Dalam perjalanan M menjual tanah itu kepada DI, lalu DI menjual tanah itu ke A. Hingga saat ini tanah itu dikuasai oleh A. Tanah yang diganti Pemko Padang untuk M diambil dari tanah Kaum Suku Koto, sementara Kaum Suku Koto belum ada mendapatkan penggantian sertifikat konsolidasi yang dijanjikan pemerintah.
"Tanah sebulatan 6ribu lebih milik klien kita belum jelas kepastian hukumnya. Kita seolah olah menjadi pengemis atas hak kita sendiri, kita alas hak ada, batas padan ada, dan peserta konsolidasi juga ada.
Kita sekarang meminta sertifikat konsolidasi, belum dapat dan tanah yang dikuasai oleh keluarga, tidak bisa diapa-apakan karena belum ada sertifikat," katanya.
"Ini bentuk pengkhianatan oleh negara khususnya Pemko Padang, dikhianati secara terang-terangan ini pembangkangan hak. Ini pelanggaran HAM yang dilakukan secara terang terangan oleh pemerintah," tambahnya.
Dikatakannya, atas perbuatan pemerintah ini pihaknya menggugat Pemko Padang, BPN Padang begitu juga tiga orang yang telah menguasai tanah kaum Suku Koto. Pemko Padang dan BPN Padang melakukan perbuatan melawan hukum.
"Perbuatan Pemko Padang dan BPN Padang tidak hanya merugikan klien kita, tapi juga merugikan M, DI dan AF," ujarnya.Terakhir Rahmi mengatakan, gugatan ini telah masuk di Pengadilan Negeri Padang tertanggal 22 November 2024, agenda sidang pertemuan kelima.
"Kita menunggu jadwal mediasi dari pengadilan, kita membuka sebesar-besarnya kepada pihak terkait untuk melakukan mediasi dan menyelesaikan persoalan ini," tutupnya.(der)
Editor : Eriandi