Shalat Zuhur di Masjid Terapung

×

Shalat Zuhur di Masjid Terapung

Bagikan berita
Shalat Zuhur di Masjid Terapung
Shalat Zuhur di Masjid Terapung

Gerimis jatuh berderai-derai tatkala kami asyik berfoto di pelataran masjid terapung, Kendari. Sekarang, hanya ada segelintir pengunjung yang tersisa, Selasa (8/2) siang.Masjid ini sebenarnya tak terapung tapi terletak di sebuah pulau buatan. Kecil saja, terpaut 1,5 Km dari jalan raya. Jalan raya itu, agak jauh dari pemukiman, masjidnya apalagi. Jalan dua lajur menusuk ke tengah teluk, menuju pulau buatan itu. Di sanalah masjid berdiri dengan gagah.

Sebelum sampai, sudah terlihat empat menara warna putih, kombinasi warna biru dan hijau, menjulang. Kubah emasnya, mencolok dengan puncak kecil warna sama dan di atasnya bertengger lambang bulan sabit.Laut di sini tenang, karena memang teluk, walau begitu kaki-kaki masjid dihempas-hempas lembut oleh riak.

Kami tigo awak Singgalang -- saya, Sawir Pribadi dan Widya Navies - - tiba di sana, sekitar pukul 14.00 Wita. Jalanan sudah basah sejak beberapa jam sebelumnya. Sehabis makan ikan bakar, ditambah secangkir kopi di tempat terpisah, lalu melaju ke masjid."Makan ka makan se sumbayang lu," kata Sawir.

"Iyo nah," jawab Widya Navis.'Ocre," jawab saya pula.

Dan mobil melaju lembut di jalan yang lalulintasnya tidak ramai itu. Sampai di masjid ikonik Kendari itu, susana agak sepi. Sepi sendiri di tepi teluk. Disenjaga benar ke sana baru bisa, tapi jangan jalan kaki, karena terbilang jauh.Masjid AL Alam namanya, dipungut dari nama Gubernur Sulawesi Tenggara yang membangun rumah ibadah itu, Nur Alam. Mulai dibangun pada 2010 dan diresmikan delapan tahun kemudian.

Empat menaranya, seperti hendak menusuk langit. Paling tinggi 321 meter, sisanya agak rendah.Menara yang runcing ke atas itu, adalah wajar, tapi menjadi menarik karena berada di kawasan yang tak ada bangunan lain.

Rumah ibadah ini dirancang arsitek Mursyid Mustafa dari Sulawesi Selatan. Ia meniru gaya Burj al Arab di Dubai, sebuah masjid nan megah di kawasan Timur Tengah.Praktis masjid berada pada areal seluas 12.692 meter persegi. Terdiri dari tiga bangunan utama, masjid dan dua plaza, satu tertutup, lainnya terbuka. Total biaya pembangunannya Rp 200 miliar.

Semua bangunan di pulau buatan itu sampai sekarang masih tanggung jawab Dinas Cipta Karya Sulawesi Tenggara, Dinas ini pula yang senant iasa memeriksa kubah masjid yang buka tutup dengan teknologi Jerman.Kubah utama yang buka tutup itu, meyerupai kelopak bunga. Ada delapan yang seperti itu. Dari luar terlihat jendela-jendela jangkung dengan kaca warna biru dan silver. Jendela itu diperkaya dan dijaga oleh pilar putih yang dipasang di depannya.

"Dimana tempat berwudhu, Pak?" Saya bertanya kepada seorang pria sarungan yang bertemu di bibir aspal, di tangga rendah menjelang masuk pelataran masjid. Ia memberi petunjuk. Di bawah gerimis ringan, saya melangkah, dengan topi plastik Bin Dawood, sisa bawaan dari Mekkah tempo hari. Topi itu, anti hujan. Manarok terompah di dekat tangga, balik kanan lag, terus ke ruangan berwudhuk.Masuk, lantai pualam, masjid ditopang oleh pilar-pilar kuat kokoh. Di depan, ada mimbar yang tinggi.Ruangan yang lega sebagaimana jamaknya masjid besar di kota-kota lain. Selesai shalat, terlihat tiga perempuan menikmati suasana di dalam masjid. Ia berjalan lambat-lambat dan berfoto.

Di Kendari terdapat 350 unit masjid dan 80an mushalla di 11 kecamaan dan 68 kelurahan. Masjid Terapung ini terletak di Lalolara, Kecamatan Kubu. Jika penuh, maka termuat 10 ribu jemaah.Kami bertiga selesai shalat, hendak kembali ke mobil. Tentu saja berfoto-foto dulu. Mata saya menangkap kesibukan di depan masjid. Bukan memasang, tapi membongkar tenda roder, yang disedianya akan dipakai untuk acara puncah Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari. Tenda dibongkar karena acara dipindah ke kantor gubernur, tersebab Presiden Jokowi batal hadir ulah omicron yang mengganas.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini