Negeriku Minangkabau

×

Negeriku Minangkabau

Bagikan berita
Foto Negeriku Minangkabau
Foto Negeriku Minangkabau

Dan itulah Minangkabau yang sebenarnya.Di satu sisi perubahan membawa banyak kemudahan, kemegahan, kesejahteraan ragawi, kecepatan, kenyamanan badaniyah dan banyak hal lagi.

Tapi semua itu, belum menjamin kita bahagia. Kadang kemajuan membuat kita gagap. Canggung di rumah sendiri, utamanya bila kita merasa bahwa semua asing bagi kita.Dalam suasana seperti itu, mungkin kita bisa belajar dari Negara Bhutan. Negara seluas Jawa Tengah yang terletak di lereng Himalaya, antara India dan China.

Negeri kecil ini tercatat sebagai negara yang rakyatnya merasa paling bahagia di dunia. Mereka tak menolak globalisasi dan modernisasi, tapi mereka tetap memelihara tradisi. Wanita-wanitanya berpakaian adat yang sopan, halus dan ramah. Rakyatnya disadarkan agar mengingat mati lima kali sehari. Hedonisme dan golabalisme tersungkur di tanah mereka.Masyarakat tak tertarik dengan hal-hal yang bukan menjadi kepribadiannya. Mereka bahagia dengan milik sendiri. Mereka mencintai alam mereka, pemanfaatan ruang hanya boleh 40 persen, sisanya adalah pepohonan dan tumbuhan yang terjaga.

Bagaimana Minangkabau Nagariku tercinta? Saya percaya, kekuatan tradisi kita yang ditopang oleh lembaga agama dan adat serta pemerintah provinsi, kabupaten, kota akan memelihara Ranah Minang dari pengaruh buruk era kesejagatan itu. Padang mungkin tak bersinar seperti kota Pekanbaru, Palembang, Medan, Surabaya atau Batam. Itu tak apa, Padang tak apa tak punya banyak Mall, Indomart, Alfa Mart, Sevent Eleven. Tapi semua ruko dan toko adalah milik putra daerah, sehingga hasilnya tetap tak pergi ke luar. Apa gunanya banyak mall, masyarakat menjadi pembeli dan penyumbang uang buat pemiliknya, yang hasilnya dibawa terbang atau capital flight ke Singapura, Malaysia atau Jakarta. Tumbuhnya beberapa ritail lokal dengan pemilik lokal sangat membanggakan. Ini saya jual kemana-mana sebagai sebuah kebanggaan. Apa gunanya kelihatan mengkilat, tapi memiskinkan masyarakatnya.Tumbuhnya hotel-hotel berkelas di Ranah Minang tak masalah. Tapi peruntukannya memang buat "tidur dan istirahat yang benar", bukan untuk sarana maksiat.

Betapa hebatnya bila pemilik hotel dan pemerintah daerah menjaganya bersama. Saya kira tak usah takut lengang, justru mungkin makin ramai, karena kekuatannya itu ada disitu.Ingat, ketika pertama kali Singapore Airline melarang merokok di pesawatnya, banyak yang menduga SQ akan sepi, karena perokok takkan sanggup tak merokok dalam waktu lama, tapi kemudian terbukti makin diminati. Datanglah ke Ranah Minang sebagai tujuan wisata keluarga, wisata budaya dan wisata dakwah, wisata kuliner dan wisata alam dengan lingkungannya yang asri. Segmen ini tak kalah besarnya.

Apakah saya bermimpi, bila masyarakat di Ranah Minang atau Sumatera Barat akan selamanya kokoh menjaga tradisi dalam era kesejagatan dan modernisasi yang terus bergulir? Artinya, Minangkabau yang maju pendidikannya, maju pembangunan, maju ekonominya, sejalan dan seimbang dengan kemampuannya memelihara nilai-nilai tradisi yang baik, yang bersumber dari kitabullah.Kita tak menemukan narkoba, pelacuran, pergaulan bebas, dan masyarakatnya saling menyayang, sopan, ramah, taat dan saleh serta berakhlak mulia. Kalaupun tak se-mengkilat daerah lain yang kaya, rasanya tak apa, tapi kita bangga dengan kehebatan budaya, agama dan tradisi baik yang kita punya.

Saya pecaya bahwa tulisan ini bukanlah hal baru. Orang di Ranah mungkin akan berkata, bahwa kami ini belum datang Jepang sudah Hei ho. Kami sudah berbuat sebelum yang lain memikirkan. Tapi tak apalah. Saya hanya sekedar menuliskan. Mudah-mudahan bermanfaat.Jakarta , 10 Januari 2019

Dr. Gamawan Fauzi

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini