Si kapten sudah akan meludahinya, ketika terdengar dan terasa gelegar yang amat luar biasa.Tanah, dalam jumlah yang amat banyak, terlambung dan sebahagian menimbun tubuh mereka. Gelap gulita.
Untung ada ruang yang dipertahankan si Bungsu antara wajahnya dengan wajah si kapten.“Oh my god...oh my god ..” desisnya menggigil.
Jika sebelum ledakan tangannya ingin menolakkan dada si Bungsu, kini, sesaat setelah ledakan menggelegar, dan tubuh mereka tertimbun oleh tanah yang dihamburkan oleh ledakan itu, kedua tangannya justru merangkul dan memeluk tubuh si Bungu!Beberapa saat kemudian, dengan mendekapkan wajah Irene ke dadanya agar tidak tersedak oleh tanah, si Bungsu bangkit bertelekan di lutut, dan mendorong timbunan tanah bekas ledakan itu dengan punggung nya.Di ruang terbuka dia melepas pelukannya dari tubuh Irene.Dengan perasaan tak menentu kapten itu melihat kemah yang menjadi markasnya porak poranda.Masalah yang lebih serius adalah belasan prajuritnya terhantar di tanah, menjadi mayat dengan tubuh berlumur darah. Enam... (bersambung)
Editor : Eriandi, S.Sos
