Vaksin Bukanlah Niat Jahat

×

Vaksin Bukanlah Niat Jahat

Bagikan berita
Foto Vaksin Bukanlah Niat Jahat
Foto Vaksin Bukanlah Niat Jahat

Oleh Khairul JasmiHal-hal baru seringkali mengejutkan, juga menghanyutkan. Kali ini, mengejutkan dan menakutkan. Itulah wabah. Seumur-umur tak ada wabah, kini tiba di halaman rumah. Rasa takut bagi mayoritas, anggap enteng bagi minoritas dalam komunal rakyat Sumatera Barat.

Lalu vaksin. Vaksin hal biasa. Yang baru adalah vaksin Covid-19. Covid itu saja, masih sangat baru, mengejutkan dan memutar takdir. Itu saja masih banyak rakyat Indonesia yang tak percaya. Rakyat Sumbar yang mayoritas puas akan tindakan pencegahan dan pengobatan oleh pemerintah, ternyata 40 persen menganggap, Covid-19 adalah konspirasi. Ketika satu soal belum duduk di kepala sebagian rakyat Sumbar, kini datang vaksin."Wakden indak ka vaksin-vaksin doh," itu ungkapan pribadi. Ada yang dengan enteng dan landai di medsos menulis begini “Kami urang Sumbar ko indak paralu vaksin, buang lah ka lauik".

Ini kejam, bodoh menjerumuskan sekaligus menghasut orang lain. Tapi, ini rakyat Sumatera Barat, tak bisa ditembak, tak bisa dikucilkan. Rakyat adalah rakyat, pengenggam tanah Ibu Pertiwi. Jika gagal mendekati rakyat semacam ini, pemerintah, tokoh dan orang cerdik cendia gagal membangun komunitasnya.Ada yang menyebut, corona itu adanya hanya di internet, di dunia nyata tidak ada, maka dia tidak takut. Ini? Tak ada yang sekeras besi bizantium, tak ada yang sekokoh gunung, jika masih bernama rakyat, maka ia akan mematuhi pemerintah,jika hatinya sudah terbuka. Caranya? Edukasi, literasi, komunikasi.

Vaksin Membunuh?Wabah corona harus dihentikan penularannya, caranya yang terbaru, menyuntikkan vaksin kepada kita. Bukan soal suntik, tapi apakah vaksin itu tidak berbahaya? Siapa bisa menjamin. Jika ada pertanyaan semacam itu adalah wajar, yang tak wajar tak bertanya. Bertanya saja tak juga boleh? Tentu boleh. Yang sebenarnya tak boleh adalah, dia bertanya, dia menjawab. Ia jawab: "ko mambunuah ko mah." Dari awal dalam kepalanya sudah dipasang jawaban itu. Lalu dilontarkan, lalu ditambah-tambahi, sampai bangsa ini akan dijual ke Tiongkok sana.

Inilah sayap-sayap bahasa rakyat Indonesia. Biasa saja. Dalam keadaan semacam itulah vaksin telah tiba. Tugas pers, ulama,tokoh adat, budayawan dan segenap rumpun rumpunnya, pendidik dan lainnya, menunjukkan tingginya dan halusnya budi bahasa mereka kepada kawan-kawannya sesama rakyat. Mereka dipercaya. Karena itu bicaralah. Pemerintah pasoklah data akurat kepada para tokoh kami. Hari ini, tak perlu malu menyebutnya: ada masalah di tubuh tokoh-tokoh kita, tak peduli apa latar belakangnya, sama dengan masalah di tubuh pemerintah. Apa itu akan dijadikan alat  untuk menolak obat bagi rakyat? Jika iya, maka sansailah Minangkabau.Sesungguhnya, ini adalah tugas bersama, menjelaskan duduk perkara vaksin. Vaksin yang sudah sampai di Dinas Kesehatan Sumbar itu, masih menunggu dua hal. Pertama izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kedua pernyataan halal dari MUI. Kedua lembaga bergengsi ini takkan pernah mau mengeluarkan izin, sebelum dipelajari dari berbagai sudut. Jika sudah selesai, pernyataan akan keluar. BPOM akan berkata: tak boleh. Atau, boleh. MUI akan berkata: tidak halal. Atau halal.

Sembari menunggu pernyataan resmi dari duo lembaga itu, sebaiknya jangan ada BPOM dan MUI pertikulir. Tak tahu siapa dia, bisa dosen S3, bisa anak SMA atau pedagang. Dia buat saja di WA nya, vaksin tidak boleh diedarkan, vaksin tidak halal.Hehe kalau itu yang terjadi maka "nanti jempolmu jadi harimaumu." Ditangkap polisi, dituduh pula rezim kejam, biadab. Lalu meraung-raung. Yang menuduh bukan yang kena tangkap, tapi kawan "semazhab" dengannya. Karena itu, tunggu pernyataan resmi dari otoritas. Jangan menumpahkan masalah dalam pikiranmu ke medsos, sebab medsos itu adalah surga sekaligus penjara. Medsos akan membuatnya jadi profesor, pada ketika lain, bodoh.

Sembari menunggu, pemerintah Sumbar mesti berdiskusi dengan tokoh adat, budayawan dan para ulama. Jangan merasa sudah selesai saja kerja, sebab simpang-simpang kehidupan masyarakat ini banyak. Takkan selesai oleh pemerintah saja. Para kepala dinas, jangan diam saja, bantu gubernur. Kalau tak bisa upahkan.Pejabat duluan

Bagaimana menjelaskan dengan bahasa rakyat yang argumentatif bahwa "vaksin bukanlah sebuah niat jahat". Nanti salah satu cara paling hebat adalah, "vaksin pejabat duluan, baru rakyat."Kenapa harus pejabat dulu? Hehehe, sejak dulu kan pejabat selalu mau duluan. Buktinya kemana-mana pakai voordijder. Hal lain, karena mereka pintar. Bukti pintar tu mah jadi pejabat dia. Rakyat menaruh hormat kepada pejabat, tak peduli ia sedang korupsi atau sama-sekali tidak korupsi. Kampanye hidup sehat, kampanye globalisasi, kampanye mari makan ikan, kampanye mari kembali ke meja makan, semua dilakukan pejabat. Kini tiba di nan sebenar-benar kaji: vaksin.

Rakyat juga begitu, kadang tagiah-tagiah saja, minta pejabat duluan. Kita memang sering tagiah, asik-asik saja. Ketika lain untuk hiburan. Jangan diambil hati benar. Vaksin ini pada akhirnya akan disuntikkan juga pada semua rakyat Indonesia. Kini pada tenaga medis dan tenaga-tenaga garda terdepan, serta pejabat penting saja dulu. Usia 18 sampai 59 tahun. Kalau sudah kena suntik dan oke-oke saja, rakyat pasti mau. Hari biasa saja, bukan vaksin, suntik pada pak mantri kesehatan saja, sebagian rakyat juga takut."Biarlah tak ke puskesmas, kalau akan disuntik. Den tahan selah sakik ko." Itu saat hari alang-alang biasa. Kini? Pakai titel vaksin, tentulah iya ragu mereka. Jangan salah-salahkan rakyat, kampanye saja yang masif. Bawa oto halo-halo itu, pakai mik. Kampanye masif via video, koran, online, televisi. Pinjam "mulut harimau" yaitu mulut tokoh masyarakat. Masjid jangan lupa, untuk politik, cilok-cilok tukang dipakai juga kampanye. Kini untuk kemaslahatan umat, masjid boleh. Masuk sana, bicara.

Yang ragu akan vaksin itu rasa-rasanya sekitar 15 hingga 20 persen saja, sesuai bentuk kurva normal. Selebihnya mau, walau masih manggau-manggau tanggung. Pak gubernur yang baru terpilih mulailah bekerja, atas nama walikota tak apa-apa juga. Semua perusahaan swasta, apalagi BUMN dan BUMD, ayo ikut bantu pemerintah. Pada akhirnya, karena Indonesia adalah negara birokrasi, memang tak dapat akal lagi, semua berpulang pada pemerintah.Setelah ini

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini