Yu Dafu dan Orang Tionghoa di Sumatera Barat

×

Yu Dafu dan Orang Tionghoa di Sumatera Barat

Bagikan berita
Yu Dafu
Yu Dafu

Payakumbuh bekerja di sektor perdagangan. Mereka terlibat dalam perdagangan lokal dan regional serta antarbangsa (Volkstelling VII… 1935).

Dalam perdagangan tingkat lokal mereka umumnya berdagang di Pasar Payakumbuh dan menjalin hubungan dengan saudagar Tionghoa lainnya yang ada di Afdeeling 50 Kota, seperti di Suliki dan Bangkinang (sampai saat Jepang masuk, Bangkinang menjadi bagian dari Afdeeling Limapuluh Kota). Dalam perdagangan regional mereka menjalin hubungan, terutama, dengan saudagar Tionghoa di Fort de Kock (Bukittinggi) dan Padang. Sedangkan dalam skala antarbangsa mereka menjadi hubungan dagang dengan orang Tionghoa di Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura) (Oki 1977).

Hubungan antara orang Tionghoa di Payakumbuh dengan orang Tionghoa di Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura) inilah yang paling menarik dalam proses kedatangan Yu Dayu ke Payakumbuh. Diduga Yu Dafu datang ke Payakumbuh bersama dengan saudagar Tionghoa Payakumbuh yang bolak balik berdagang Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura).

Kontak dagang antara orang Tionghoa Payakumbuh dengan Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura) mulai marak sejak tahun 1920-an. Hal ini dilatarbelakangi oleh lima hal: pertama, selesainya pembangunan jalan raya antara Bukittinggi dengan Pekanbaru yang memudahkan mobilitas saudagar Tionghoa dari Payakumbuh ke Pekanbaru; kedua, tersedianya pelayanan kapal secara reguler dan nonreguler dari Pekanbaru ke Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura) serta juga ke Batavia atau sebaliknya; ketiga, beralihnya orientasi perdagangan Sumatera Barat ke arah timur, sejak awal 1930-an, sebagian besar komoditas ekspor dan impor Sumatera Barat didatangkan dari atau dibawa ke luar melalui Pakanbaru dan dengan mengaliri Sungai Siak menuju Selat Malaka; keempat, adanya pelayanan perahu dan kapal dari Bangkinan via ke Pelalawan menuju Selat Malaka melalui Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar; kelima, berkembangnya perdagangan gelap di kawasan timur Sumatera Barat, dan sebagian aktornya adalah saudagar Tionghoa (Oki 1977; Radjab 1947).

Seperti disebut sebelumnya, saudagar Tionghoa adalah salah satu aktor dalam perdagangan antara Sumatera Barat (Payakumbuh) dengan Tanah Semenanjung (Malaysia dan Singapura). Karena itu, berdasarkan uraian di atas, sekali lagi, penulis ingin mengemukakan interpretasi penulis, bahwa bersama rombongan saudagar Tionghoa yang bolak-balik menempuh rute Singapura - Sumatera Barat (Payakumbuh) via Pekanbaru atau via Pelalawan inilah Yu Dafu datang ke Payakumbuh. Rute seperti yang gambar terlampir

Alasan lain Yu Dafu memilih Sumatera Barat (Payakumbuh) adalah dia telah bisa berbahasa Melayu selama di Singapura, sehingga memudahkannya untuk bergaul dengan orang Melayu Minangkabau (Payakumbuh). Besar juga kemungkinannya, Yu Dafu telah berkenalan juga dengan orang Minangkabau di Singapura, karena menurut Tsuyoshi Kato, telah ada cukup banyak orang Minangkabau di Singapura saat itu (Kato 1980).

Yu Dafu atau Choulion bisa bertahan selama masa pendudukan Jepang karena dia telah mengubah identitasnya.

Pengangkatannya menjadi penerjemah oleh tentara Jepang adalah suatu yang wajar, karena dia bisa berbahasa Jepang. Bala Tentara Jepang tidak mencarinya karena ada banyak orang Tionghoa di Indonesia yang bisa berbahasa Jepang. Parada Harahap misalnya menyebut ada cukup banyak orang Tionghoa Indonesia yang bersekolah di Jepang (dan tentu bisa berbahasa Jepang) (Parada Harahap 1934). Kepercayaan Bala Tentara Dai Nippon itu juga dikaitkan dengan hasil sensus 1930 yang mengatakan ada banyak orang Tionghoa Indonesia saat itu yang merupakan imigran dari Tiongkok dan sebagian dari mereka juga pernah tinggal di Jepang (Volkstelling VII, 1935).

Ketika Jepang mengetahui identitasnya, Yu Dafu atau Choulion segera dihabisi (September 1945). Pembunuhan terhadapnya, sangat mungkin, dilatarbelakangi oleh banyaknya rahasia tentara Jepang yang diketahuinya selama menjadi penerjemah, termasuk juga rahasi penggalian lobangJepang di Bukittinggi.

Pengalaman Yu Dafu juga dialami oleh sejumlah orang Tionghoa lainnya di Sumatera Barat. Pada hari-hari terakhir kekuasaan Jepang dan pada hari-hari pertama setelah kekalahan Jepang, ada penyerangan dan pengusiran terhadap orang Tionghoa di sejumlah daerah di Sumatera Barat saat itu.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini