Tabuik Pariaman Terancam Punah

×

Tabuik Pariaman Terancam Punah

Bagikan berita
Foto Tabuik Pariaman Terancam Punah
Foto Tabuik Pariaman Terancam Punah

tabuik1Oleh: Hendri Nova, Wartawan Harian Singgalang

Ribuan warga Sumatra Barat setiap tahunnya tepatnya di tanggal 1-10 Muharram-salah satu bulan kalender hijriah, memadati Kota Pariaman, untuk melihat perhelatan Tabuik. Tidak hanya warga Sumbar, warga luar Sumbar juga banyak yang tertarik melihat iven tahunan ini.Tabuik memang telah dijadikan aset budaya Pemko Pariaman, mengingat di saat perayaan ini saja kota menjadi ramai. Bahkan di sebuah lagu Minang disebutkan, Pariaman terdengar lengang, ber-Tabuik makanya ramai (Pariaman tadanga langang, batabuik makonyo rami-minang).

Mungkin karena itulah, Pemko Pariaman berusaha mati-matian mempertahankan Tabuik, supaya daerahnya tetap ramai. Adapun penyebab daerah ini lengang, karena banyak orang Pariaman yang pergi merantau.Daerah Pariaman letaknya memang kurang strategis. Ia bukan lalu lintas utama menuju kota wisata Bukittinggi. Jika perjalanan lancar, semua orang lebih suka ke Bukittinggi lewat Padang Panjang.

Mereka bisa singgah melihat Lembah Anai dengan air terjun eksotiknya. Warga baru lewat Pariaman, jika terjadi kemacetan para di area Padang Panjang ataupun Bukittinggi.Sejarah Tabuik Pariaman

Dalam berbagai literatur seperti dikutip dari inioke.com disebutkan, perayaan tabuik yang berlangsung 1-10 Muharam, memperingati meninggalnya cucu nabi Muhammad yang bernama Husein pada tahun 61 Hijriyah, yang bertepatan dengan 680 Masehi.Makanya, muncul istilah Oyak Hosen dalam perayaan tabuik, untuk menggelorakan semangat perjuangan umat Islam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Sekaligus ratapan atas kematian Husein yang dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Irak.

Tradisi mengenang kematian cucu Nabi ini menyebar ke berbagai negara dengan cara yang berbeda. Di Indonesia, selain Pariaman, di Bengkulu juga dikenal pesta tabuik atau tabot. Mengenai asal usul tabuik Pariaman, ada beberapa versi.Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang Arab aliran Syiah yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang. Sedangkan, versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje), tradisi tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah ritual tabuik dipelajari Anak Nagari.

Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh bangsa Cipei/Sepoy (penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam Kadar Ali. Bangsa Cipei/Sepoy ini berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari tangan Belanda (Traktat London, 1824).Orang-orang Cipei/Sepoy ini setiap tahun selalu mengadakan ritual untuk memperingati meninggalnya Husein. Lama-kelamaan ritual ini diikuti pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Melauboh dan Singkil.

Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Di Pariaman, awalnya tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat.Pembuatan dan pembinaan Tabuik di Pariaman dikembangkan oleh Mak Sakarana dan Mak Sakaujana. Merekalah yang mempelopori Tabuik Pasar dan Tabuik Kampung Jawa. Tabuik Pasar melahirkan Tabuik Cimparuh, Bato dan Karan Aur, sedangkan Tabuik Kampung Jawa melahirkan Tabuik Pauh, Jati, Sungai Rotan.

Pada masa kolonial Belanda perayaan Tabuik digalakkan sehingga Tabuik yang tampil sampai 12 buah. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, tabuik masih rutin dilaksanakan.  Hanya saja pada tahun 1969 sampai 1980 perayaan  tabuik terhenti, hal ini disebabkan situasi yang tidak memungkinkan untuk diadakan, disamping tidak adanya keinginan masyarakat untuk melaksanakan, karena adanya perkelahian masal yang menggangu ketentraman kota.Perayaan Tabuik dihidupkan lagi Tahun 1980, yaitu pada masa Pariaman dipimpin oleh Anas Malik, mengingat pembiayaan maka tabuik dibuat Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua Tabuik itu sampai sekarang bertahan untuk ditampilkan pada saat upacara Tabuik berlangsung.

Terancam PunahSeiring dengan perkembangan zaman dan tingginya pengetahuan agama masyarakat, dikuatirkan Tabuik Pariaman bernasib sama dengan Tabuik yang ada Painan, Padang, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Dulu di daerah ini juga rutin digelar perhelatan Tabuik.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini