Syekh Abdullah al Minangkabawi: Ahlaan Wahsahlaan

×

Syekh Abdullah al Minangkabawi: Ahlaan Wahsahlaan

Bagikan berita
Syekh Abdullah al Minangkabawi: Ahlaan Wahsahlaan
Syekh Abdullah al Minangkabawi: Ahlaan Wahsahlaan

Saya terlambat, cicit Ahmad Khatib al Minangkabawi, Amir Bahjah ada di Medinah, sementara rombongan sudah berhari-hari di Makkah. Meski begitu, saya dapat nomornya dari dua ustad sekaligus.Pada 14 Agustus saya coba kontak, tapi tak ada sahutan. Lalu saya kontak keturunan seorang ulama Minang di Jeddah, namanya Abdullah. Kakeknya datang dari Sungai Sariak, Baso, Agam.

Saya memperkenalkan diri dan Abdullah al Minangkabawi menyahutinya. Saya berkirim pesan dengan bahasa Indonesia, Syekh menjawab dengan bahasa Arab. Saya kirim pula bahasa Arab, dijawab dengan bahasa yang sama. Abdullah pernah ke Padang tatkala Pemko mengadakan pertemuan ulama tiga benua. Waktu itu, saya melihat videonya berbicara soal ia keturunan Minang.Tatkala berada di Tanah Suci saya malah ingin sekali berjumpa. Untung kemudian Ustad Mulyadi Muslim dan Ustad Safar memberi nomor kontak.

“Ahlaan wasahlaan bikum,” kata Syekh kepada saya diiringi beberapa doa, seperti, “Semoga Tuhan memberkatimu dan semoga Allah membalas kebaikanmu.”Tentu tak banyak yang bisa diperbincangkan karena kendala bahasa. Meski begitu saya sudah berusaha.

Abdullah adalah anak Shaleh bin Abdul Muis. Kakeknya, Abdul Muis merantau ke India dan menikah dengan wanita India. Mereka lalu pindah ke Jeddah dan menetap di sini.Satu dari lima anak Abdul Muis adalah Shaleh. Sejak dari kakek sampai sekarang hubungan dengan kampung halaman di Agam, terus terjaga.

Abdullah adalah kaki Minangkabau di Tanah Suci, yang ia sendiri justru bangga akan hal itu.Ahmad Khatib

Sementara itu, jemaah banyak bertanya tentang Ahmad Khatin al-Minangkabawi, pria Agam yang ke Makkah pada usia 11 tahun itu.Ahmad Khatib al Minangkabawi, ke Makkah pada usia 11 tahun pada 1871. Lahir 26 Mei 1860. Ia berasal dari Koto Tuo, Balai Gurah, Ampek Angkek, Agam. Meninggal di Makkah 13 Maret 1916.

Bermukim di Makkah sampai usia 5 tahun kemudian balik ke Agam. Dua tahun kemudian calon ulama ini pergi lagi ke Makkah. Di Tanah Suci ia terus belajar. Menikah di sana dengan Khadijah. Istrinya meninggal dan menikah denvab kakaknya, Fatimah.Murid-muridnya banyak dari Indonesia. Antara lain: Dr Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Buya Hamka; Syekh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi; Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukittinggi, Syekh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, Syekh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, Syekh Khatib Ali Padang, Syekh Ibrahim Musa Parabek, Syekh Mustafa Husein, Purba Baru, Mandailing, dan Syekh Hasan Maksum, Medan. Tak ketinggalan pula K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Ahmad Khatib adalah tiang tengah dari mazhab Syafi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XX. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. Imam Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).Imam besar Masjidil Haram pertama yang non Arab. Indonesia kerek dibuatnya. Tali darahnya di Saudi kini tumbuh menjadi orang hebat. Ia yang pertama dan mungkin yang terakhir karena pemerintah Saudi memutuskan, imam Masjidil Haram harus warga Arab. (*)

Editor : Eriandi, S.Sos
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini