Setiap orang pasti ingin berprestasi dalam aktifitasnya, termasuk menjalankan ibadah. Namun tidak semua orang mampu memperoleh prestasi yang paripurna.
Kesungguhan dan kesadaran menjadi salah satu alasan berbedanya capaian prestasi manusia. Dalam Ramadan juga demikian halnya. Setiap orang akan berbeda capaian kesungguhan amalnya dan capaian akhir yang diperoleh.
Al-Qur’an memberikan isyarat tentang tingkatan capaian dalam menjalankan amal Ramadan, salah satu contoh seperti dalam ayat berikut. “kemudian Kitab (al-Qur’an) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikandengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.’ (Q.S. Fathir: 32) Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menyebutkan bahwa ayat di atas ditujukan kepada umat Islam dalam mengaktualisasikan ajaran agamanya.
Termasuk bagian dari aktualisasi ajaran Islam itu menjalankan puasa dan ibadah lainnya selama Ramadan. Maka dalam ayat ini disebutkan ada tiga tipe umat Islam.
Pertama, karakter zholim. Bulan Ramadan baginya sama saja dengan bulan-bulan lain. Tidak ada keistimewaannya. Akibatnya, makan dan minum pada siang hari dikerjakan seperti hari lainnya, keluarganya memasak di rumah juga layaknya bulan yang lain.
Aktifitas duniawinya berjalan normal seperti biasa. Bahkan baginya, kedatangan Ramadan justru menambah beban baru secara ekonomi sebab Ramadan dengan beragam pilihan konsumsinya akan menambah biaya hidup meskipun tidak berpuasa.
Kedua, karakter pertengahan (muqtashid). Kedatangan Ramadan, bagi orang dengan karakter ini membawa banyak berkah. Dengan Ramadan aktifitas akan berkurang dari sisi kuantitas. Pasca Ramadan akan ada libur panjang dan aktifitas wisata akan dijalani bersama keluarga. Selain itu, kewajiban puasa ditunaikan secara baik dan perintah agama yang bersifat wajib dilaksanakan secara penuh.
Namun, tidak sungguh-sungguh dalam menjaga ibadah sunat. Tarwih diikuti hanya beberapa hari, sedekah juga sedikit, membaca al-Qur’an tidak seberapa. Sahur tidak dilaksanakan dengan alasan tidak selera makan dan lain-lain.
Ketiga, karakter berprestasi. Ramadan dijalaninya tidak hanya sebatas amaliah wajib seperti puasa, shalat lima waktu, zakat dan kewajiban-kewajiban lainnya, tetapi amalan-amalan sunat, disempurnakannya secara sungguh-sungguh.
Jalur Prestasi
Menyempurnakan ibadah sunat bagi shaimin berprestasi bukan hal yang sulit sebab ibadah tersebut sudah lebih dahulu (as-sabiq) dikerjakan di luar Ramadan, maka Ramadan dimaknainya sebagai upaya berlomba (musabaqah) untuk peningkatan amaliah tersebut. Yang membedakannya adalah pada kuantitas dan kualitas ibadah yang dikerjakan.