Seperti diebut di atas, ada sejumlah kelebihan Danau Maninjau dibandingkan dengan danau yang lain. Kelebihan pertama jaranG yang relatif dekat dengan Bukittinggi. Dari berbagai buku panduan wisata, catatan perjalanan, dan surat kabar diketahui bahwa jarak antara Bukittinggi dengan Danau Maninjau adalah sekitar 21,23 Sumatransche Paal atau sekitar 32 km.
Ada dua jalan yang bisa ditempuh dari Bukittinggi menuju Maninjau. Pertama jalan melalui Karbouwengat (Ngarai Sianok) menuju Matur, ruas jalan yang dikatakan Joustra sebagai ‘djalan oesang’, dan kedua ‘djalan baroe’, dari Bukittinggi melalui Padang Loear dan Koto Toeo. Ruas jalan pertama sedikit lebih pendek, namun kondisinya kurang bagus. Jalan ruas pertama umumnya dimanfaatkan oleh wisatawan hingga tahun-tahun permulaan 1920-an. Kendaraan yang dipakai adalah bendi (rijtuigje) atau oleh Urang Awak saat itu disebut juga anaq-tram. Wisatawan yang menggunakan ‘djalan oesang’ ini sering kali turun dari bendi, terutama ditanjakan yang sangat terjal. ‘Djalan baroe’ mulai banyak digunakan sejak awal 1920-an. Masifnya penggunaan jalan via Padang Luar ini seiring dengan maraknya pemakaian mobil.
Wisatawan yang berkunjung ke Danau Maninjau juga menikmati pesona alam di Ngarai Sianaok dengan tebingnya yang curam, hamparan sawah, dan gerombolan kerbau yang merumput, serta berbagai keindahan alam lainnya. Wisatawan juga menikmati Pantar dengan suhunya yang sangat menyenangkan dan pemandangan sejumlah gunung yang sangat indah di sekelilinginya. Wisatawan pasti juga terkesan Matur. Di sana ada sebuah pasangrahan (Gouvernement-pasanten-huis). Tidak jauh dari pusat nagari, ada dua tempat, di mana wisatawan bisa menyaksikan keindahan Danau Maninjau, yakni Padang Galanggang dan yang satu lagi adalah Puncak Bukit. Puncak Bukit sedikit lebih jauh, tetapi pemandangan alam yang disajikan jauh lebih indah. Pesona Puncak Bukit ditambah lagi dengan perkebunan tebu dan sejumlah rumah gadang yang berukiran sangat indah di tepi jalan. Dekat perkebunan tebu, wisatawan juga para petani menggiling tebu yang menggunakan tenaga kerbau. Ini suguhan yang sangat mengasyikan, kata Westenenk.
Pesona lainnya dari perjalanan menuju Danau Maninjau adalah adanya kelok-kelokan yang sangat patah yang dinamakan Kelok 42 (42 zig-zag). Ruas jalan ini adalah branding lain dari objek wisata Danau Maninjau. JMC (Javaasche Motor Club) menulis ‘Gevaarljk!!!’ (berbahaya) dalam bukunya mengenai ruas jalan ini.
Ada dua cara yang dipakai wisatawan menuju danau saat itu. Pertama, wisatawan tetap menggunakan kendaraan (bendi dan mobil)di jalan raya. Kedua, wisatawan berjalan kaki mengambil jalan pintas antarbelokan.
Joustra dan sejumlah penulis lain menyebut Danau Maninau tidak sebesar Danau Toba. Panjang maksimumnya sekitar 17 km. dan lebar maksimumnya antara 3 hingga 8 km. Namun, kata mereka, Danau Manindjau sangat mengesankan, sangat menakjubkan dan penuh variasi.
Dalam berbagai buku panduan wisata, catatan perjalan dan surat kabar juga dikatakan bahwa Danau Maninjau terbentuk karena letusan gunung merapi di zaman purba. Letusannya yang hebat menyebabkan terjadinya cekungan yang dalam (kawah), dan cekungan ioni diisi oleh air, dan selanjutnya menjadi danau sangat indah. Dikatakan juga, bahwa kawah purba itu sesungguhnya masih aktif, karena pada waktu-waktu tertentu terjadi aktivitas vulkanik, yang terlihat dari keruhnya air danau serta adanya pergerakan air yang berbeda dari riak biasa.Pesona Danau Maninjau juga ditambah dengan adanya sejumlah nagari dan kampung di sekelilingnya. Nagari dan kampung dengan rumah yang indah dan penduduknya yang banyak serta ramah.
Sejumlah wisatawan mengagumi anak nagari sekitar danau yang begitu terbuka dan terpelajar. Pada tahun 1915 misalnya, ada sejumlah kaum perempuan tempatan yang fasih berbahasa Belanda dan dengan senang hati berbicara dengan lelaki asing (Eropa) di tempat terbuka. Sementara sejumlah lelaki berbaju hitam atau bersorban juga dengan ramah berinteraksi dengan wisatawan asing.
Nagari-nagari dan kampung-kampung di sekitar Danau Maninjau juga kaya dengan atraksi budaya. Setiap akhir bulan puasa, pada hari raya, diadakan berbagai kegiatan (alek nagari), seperti perlombaan pacu perahu, berenang, menyelam, serta berbagai hiburan rakyat lainnya. Atraksi yang paling menarik adalah parade atau arak-arakan, di mana seekor burak, figur berbentuk kuda dengan kepala wanita, yang dibuat dari bilah-bilah bambu yang ditutupi dengan kertas diarak beramai-ramai. Juga ada figur harimau yang sangat hidup sosoknya. Juga ada miniatur rumah gadang yang dibuat dan diarak. Perarakan figur buraq dan harimau serta miniatur rumah gadang juga dilakukan di danau. Atraksi ini sangat menarik dan ramai penontonnya. Apalagi acara dilaksanakan pada saat cuaca cerah. Sehingga hiasan arak-arak yang warni-warni membuat tampilan menjadi cerah sehingga memberikan kesan yang sangat menyenangkan.
Editor : Eriandi