haruslah dilaksanakan secara padu-padan dengan pendidikan, ekonomi dan budaya.Demokrasi bukan hadiah dari surga tapi satu paket tua dari Yunani Kuno. Orang mewakili orang lewat pemberian hak suara.

Karena paketnya semacam itu maka ada dua hal lain yang perlu diperhatikan secara serius: hukum dan jaminan keamanan. Ini harga mati. Jangan ditawar lagi.Selagi dua hal ini semacam bayang-bayang di layar kaca belaka, maka demokrasi adalah paket omong kosong. Tak akan ditemukan.

Untuk memutus rantai omong kosong itulah, polisi diminta menjaga jalannya demokrasi. Menjaganya tak bisa parsial, aspek lain juga perlu. Pihak lain dari elemen pemerintah harus ikut.Siapa? Semua menteri, karena demokrasi kembali jadi bualan kalau perut lapar. Kebijaksanaan yang mix memang perlu, sehingga satu sama lain tak jalan sendiri-sendiri.

Pada akhirnya adalah silat lidah, bapak maju pilkada, istri juga, ponakan pun ikut. Silat lidah inilah yang perlu SOP. Berapa rumitnya SOP demokrasi demi terwujudnya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).Di tengah kerumitan itulah polisi sedang bekerja. Insan Bhayangkara, mengawal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan seksama. Tenaga terkuras, pikiran berpendar siang dan malam. Inilah polisi, salah satu kontrol sosial representasi negara.

Tahun ini saja, ada 171 Pilkada serentak bakal dihelat di Tanah Air yang  dipasak oleh 13 suku bangsa utama, dari Aceh sampai Papua.Dalam menjalankan amanat demokrasi, pasak tersebut jelas tak boleh goyah. Bagaimana caranya? Polisi mengawasi, mengamankan dan mengawal setiap gerakan Pilkada.

Bukan di hari "H" semata. Tapi menempel secara tertutup dan terbuka di tiap proses pencalonan, lobi-lobi partai, pengumpulan KTP bagi kandidat yang maju non partai hingga mengawal penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).Kemudian, mengawasi musim kampanye, lalu mempelototin masa minggu tenang. Masa ini tergolong rawan, karena masih banyak calon pejabat yang bermental penyuap. Dia hendak beli suara rakyat.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini