Khairul Jasmi
Penari perempuan itu bernama Gulier. Rumahnya nun di Xinjiang, berjarak 3.000 km dari Kota Tianjin. Metropolitan ini, adalah rumahnya sekarang, tempat ia menari bersama kawannya di sebuah restoran Muslim.
Nenek moyangnya datang dari Turki, tapi goyang kepalanya justru India. Ia orang China. Tampaknya tak ada beban berat yang ia pikul, atau sebaliknya, sekilas manalah kita tahu. Yang pasti ia tersenyum pada hampir semua pelanggan. Penari ini, sengaja datang berdua kawannya ke dekat meja kami, setelah mempertunjukkan kebolehannya di tengah-tengah restoran. Beberapa orang mengabadikannya dengan kamera telepon genggam.
Xinjiang kampungnya, sebuah provinsi yang mayoritas Islam di China. Ia ke kota ini, membawa kecantikkanya, juga cita-cita.
“Assalamualaikum,” kami menyapa pada rembang petang, Rabu (28/08/2024) sesudah makan.
“Alaikumsalam,” jawabnya.
Ia menari ala Timur Tengah. Musiknya juga, namun tidak bahasanya. Gulier, memasang konde di kepalanya. Bagian depannya ada bintang segi delapan dengan permata warna merah di tengahnya. Konde atau selayang seperti topi itu, diberi jumbai bulu-buku halus, pinggirnya diberi manik-manik bagai permata.Perempuan ini, memakai baju merah terusan, namun bagian bawah berlain warna. Jalinan benang hitam seperti rambut, dijuntaikan ke depan lewat bahu kanan. Bersamanya selalu ada tape recorder dan pelantang suara, darimana musik bisa terdengar keras.
Tariannya, tak istimewa. Juga tidak dia dan pasangannya. Tapi, sangat mewah tatkala dilihat di Tianjin, di negara Komunis China. Kawannya, seorang pria memakai baju ala Kirgistan atau gaya Asia Tengah, sama lincahnya dengan Gulier. Ia juga datang dari daerah ban jauh, Xinjiang.
Tarian itu terasa mewah, setidaknya bagi kami yang senantiasa mendengar kabar buruk tentang Islam di China. Kabar baik justru datang dari jemari dan geleng india kepalanya. Kanar baik datang dari kawannya yang meliuk dalam tarian. Kabar baik datang dari restoran ini. Setidaknya bagi saya, ada restoran Muslim dan penari berpakaian sopan yang muslimah, di China pula, nerupakan sebuah kemewahan.
Editor : Rahmat