Refleksi Akhir Januari

×

Refleksi Akhir Januari

Bagikan berita
Foto Refleksi Akhir Januari
Foto Refleksi Akhir Januari

Oleh: Barlius ChaniagoSUDAHLAH, malu kita diperpanjang. Masalah yang semestinya bisa selesai di tingkat sekolah, menggelembung ke pentas nasional. Berikut catatan saya untuk para pihak:

1. Wakil kepala sekolah (Wakepsek), khusus Wakepsek bidang kesiswaan untuk lebih cerdas berkomunikasi, lebih cerdas memahami, menginterpretasi dan mengkomunikasikan aturan kesiswaan.Jika ada masalah krusial, mintalah saran kepala sekolah sebagai _decicion maker_ di sekolah. Bila kepsek sedang berada di sekolah, temui langsung. Jika tak berada di sekolah, bisa _by phone_. Jangan segan-segan minta saran kepala sekolah. Jangan sudah jadi masalah saja, atau sudah viral baru kepala sekolah tahu.

2. Kepala sekolah agar sering-sering membina bawahan, termasuk Wakepsek kesiswaan dan Wakepsek humas. Buatlah TKDS (Tim Kewaspadaan Dini Sekolah), yang menelaah setiap potensi masalah-masalah di tingkat sekolah. Anggotanya bisa dari unsur pimpinan sekolah, pengawas sekolah, komite sekolah/orang tua/wali siswa, pembina OSIS, unsur wali kelas, jika perlu libatkan pengurus OSIS.Adakan rapat-rapat, minimal sekali sepekan, tak mungkin tatap muka, alihkan daring. Jadi tatkala Kepsek memikirkan masalah kurikulum pembelajaran di masa pandemi, masalah kesiswaan, humas juga dipikirkan. Sekarang tak laku lagi filosofi di mana tumbuh di sana di siang.

Kalau kepala sekolah sendiri menyiang, jelas terukur. Tapi sekarang banyak yang berkepentingan menyiang. Yang terjadi bukan menyiang, menyelesaikan masalah tapi malah mengacaukan, semakin membuat kusut permasalahan. Itu yang harus diwaspadai kepala sekolah.Memang masalah kurikukum, pembelajaran masa pandemi, kita akui banyak menyita pemikiran kepala sekolah dan wakepsek bidang kurikulum. Lebih-lebih pada sekolah kejuruan (SMK), pembelajaran tak sepenuhnya bisa dengan metode daring. Bagaimana praktikum bisa dengan metode daring, jelas tak bisa.

Kepsek sering-seringlah pelototi keliling sekolah, jangan keseringan duduk di kursi berbeleng. Tengok denyut nadi di kelas, di pustaka, di laboratorium, di ruang praktikum. Lihat-lihatlah, supervisilah apa yang terjadi di ruang Wakepsek, ruang guru, kafetaria dan lain-lain. Karena pada prinsipnya Kepsek tak boleh menyatakan tak tahu apa yang terjadi di sekolahnya.3. Wakepsek Humas, bersama komite sekolah, perlu sering bekomunikasi dengan orang tua siswa. Pada masa pandemi, mengundang dan mengumpulkan orang tua jelas tak mungkin, maka kegiatan itu bisa melalui daring, _zoom meeting, videocom, you tube live streaming_.

4. Orang tua, jangan pulalah sembunyi-sembunyi direkam pembicaraan itu apalagi dibawa keluar, sehingga jadi viral. Kalau tak puas dengan penjelasan Wakepsek kesiswaan menghadaplah ke kepala sekolah sebagai pengambil keputusan tertinggi di sekolah.Konon ketika kejadian itu Kepsek ada di sekolah. Orang tua mesti memahami betapa berat tugas guru/Wakepsek/Kepsek di masa pandemi ini. Sekarang mereka bergulat dengan protokol kesehatan mengadakan pembelajaran tatap muka secara bertahap. Karena betapapun kondisi pandemi yg sangat mengganggu pembelajaran, mereka tetap memikirkan mutu pembelajaran dan mutu lulusan.

Untuk dipahami semua, Wakepsek kesisiswaan itu juga adalah guru, tugas Wakepsek adalah tugas tambahan. Sebagai guru, dia juga memikirkan pembelajaran, sama dengan guru-guru yang lain.5. Pengawas sekolah harus meningkatkan fungsi, peran dan kinerjanya. Jangan terkooptasi dengan kerja rutinitas, tapi berinavasilah menelaah permasalahan-permasalahan di sekolah. Berperanlah di forum TKDS. Suatu yang sudah biasa tapi dipresiksi akan jadi masalah di sekolah, kemukakan dalam forum rapat TKDS atau sampaikan kepada kepala sekolah.

6. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), supaya sering-sering rapat koordinasi dengan pihak sekolah (kepala sekolah). Rapat koordinasi tidak masalah kurikulum (pembelajaran) saja tetapi juga masalah kesiswaan dan humas serta sarpras.Supaya efektif, sebelum rapat, kepala sekolah diminta rapat dulu di tingkat sekolah, menggali, mengelaborasi merumuskan masalah-masalah di sekolah, lalu dipecahkan, yg tak terpecahkan, itu yang dibawa dalam rapat tingkat Dinas Pendidikan.

Tentang aturan tatib siswa memang semestinya direvisi secara berkala. Peraturan itu harus disesuaikan dengan aturan yang lebih tinggi, dengan tetap mengadopsi kearifan lokal. Sudah lama wakepsek kesiswaan dan humas, juga wakepsek sapras tidak ada pelatihan, maka pelatihan untuk mereka dirasa amat penting diadakan oleh Dinas Pendidikan.7. Mendikbud sebagai pemimpin tertinggi dunia pendidikan yang membawahi puluhan ribu sekolah di Indonesia, dalam menyikapi suatu masalah di sekolah sangat amat perlu menghimpun informasi sahih dari berbagai pihak, utamanya penanggung jawab tertinggi di sekolah yakni kepala sekolah.

Saya dengar, dalam kasus ini, Mas Menteri belum minta penjelasan dari kepala sekolah, lalu sudah bicara jauh, sudah menjustifikasi hal itu adalah intoleransi, yang terlibat harus ditindak tegas, kalau perlu pembebasan jabatan.Saya kira statmen itu terlalu prematur. Pepatah Minang menyebut: mendengar dulu baru bicara. Jangan ke balik, bicara dulu baru mendengar. Padahal kepala sekolah sudah kepayahan pergi ke sana kemari, menemui orang tua anak yang bersangkutan, minta penjelasan, mencari solusi, orang tua siwa itu susah ditemui, bahkan menyatakan urusan sudah diserahkan ke lawyernya, dan seterusnya. Kepala sekolah juga sudah berusaha menemui lawyer yang bersangkutan.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini