Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0

×

Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0

Bagikan berita
Foto Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0
Foto Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh Dira Yosfiranda/Kabupaten Tanah DatarDi era Revolusi Industri 4.0, kita tidak hanya dituntut untuk melek teknologi, namun juga update terhadap informasi. Dunia industri digital telah menjadi suatu paradigma dan acuan dalam tatanan kehidupan saat ini. Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 diperlukan literasi digital yang baik. 

Indonesia memiliki tantangan yang sangat besar untuk menghadapi era tersebut. Tidak hanya krisis ekonomi karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tetapi juga krisis literasi. Hal ini didasarkan pada riset Central Connecticut State University 2016, bahwa literasi Indonesia menepati peringkat 60 dari 61 negara. Tidak hanya itu, kemampuan membaca masyarakat Indonesia yang sangat rendah dibuktikan dengan riset dari UNESCO, yang mengungkapkan bahwa hanya 1 dari 1000 orang di Indonesia yang membaca buku. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan. Mengingat di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 5 dinyatakan bahwa “prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat”. Tetapi hingga saat ini budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia tidak mengalami peningkatan. Akibatnya, Indonesia mengalami potensi risiko yang tinggi terhadap penyebaran konten negatif di era digital ini. Berbagai ujaran kebencian, berita hoax, radikalisme dan intoleransi merupakan ancaman besar yang tengah melanda masyarakat Indonesia. Itulah dampak dari rendahnya minat baca masyarakat terutama terhadap informasi yang berkaitan dengan isu-isu negatif tersebut. Hingga sebuah survey dari CIGI-Ipsos 2016 memaparkan bahwa sebanyak 65 persen dari 132 juta pengguna internet di Indonesia percaya dengan kebenaran informasi di dunia maya tanpa memastikan kebenaran dari informasi tersebut. Meskipun terlihat sederhana, akan tetapi itulah yang berpotensi meretakkan kesatuan dan persatuan Indonesia.Tanpa kita sadari, rendahnya minat literasi bisa berdampak sangat fatal terhadap keutuhan negara. Tidak hanya itu, literasi juga menjadi tolak ukur kualitas pendidikan. Menghadapi revolusi industri 4.0, literasi dapat dianggap sebagai suatu indikator keberhasilan, sehingga kita tidak hanya dituntut untuk melakukan literasi lama seperti membaca dan menulis, tetapi juga dituntut untuk mampu memahami literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Kita selaku generasi bangsa harus memiliki kemampuan untuk menganalisa data yang terdapat di dunia digital, memahami sistem mekanika dan teknologi, serta mampu menjalin komunikasi yang baik dengan sesama manusia.

Maraknya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi ancaman sekaligus peluang bagi literasi di Indonesia, terutama dalam pemanfaatan internet. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta pengguna atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia. Di tengah revolusi teknologi ini, kemudahan dan kecanggihan teknologi seharusnya dapat menjadi pendukung bagi generasi digital native dalam membudayakan literasi yang berdampak pada peningkatan minat baca masyarakat. Salah satu kecemasan yang datang yaitu jumlah pelajar sebagai generasi muda yang mengakses internet begitu besarnya, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka banyak menghabiskan waktu hanya untuk mengakses internet melalui berbagai perangkat (gadget), waktu yang digunakan hampir 5 jam per hari. Penetrasi internet yang tinggi bagi pelajar dapat meresahkan banyak pihak, fakta menunjukkan data akses anak Indonesia pada konten yang berunsur pornografi per hari rata-rata mencapai 25 ribu orang (Republika, 2017). Selain itu pola prilaku berinternet mereka tidak sehat, hal ini dapat dilihat dengan menyebarnya informasi atau berita hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Sehingga tidak jarang terjadi konflik. Tentu saja ini menjadi tantangan besar bagi pengajar untuk mempersiapkan generasi digital native ini memiliki kompetensi digital pada era revolusi industri 4.0.Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan kebutuhan yang penting agar dapat berpartisipasi dengan baik di era revolusi industri 4.0. Saat ini literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan akses teknologi digital yang tidak terbatas tentu memiliki pola pikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Hendaknya mereka dapat bertanggung jawab terhadap teknologi yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Teknologi digital di era revolusi industri 4.0 memungkinkan terjadinya komunikasi tanpa batas. Sayangnya, dunia maya saat ini semakin dipenuhi dengan konten berisi berita bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme bahkan dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital saat ini hanya bisa ditangkal dengan menumbuhkan kesadaran dari tiap individu tersebut.

Menjadi literat digital berarti mampu memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, melakukan kolaborasi, komunikasi, dan bekerja sesuai dengan aturan, serta memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar tercapai efektifitas kerja. Termasuk kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat dari penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial. Sehingga yang terjadi adalah meningkatnya potensi keterpurukan bangsa akibat dari rendahnya kemampuan literasi yang dimiliki, karena dengan begitu, dapat diartikan bahwa teknologi telah mengalahkan generasi itu sendiri. (*) 

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini