Tidak Ada Urgensi bagi BPOM Revisi Aturan Iklan SKM

×

Tidak Ada Urgensi bagi BPOM Revisi Aturan Iklan SKM

Bagikan berita
Foto Tidak Ada Urgensi bagi BPOM Revisi Aturan Iklan SKM
Foto Tidak Ada Urgensi bagi BPOM Revisi Aturan Iklan SKM

 [caption id="attachment_70951" align="alignnone" width="640"] David Tobing. (*)[/caption]

JAKARTA - Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) konsisten dalam setiap kebijakan atau aturan yang dikeluarkan. Salah satunya terkait dengan aturan iklan produk olahan.Hal itu disampaikannya terkait rencana BPOM untuk merevisi aturan tersebut terutama untuk produk susu kental manis (SKM), sebab sudah ada banyak aturan yang merinci aturan mengenai SKM. Bahkan dua diantaranya baru diterbitkan dua tahun terakhir. Pertama adalah Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan, dimana disebutkan bahwa SKM merupakan subkategori susu kental yang merupakan kategori susu.

Lalu Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Olahan Pangan yang menyebutkan bahwa pada label susu kental manis harus dicantumkan tulisan “Perhatikan! Tidak Cocok Untuk Bayi sampai usia 12 Bulan”.“Mau direvisi urgensinya apa, kan harus ada urgensinya. Kalau aturan itu lebih baik bagi konsumen tidak menjadi masalah, tapi jika sebaliknya kan kasihan konsumen, bisa bikin bingung,” ujarnya, Kamis (23/8).

Apalagi sebuah aturan sebelum diterbitkan sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan banyak hal, sehingga akan menjadi pertanyaan jika umurnya baru satu dua tahun langsung diubah atau direvisi.Oleh karena itu, lanjut David, sebaiknya tidak perlu ada perubahan aturan atau perubahan satu klausul pun, kecuali memang merugikan masyarakat. Justru dia melihat kesimpangsiuran mengenai produk SKM belakangan ini yang sangat merugikan masyarakat, karena konsumen pada umumnya masyarakat sudah lama mengonsumsi SKM.

“Bahkan ada konsumen yang menyesal pada dirinya sendiri karena telah lama mengonsumsi SKM, karena ia mencerna informasinya dari regulator bahwa SKM itu bukan susu. Padahal, SKM jelas-jelas disebutkan diaturan adalah susu, nah itu kan sama saja menyesatkan,” sesalnya.Sebagai Komunitas Konsumen Indonesia, pihaknya juga telah melakukan penelitian pada produk-produk SKM. Hasilnya, produk-produk itu mayoritas sudah mengikuti aturan BPOM, dimana produk tersebut diberi peringatan untuk tidak dikonsumsi bayi.

“Hasilnya tidak ada yang dilanggar pelaku usaha. Jadi jangan malah membuat konsumen menjadi terombang-ambing. Kalau memang aturannya masih baik, itu saja yang terus diedukasi kepada konsumen,” ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara dari Kantor Hukum Adams & Co David Tobing itu.Seperti diketahui, BPOM tengah merampungkan revisi peraturan terhadap iklan produk olahan. Revisi tersebut termasuk untuk produk susu kental manis. Revisi aturan itu akan lebih menegaskan apa saja yang tidak boleh ditampilkan dalam iklan susu kental manis. Salah satunya terkait visualisasi terhadap fungsi atau kegunaan susu kental manis.

Hal senada diungkapkan Komisi VI DPR RI yang membawahi bidang persaingan usaha. Inas Nasrullah Zubir, anggota Komisi VI meminta agar BPOM dan pemerintah lebih bijaksana melihat polemik terkait susu kental manis ini. Menurut dia, perubahan aturan harus dilandaskan pada kajian dan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Ia juga mengingatkan agar BPOM tidak terjebak menerbitkan sebuah peraturan yang kurang adil.

“Jangan pemerintah menyesuaikan kebutuhan produsen, tapi harus menyesuaikan apa yang terbaik bagi konsumen,” katanya.Ia juga melihat penerbitan edaran BPOM yang terkesan dipaksakan hanya karena tingginya tekanan dari beberapa pihak. Apalagi, surat edaran yang sangat sensitif dan krusial itu dikeluarkan atau diteken seorang deputi yang menjelang pensiun. “Itu tidak boleh, nanti akan kami coba dalami itu,” kata Ketua Fraksi Hanura di DPR tersebut. (yuni)

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini