Oleh Khairul JasmiRumah di jalan Palupuah no 9 Jati Padang itu, teduh. Saya duduk di ruang tamu. Di hadapan meja kecil dengan beberapa botol kue. Tak lama tuan rumah pun mancogok kembali, setelah tadi menghilang sebentar.
Beliau Djohari Kahar. Tawanya berat. Senyumnya khas. Ia punya pandangan luas. Kami mulai berkisah tentang ayahnya, Brigjen Polisi Kaharuddin Dt Rangkayo Basa. Ayahnya Kapolda dan kemudian jadi gubernur Sumbar. Saya dan Hasril Chaniago menulis biografi Kaharuddin.Saya berkali-kali datang ke rumahnya. Kami kemudian akrab dengan tokoh Golkar dan pernah jadi ketua DPRD Sumbar. Usia makin tua tapi sekolah lanjut juga. Saya dengar Pak Djohari ambil S2.
Pak Djohari di mata saya adalah seorang intelektual ketimbang tokoh politik. Wawasannya luas terutama tentang sejarah Sumbar. Kami (saya dan Hasril Chaniago) kembali harus menggali cerita dan minta bacaannya, karena kami menulis buku polisi Sumatera Tengah.Meninggal dunia
Innalillahi wainna ilaihi rojiun, tokoh bersuara bariton itu, dengan nama lengkap, H Djohari Kahar, SH, M.Si., Dt Bagindo berpulang ke rahmatullah padaMinggu, 12 September 2021 oukul 12.05 WIB di rumahnya. Saya terkejut demi mendengar kabar itu.Djohari Kahar menjabat ketua DPRD Sumatra Barat selama dua periode dan satu periode sebagai anggota DPR-RI mewakili Sumatra Barat.
Sebagai tokoh Sumbar, Djohari selalu jadi tempat bertanya. Ia menyimpan banyak dokumen dan saya sudah membuktikannya.Lahir di ko Solok 11 November 1930, merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara dari pasangan Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa dan Mariah yang berasal dari Bayur, Maninjau.
Kakak kandungnya Adrin Kahar juga seorang yang ramah dan suka bergurau. Saya beberapa kali pula datang ke rumahnya dekat kampus IKIP, sekarang UNP. Adrin seorang pejuang kemerdekaan, pengajar dan politisi, dan merupakan salah seorang pendiri dan rektor yang ke-2 Universitas Bung Hatta.Adiknya, Amrin Kahar, pernah menjabat Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian, serta anggota DPR-RI mewakili Sumatra Barat dari tahun 1997-1999, tinggal di Jakarta. Bersama Hasil Chaniago saya mewawancarainya beberapa kali untuk keperluan biografi ayahnya.Djohati adalah alumni SMA ABC Bukittinggi. Ia kuliah du FH Unand. Di sini Djohari pernah jadi ketua senat mahasiswa. Orang tua kita ini tak senang diam, saat hari tuanya malah kuliah S2.Djohari sudah jadi guru pada 195 di SMP Udaya, Padang. Lalu di SMA 1 Padang pada 1957. Ia memprakarsai pembangunan SMA 2 Padang dan kemudian jadi kepala sekolah di sana pada 1961.e Ia banting sir tapi tak dibanting benar. Djohari mendaftar dan diterima sebagai PNS di Direktorat Jendral Industri Mesin dan Logam Dasar Departemen Perindustrian (1964-1987). Di masa itu, ia ditugaskan memimpin proyek Galangan Kapal Pelabuhan Teluk Bayur. Selama karir kepegawaiannya Djohari juga menjadi dosen luar biasa Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, dosen tidak tetap di Akademi Koperasi Negara di Padang dan Akademi Keuangan Perbankan dan Pembangunan, dan merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kurator.
Di dunia sebelahnya ia aktif di kegiatan sosial politik. Itulah yang kemudian mengantarkannya menjadi ketua DPRD Sumbar.Almarhum menurut catatan, memperoleh penghargaan berupa Piagam Satya Lencana Karya Setia (25th) dari Presiden RI. Pada Agustus 2008 bersama beberapa tokoh Minang lainnya yang dianggap telah berjasa terhadap Sumatra Barat dianugerahi penghargaan oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat yang diserahkan oleh Gubernur Sumbarketika itu, Gamawan Fauzi. Masih pada tahun yang sama, di bulan Oktober, Djohari Kahar bersama Lukman Harun, seorang tokoh Muhammadiyah, juga mendapatkan penghargaan dari Golkar atas perannya dalam perkembangan partai di Sumbar. Agustus 1981, ia memperoleh gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan RI serta terdaftar sebagai anggota Legiun Veteran RI daerah Sumbar.
Tokoh jujur yang seperti ayahnya ini, disemayamkan di rumahnya dan hari ini dimakamkan di TPU Tunggul Hitam, Padang.Kepergian Djohari Kahar menambah panjang daftar tokoh yang telah meninggalkan kita. Djohari wafat pada usia 91 tahun. Selamat jalan Pak Djohari. ***
Editor : Eriandi