Tak Berkategori  

Praktisi Hukum Sebut Tak Ada Pidana Surat Permintaan Sumbangan

Defika Yufiandra (ist)

PADANG – Praktisi hukum, Defika Yufiandra menilai tak ada pidana yang dilanggar dalam polemik surat permintaan sumbangan penerbitan buku bertandatangan Gubernur Sumbar, Mahyeldi.

“Tak ada pidananya, karena tak ada paksaan, sukarela saja,” ujarnya, Senin (6/9).

Managing Director Kantor Hukum Independen (KHI) ini menjelaskan, awalnya ia menduga ada tindak pidana penipuan atau pun penggelapan yang dilakukan lima orang yang menjalankan surat tersebut, dan sudah sempat diamankan polisi, tetapi hal itu terbantahkan dengan gelar perkara yang sudah digelar penyidik Polresta Padang yang belum memutuskan status kasus tersebut.

“Kalau bukti kasus ini kuat, biasanya dari awal mereka yang diamankan tak akan dilepaskan. Bakal ditahan,” lanjut kandidat doktor Fakultas Hukum Univrsitas Andalas ini.

Begitu juga dengan tindak pidana korupsi yang didorong banyak pihak akhir-akhir ini. “Perbuatan mana yang memenuhi pasal-pasal undang-undang tindak pidana korupsi yang dilanggar. Apa pelanggarannya?, mana kerugian negara atau mana penyalahgunaan kewenangan,” ulas mantan Ketua KNPI Sumbar ini.

Pihaknya pun melihat dari awal tidak ada niat untuk melakukan suatu pelangggaran. “Niatnya jelas untuk penerbitan buka potensi Sumbar tiga bahasa, tidak ada niat kejahatan,” tuturnya.

“Tak mungkin juga rasanya, dana yang terkumpul yang hanya segitu sampai pengelolaannya oleh gubernur,” tegasnya.

Untuk itu ia mengajak semua pihak, untuk berfikir jernih melihat persoalan ini, dan tidak memaksakan aparat hukum untuk mengusut kasus ini. “Sudah lah jangan goring-goreng terus polemik  ini,” tegasnya.

Saat ini katanya, yang dibutuhkan sinergitas antara pemerintahan dan masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang serius di tengah-tengah masyarakat akibat pandemi yang sudah cukup lama.

“Dampak ekonomi pandemi begitu besar, mari bersinergi. Kalau ada yang arah-arahnya kurang benar ingatkan, jangan digoreng-goreng demi kepentingan politik atau pun golongan. Ingat masyarakat Sumbar ini masyarakat yang cerdas. Sulit terpengaruh isi, intrik dan politisasi,” tuturnya.

Kasus surat bertanda tangan Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi yang dijadikan untuk meminta sumbangan masih terus bergulir di kepolisian.

Awalnya, kasus ini dikatakan polisi sebagai kasus penipuan yang memakai nama Gubernur Sumbar, usai ditangkapnya lima orang yang meminta sumbangan memakai surat tersebut.

Namun kemudian, kelima orang itu dilepaskan karena tidak mencukupi bukti bahwa mereka melakukan penipuan. Hingga kini polisi masih memeriksa sejumlah pihak terkait surat bertandatangan gubernur yang dijadikan meminta sumbangan itu.

Dalam minggu ini, Polresta Padang kembali melakukan gelar perkara kasus surat bertandatangan gubernur untuk meminta sumbangan. Gelar perkara pertama sudah digelar pada 28 Agustus 2021.

“Namun akan kita ulang lagi, jadwalnya belum kita tentukan, tapi dalam minggu ini,” kata Kasat Reskrim Polres Padang, Kompol Rico Fernanda, Kamis (2/9).

Dikutip dari liputan6.com, ia menyebut gelar perkara lanjutan harus dilakukan karena penyidik memerlukan pemeriksaan saksi tambahan. Di antaranya pihak-pihak yang telah menyetorkan uang sumbangan.

Sejauh ini, terdapat 21 pihak yang telah menyetorkan uang atas permintaan sumbangan itu, yakni perguruan tinggi swasta dan negeri, perusahaan swasta, BUMN, instansi pemerintahan, dan rumah sakit dengan total Rp170 Juta. “Itu baru yang transfer, belum yang menyerahkan uang langsung,” ujarnya.

Secara keseluruhan, lanjutnya, penyidik sudah memeriksa 10 orang saksi, lima orang pihak swasta yang menjalankan surat sumbangan, kemudian pihak Bappeda Provinsi Sumbar dan sekretariat daerah. (aci)