JAKARTA - Kementerian Keuangan menyatakan, hingga 14 Desember 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.634,4 triliun atau 110,06 persen dari target dalam Perpres 98/2022 yang sebesar Rp1.485 triliun.Dibandingkan dengan pertumbuhan pajak 2021 yang saat itu hanya mencapai Rp1.151,5 triliun, pada 2022 terjadi pertumbuhan 41,93 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan penerimaan pajak yang sangat tinggi terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang baik, pemulihan ekonomi yang baik, harga komoditas yang juga meningkat, serta reformasi dari legislasi Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).“Kenaikan yang sangat tinggi ini akan menjadi modal kita untuk menjaga agar APBN menjadi makin sehat, sehingga APBN bisa melindungi masyarakat, melindungi ekonomi, dan terus mendukung pembangunan Indonesia,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (20/12/2022).
Realisasi pajak sebesar Rp 1.634,4 triliun terbagi dalam Pajak Penghasilan(PPh) non-migas Rp 900 triliun (120,2 persen dari target), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp629,8 triliun (98,6 persen dari target), Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 29,2 triliun (90,4 persen), serta PPh migas Rp75,4 triliun (116,6 persen dari target).Bila dilihat menurut jenis pajak, kinerja penerimaan ditopang oleh pemulihan ekonomi, harga komoditas, serta bauran kebijakan. PPh 21 atau pajak karyawan mengalami kenaikan 19,58 persen dengan kontribusi ke penerimaan pajak mencapai 10,3 persen.
Menkeu mengatakan, pertumbuhan PPh 21 menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi domestik disertai dengan kenaikan dari para karyawan, baik dari sisi rekrutmen maupun kenaikan gaji. “Karena pajak yang disetorkan naik 19,8 persen dibanding tahun lalu yang masih kontraktif 0,12 persen,” imbuh Menkeu.PPh 22 impor mengalami pertumbuhan paling tinggi 89,14 persen hingga 14 Desember 2022. Komponen ini memberikan kontribusi 4,3 persen pada penerimaan pajak. Pertumbuhan pada PPh 22 impor ini menunjukan geliat dari industri yang membutuhkan impor bahan baku dan barang modal.
PPh orang pribadi mengalami kontraksi 1,06 persen dan memberikan kontraksi 0,7 persen pada penerimaan pajak. Berbeda dengan orang pribadi, PPh badan mengalami pertumbuhan pesat hingga 88,44 persen. PPh badan memberikan kontribusi 20,7 persen.PPh 26 tumbuh 9,39 persen hingga 14 Desember 2022 dan memberikan kontribusi 4,3 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 terjadi penurunan, sebab saat itu pertumbuhan PPh 26 mencapai PPh 26 terkontraksi pada bulan November disebabkan menurun pembayaran PPh ditanggung pemerintah (DTP) valas.
“Jadi tidak merupakan suatu cerita yang reguler tapi lebih karena adanya aktivitas khusus . Secara Januari sampai 14 Desember 2022 kita menunjukkan masih ada pertumbuhan 9,39 persen,” kata Menkeu.PPh final tumbuh 54,42 persen dengan andil 9,9 persen ke penerimaan pajak. Untuk Pph final yang menggambarkan kegiatan ekonomi dalam negeri kita terlihat kenaikan yang cukup tinggi yaitu 54,4 persen.“Kalau kita lihat PPh final ini terutama dari persewaan tanah bangunan dan penjualan saham,” imbuh Menkeu.PPN Dalam Negeri tumbuh 23,4 persen dengan andil 21,4 persen. Komponen ini menggambarkan kegiatan pertambahan nilai aktivitas ekonomi pertumbuhannya mencapai 23,4 persen ini juga menggambarkan adanya pertumbuhan ekonomi.
“Karena di dalam PPN dalam negeri ada kegiatan ekspor yang kemudian mengalami restitusi yang cukup tajam jadi waktu ekspornya meningkat juga ada beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak pajak kita yaitu restitusi,” tandas Menkeu.Sementara itu, PPN impor masih konsisten 43,4 dengan kontribusi hingga 15 persen. Menurut Menkeu pertumbuhan PPN impor berjalan konsisten sejak kuartal I 2022. “Pertumbuhannya cukup konsisten dari kuartal 1 hingga kuartal 3 dan bulan Oktober, November, Desember yang semuanya masih tumbuh double digit,” ujar Sri Mulyani. (aci)
Editor : Eriandi