Tak Punya Akses Finansial, 1,6 Miliar Orang Akan Tinggal di Rumah Tak Layak Huni

×

Tak Punya Akses Finansial, 1,6 Miliar Orang Akan Tinggal di Rumah Tak Layak Huni

Bagikan berita
Tak Punya Akses Finansial, 1,6 Miliar Orang Akan Tinggal di Rumah Tak Layak Huni
Tak Punya Akses Finansial, 1,6 Miliar Orang Akan Tinggal di Rumah Tak Layak Huni

[caption id="attachment_4980" align="alignnone" width="649"]Ilustrasi (net) Ilustrasi (net)[/caption]JAKARTA - Penggunaan teknologi properti dari kayu olahan sistem knockdown alias rakit tahan rayap dan tahan api disebut dapat mengatasi angka backlog. Teknologi ini dikenal lebih murah dibanding bahan material properti lainnya yang harganya makin melambung.

Arsitek Senior dan Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, untuk menerapkan teknologi kayu yang ramah lingkungan di sektor properti perlu digencarkan edukasi ke publik. Terdapat tiga pihak yang bertanggungjawab dalam mendukung penerapan adopsi teknologi kayu ramah lingkungan yakni pemerintah daerah, pengembang, dan arsitek.Ketiganya, menurut Nirwono, harus mengangkat kembali dan membangun rasa bangga terhadap arsitektur lokal yang melihat sejarahnya merupakan rumah berbahan bangunan lokal ramah lingkungan, termasuk disini kayu, bambu, batu kali.

"Pemda harus siapkan perda yang mewajibkan mengangkat arsitektur lokal dan berbahan ramah lingkungan, pengembang dan arsitek wajib mengikutinya, kalau tidak pemda tidak memberikan IMB," kata Nirwono kepada media, Rabu (20/9).Ia menambahkan, minimnya adopsi teknologi properti dan penggunaan bahan alternatif membangun rumah juga dipengaruhi oleh tidak ada kebijakan tata ruang yang konsisten kepada masyarakat dan pengembang. Padahal, dalam membangun, kawasan hunian, Kawasan Ruang Terbuka Hijau harus seimbang.

Selama ini, kata dia, konsep pengembangan kawasan di kota kawasan perkotaan belum diarahkan ke kepadatan sedang-tinggi untuk menghemat lahan, juga belum ada pembatasan rumah tapak di dalam kota dan menerapkan prinsip bangunan hijau.Selain itu, mendesak juga dilakukan revitalisasi kawasan padat penduduk dan padat bangunan di pusat kota, dengan mendorong hunian vertikal, juga perbaikan kampung dalam kota.

Mengutip Laporan McKinsey Global Institute (MGI), saat ini 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sementara sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.MGI memperkirakan, tahun 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia - setidaknya 1,6 miliar orang - akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial.

Agar prediksi MGI tak terjadi, berbagai terobosan teknologi properti harus diadopsi. Misal menggunakan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjamin keamanan rumah yang dibangun, baik tunggal maupun multi-lantai. (aci)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini