Pusdiklat Jiwa

×

Pusdiklat Jiwa

Bagikan berita
Foto Pusdiklat Jiwa
Foto Pusdiklat Jiwa

Puasa adalah pusat pendidikan dan pelatihan (pusdiklat) jiwa. Jiwa yang terdidik dan terlatih senantiasa memberikan pengaruh terhadap tingkah lakunya, sesuai dengan didikan dan latihan yang dipahami dan dimaknainya. Ketika didikan dan latihan yang dipahami dan dimaknai itu baik dan benar, sangat berpotensi melahirkan tingkah laku yang baik dan benar. Begitu juga sebaliknya, didikan dan latihan yang buruk dan salah, berpotensi melahirkan tingkah laku yang salah dan menyesatkan. Keduanya juga tergantung pada tingkat kebenaran dan kebaikan pemahaman peserta didik serta budaya yang mengitarinya di saat menerapkan hasil didikan dan pelatihan dalam kehidupan bermasyarakat.Kondisi di atas terefleksi dari didikan dan latihan ibadah puasa terhadap individu yang menunaikan puasa. Ketika capaian pemahaman invidu tentang puasa hanya sebatas menahan diri dari syahwat konsumtif, hasilnya tidak pernah lebih dari kelaparan dan kehausan. Salah satu indikatornya, munculnya rasa “kebuasan” untuk mencari dan mengumpulkan “pabukoan” sebanyak-banyaknya. Padahal di saat waktu berbuka datang, semuanya menjadi semu, yang ada hanya sebagian besar menjadi sisa ataupun bisa dihabiskan tetapi tubuh tersiksa oleh kekenyangan. Akibatnya, jiwa senantiasa mengalami kegelisahan setiap saat, baik dari aspek ekonomi yang dihabiskan maupun aspek sosial yang menggambarkan ketamakan.

Ketika capaian pemahamannya tentang puasa bukan hanya sebatas menahan diri dari syahwat konsumtif, bahkan juga menahan diri dari syahwat hawasiyah, tetapi jiwanya masih lalai kepada Sang Pemberi nikmat, hasilnya membentuk jiwa yang merindu tanpa rindu. Kendati kerinduan itu terbentuk dengan baik -melalui ibadah dan amal saleh, namun sulit baginya untuk meluapkan rasa rindu itu. Hal ini disebabkan oleh jiwanya belum terbiasa untuk merindu Sang Pencipta rindu. Dalam konteks ini, jiwa yang merindu masih mengalami kegelisahan dikarenakan belum menemukan Sang Pencipta rindu di balik ibadah dan amal saleh yang ditunaikan. Akibatnya, jiwa masih mengalami sedikit kegelisan karena merindu tanpa mengetahui balasan kerinduannya dari Sang Pencipta rindu.Lantas muncul pertanyaan: apakah didikan dan latihan yang diberikan oleh puasa bagi jiwa yang beriman? Dalam hal ini, dapat diuraikan bahwa pertama, puasa selalu mendidik dan melatih jiwa agar memiliki kesadaran untuk senantiasa menyemai rasa kasih sayang. Hal ini ditandai dengan kondisi puasa menyeru jiwa agar memahami kondisi si miskin yang selalu menahan lapar dan haus karena tidak ada yang akan dimakan setiap harinya. Sementara orang kaya, mereka selalu memiliki persediaan makanan dan minuman, yang boleh jadi persediaan itu untuk mingguan, bulanan, ataupun mungkin tahunan. Kedua, puasa selalu mendidik dan melatih jiwa agar memiliki kesadaran untuk selalu bersabar. Hal ini ditandai dengan kondisi jiwa yang selalu diperintah untuk menahan serta mengendalikan segala bentuk syahwatnya. Bahkan puasa telah membuat kelelahan fisik, sehingga lidah lelah untuk berbicara, telinga lelah mendengar, mata lelah melihat, dan lainnya karena nutrisi pendorong syahwat sedang kosong. Akibatnya, jiwa dengan terpaksa untuk menyabarkan diri sampai pada saat tertentu. Ketiga, puasa selalu mendidik dan melatih jiwa agar memiliki kesadaran untuk selalu bersyukur. Hal ini ditandai dengan kondisi jiwa yang merindukan seteguk air dan sesuap nasi di saat waktu berbuka datang. Kondisi ini dipahami bahwa puasa mengajarkan kepada jiwa betapa kehausan dan kelaparan selama siang hari terselesaikan dengan seteguk air dan sesuap nasi. Bahkan, jiwa diajarkan sebuah perbedaan antara kelaparan dan kekenyangan, yang mana dipahami ternyata sangat berharga rasa kenyang yang diberikan Tuhan. Akhirnya, nilai yang terselip dibalik rasa kenyang menjadi sesuatu yang wajib disyukuri oleh jiwa. Keempat, puasa selalu mendidik dan melatih jiwa agar memiliki kesadaran agar selalu ikhlas dan ridha. Hal ini ditandai dengan kondisi jiwa yang diajarkan untuk membandingkan kondisi kehausan dan kelaparan di dunia dengan kondisi kehausan dan kelaparan di padang kiamat nanti. Jika kehausan dan kelaparan di dunia masih berpotensi diselesaikan dengan uang dan ketersedian kedaian untuk berbelanja. Tetapi bagaimana di padang kiamat nanti yang tidak ada gunanya uang serta tidak adanya kedaian? Akibatnya, jiwa dididik dan dilatih agar selalu ikhlas dan ridha dengan segala bentuk ketetapan Allah Swt. terhadap dirinya.

Limbak daripada itu, pusdiklat jiwa mengantarkan proses pembudayaan jiwa yang berporos dari empat bangunan kesadaran di atas. Dalam hal ini, jiwa dididik dan dilatih dalam bentuk pembudayaan kesadarannya melalui aktivitas ibadah shalat yang melampaui jumlah dari jumlah rakaat shalat di hari luar Ramadhan. Bahkan, setiap individu juga diperintahkan membayar zakat fitrah, baik kaya maupun miskin yang memiliki kelebihan makanan dari konsumsi pokok untuk se-siang dan malam hari raya Idul Fitri. Dalam konteks ini, terlihat nyata bahwa puasa bukan saja mendidik dan melatih kesadaran jiwa, bahkan bagaimana membudayakan jiwa dengan wujud nyata kesalehan individu yang selalu taat serta kesalehan sosial agar selalu berbagi dan merasakan kesulitan orang lain.Akhirnya, jiwa juga dididik dan dilatih agar berdaya-juang dengan cara senantiasa menghampakan dirinya dari syahwat-syahwat, serta yang tersisa di dalam dirinya hanyalah kerinduan untuk berjumpa dengan Rabb-nya. Di dunia, “bertemu”  dengan Rabb-nya dengan senantiasa merasakan Maha Zahirnya Allah di balik segala sesuatu yang ada di alam semesta. Sementara itu, untuk di akhirat, meyakini bahwa dirinya bertemu Allah secara langsung dengan melihat-Nya melalui mata lahir. Dalam konteks inilah, jiwa mampu menemukan jawaban atas kerinduan yang pernah dirasakan menjelang waktu berbuka itu datang terhadap Sang Pencipta rindu. Wallahu’alam bi al-Shawab !!!

Penulis adalah Anggota Dewan Mutasyar Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah PERTI Sumbar/ Mudir (Direktur) Mahad Aly Syech Sulaiman Arrasuli

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini